Oktober 22, 2012

Semoga Ada Pesan Yang Bisa Di Petik


Suara jangkrik sudah mendominasi malam. Dingin mulai menelisik masuk ke sela-sela daun pintu yang sudah usang. Ada celah-celah bolong dibadannya, mungkin karena sering di salami terpaan hujan. Dua rumah berdampingan, masih terdengar adanya kehidupan dari balik pintunya.

Di balik pintu satu terdengar suara parau ibu menahan kantuk, ia sedang hamil tua mungkin kelelahan sehingga tertidur lebih awal, dan lupa memastikan anaknya sudah tidur atau belum. Ia menyuruh anaknya yang masih asyik nonton televisi untuk segera tidur berselimutkan malam yang larut. Sang anak pun menurut dan lekas menuju pembaringan di sisi ibunya.

Di rumah satunya terdengar langkah pelan seorang ayah yang akan dinas malam, ia menutup pintu dengan sangat hati-hati takut sang anak dan istinya terbangun. Kemudian lekas menuju tempatnya bertugas. Udara malam benar-benar sedang tidak bersahabat. Berapa kali ia harus mengeluarkan dahak batuk karena kedinginan.

Dua rumah itu merupakan gambaran rutinitas kehidupan, ada yang terlelap ketika orang lain harus terbangun. Ada yang terbangun ketika keluarganya sudah terlelap. Mungkin di esok hari pun akan terdengar suara bayi yang baru lahir, dan suara kematian di sisi lainnya. Siapa yang tahu kalau selalu ada dua sisi yang terus berputar, terus bertukar posisi.

***
Malam mulai pekat, tapi langkah Alif masih jejak menapak kehidupan. Suaranya masih mendengung riang bersahutan dengan ukulelenya. Dengan perut keroncongan Alif menghibur mereka yang sedang lahap makan disebuah rumah makan ditepi jalan.

"Kok dibuang sih Dek?" Nada sumbang itu begitu memanas telinga alif. Sepotong tempe mendoan tergeletak bebas di dekat kaki, membasahi tenggorokannya dengan telanan ludah.


"Nggak enak Yah tempenya." Nada polos itu sungguh menggemaskan.

"Ya tapi jangan dibuang Dek, kamu ini. Ya sudah makan nasinya." Sang Ayah memberi nasihat. Lalu memberikan dua keping lima ratusan kepada pengamen itu. Alif berlalu.

*Apa yang disia-siakan mungkin saja itu menggantung harapan besar untuk orang lain.

***

"Kakinya jangan gitu Ben, nanti kesandung." Beni tetap saja menendang-nendang kaleng bekas minuman, tidak menghiraukan nasihat ibunya. Hatinya masih mendekal karena tidak diperbolehkan membeli mainan oleh sang Ibu. Dari arah yang berlawaan seorang kakek tua sedang mengayunkan gancunya, matanya melirik ke sana kemari mencari sesuatu. Sambil memanggil karung kecil yang sudah setengah penuh oleh barang.

"BENI, jalannya licin nanti kamu jatuh." Sekuat tenaga Beni menendang kaleng itu hingga melesat jauh ke sebuah parit. Ia kesal sejadi-jadinya. Tak selang lama kakek tua itu sedang bersusah payah mendapatkan sebuah kaleng minuman yang ditendang oleh Beni tadi. 
*Apa kita seakan lupa, hal yang sesederhana itu betapa berharga, menjadi tumpuan hidup seorang jiwa yang berusaha menyambung nyawanya.

Oktober 19, 2012

Ketika Malaikat Maut Bertamu Ke Istanaku


141012 21.00

“Tidur dek udah malam.”

“A, ikan layang-layangnya suka naik turun ikutin tangan Afiq. Nih... tuh.” Sambil memperlihatkan pertunjukan yang menggemaskan itu. Ya anak kecil memang selalu polos, ada saja tingkah lakunya yang menggelitik.  “Tapi yang koki itu diam aja A.” Satu ekor koki mutiara memang sedang diam didasar akuarium tapi siripnya masih saja berenang.

“Lagi tidur kali. Udah sana kamu juga tidur.”

“Yang layang-layang nggak tidur A.”

“Nanti waktu Afiq tidur, si layang-layang juga tidur.” Jawabku sekenanya. Meskipun aku juga masih sangsi, apa ia ikan tidur? Bukannya mereka nggak punya kelopak mata? Ah pasti tidur dong, sewaktu kecil saja ketika diajak bapak ke empang malam-malam, selalu saja ada ikan yang menepi sedang diam, tak banyak bergerak. Dan keisenganku pun mulai bereaksi, tunggang langgang ikan itu terbirit karena kaget ketika aku sentuh. Hahaha... kenangan yang manis dan jahil. 

***
151012 03.00

Senat-senut seakan aliran darah di kepala ini menggumpal di satu titik. Tidak nyaman sekali harus terbangun dengan keadaan seperti itu. Mata kunang-kunang menyisir jalan ke arah dapur untuk mengambil segelas air putih, dan wudhu. Semoga saja karena itu akan segera hilang rasa sakitnya. Alhamdulillah, satu napas kehidupan sudah aku miliki. Satu kesempatan untuk memperbaiki diri sudah kudapati. Sepertinya hanya rasa syukur yang bisa menjajarkan nikmat itu semua. Dalam balutan kesunyian sepertiga malam, meraih kerinduan. Terpekur di kesendirian.

Satu jam berlalu, lantunan kidung Qur’an sudah menggema dari Masjid dekat rumah. Bersyukur masih ada orang tua yang bangun sedini itu menyempatkan diri untuk mengiramakan suasana fajar, Masya Allah. Meskipun dengan suara yang sudah sayup-sayup di makan usia. Tapi itu sudah membuktikan bahwa ada yang lebih baik daripada sekedar tidur. Ya satu langkahku tertinggal yang masih belum bisa aku sejajari, aku berdoa semoga orang tua itu di berkahi sisa umurnya dengan Al-Qur’an yang sudah di dawamnya. Jasanya lah membangunkan semua yang terlelap agar segera terjaga. Sepertinya sebentar lagi azan subuhpun akan menggema.

Tiba-tiba mataku terbelalak melihat enam ekor ikan sedang tertidur pulas di dasar (Apa mungkin tertidur? Tapi mereka terdiam, jadi anggap saja begitu.) sekonyong-konyong aku memanggil bapak yang sedang menggunakan koko dan kain sarung.

“Pak lihat ikannya lagi pada tidur.” Aku mengarahkan pandangan mata bapak dengan jari telunjukku, layaknya anak kecil yang baru menemukan hal yang baru.

“Oh iya.” Seketika saja aku melihat si bapak seperti anak kecil juga, ups! “Pantas saja ya kalau di empang suka pada diam dipinggir tapi kalau di colek langsung kabur.” Sayangnya sedini ini Syafiq belum terjaga untukku beri tahu. Tak apalah ada yang sudah memanggil telingaku, Azan sudah berkumandang. Dan kini kedua anak kecil itu menyusuri malam menuju panggilan Tuhan, yang telah menghidupkan kami setelah mematikan.

08.00

“Aa nggak kerja?” Ketika waktu matahari terbit aku masih saja belum berangkat.

“Nggak. Tuh lihat Dek ikannya masih pada tidur.” Sepertinya gumpalan darah dikepala belum juga mau terurai, nggak memungkinkan untuk mengendarai motor selama satu jam. Bisa saja nekat, ah tapi tidak ada salahnya satu hari istirahat. Hoho...

“Oh iyaa. Kasih makan A. Aa libur?”

“Ya nggak bisa atuh Dek, kan masih pada tidur. Iya A libur, mandi sana.” Aku mengusap lembut kepalanya, sambil mengetik sms untuk meminta izin tidak masuk hari ini. Lalu menyalakan laptop untuk meneruskan tulisan, berharap semoga saja rasa sakit itu mereda (Memang cara yang aneh, tapi kalau hanya diam saja tidak memikirkan apa-apa justru menambah sakit. Aneh ya? Biarlah.) Tapi tidak lama malah tertidur.

10.00

“A ikannya masih pada tidur.”

“Oh iya.” Tapi kok sepertinya ada yang nggak beres, apa iya ikan selama itu tidurnya? Mungkin saja kali, toh biasanya aku ke kantor jadi nggak tahu aktivitas ikan-ikan itu selama seharian. Lagi pula sirip-sirip mereka masih bergerak-gerak. Tapi nggak selang lama satu ekor ikan koki mutiara menyembul ke permukaan.

“Yah Dek si kokinya mati satu.” Aku memastikan lima ikan yang lain. Masih berpindah tempat ketika di ganggu. Berarti memang satu yang mati. Aku menghela napas panjang. Berarti memang ada yang nggak beres dengan keadaan mereka, bukan hanya semata-mata sedang tertidur. Aduh bodoh sekali.

“Kok mati A. Kenapa mati?”

“Mungkin syurganya sudah merindukan dia Dek.”

“Iya A? Syurganya di mana?” Aduh harus cari jawaban lagi nih ‘tepok jidat’. Tapi dasar anak kecil, temannya datang saja sudah lupa sama pertanyaannya barusan.

“Push-push.” Aku memberikan jenazah ikan itu kepada seekor kucing yang melintas. Sekejab tubuh mungil itu lenyap tak tersisa, mungkin itu memang sudah rezekinya. Setidaknya aku sudah menemukan jawaban kalau si Syafiq bertanya lagi. Syurga si koki sementara di dalam perut si mpus hahaha...

Masya Allah rupanya hari ini malaikat maut memang sedang bertamu ke istana kami. Satu jam kemudian menyusul dua ekor yang mengambang ke permukaan, meyisakan tiga ekor yang masih bergerak-gerak di dasar tapi seakan tak bergairah. Entah apa yang salah dengan keadaan akuarium itu, airnya kah yang tidak bersahabat (Tapi nggak bau dan penyaringan kotoran berjalan baik.) makanan? Aku rasa cukup dan tidak berlebihan. Atau ikannya yang sakit? Ah kemarin-kemarin semua nampak sehat dan lincah. Ya apapun itu yang pasti itu memang sudah takdir hidup mereka. Satu pelajaran berharga, seakan aku diingatkan kembali bahwa kematian memang sangat misterius, dan malaikat pencabut nyawa teramat sangat dekat. Seakan sosoknya selalu berseru : “Perbaharui syahadatmu... perbaharui syahadatmu. Jangan terlena... tetap waspada.” Masya Allah, rasa bersyukur masih diberikan kesempatan hidup untuk memperbaiki diri.

071012 07.00

Gemericik air mulai terdengar lagi di sudut ruang ini, membangunkan 'sepi' yang lama mati suri. Mungkin nanti malam akan ada teman kecil yang menari-nari, melenggokkan ekornya mengelilingi gemericik air ini. Aquarium selamat datang kembali.

081012 20.00

Selamat datang cantik di rumah barumu. Berenanglah yang bebas, menarikan ekormu dengan senyuman menyeringai, tertawakan aku yang lama terpekur dalam kesendirian malam.

Selamat malam cantik, biar saja mata cicak itu mendelik, menatap culas, mengeryitkan dahi ketika melihat aku memandang lurus ke arahmu, tanpa jemu. Setidaknya malam ini cicak itu tahu, sudah ada empat penghuni baru kamar sunyi ini. Kalian semua ikan kokiku.

*Yang pasti akan selalu ada yang tersirat meskipun tidak sedang tersurat, meskipun mungkin tidak kita sadari.

Oktober 18, 2012

TAWURAN SEHAT

Tak ada yang tahu kematian menjemput kita di mana, sedang melakukan apa bahkan bertanya kita sudah siap apa belum.


Akan sangat merugi ketika saat itu datang, kita sendiri sedang benar-benar melakukan hal yang sia-sia.



Wara-wiri sana sini, nongkrong yang tidak ada manfaat, apalagi untuk seorang pelajar yang seharusnya mencetak medali prestasi ini justru ribut hanya karena persoalan sepele, gengsi, adu jago dengan TAWURAN. Mahasiswa-mahasiswa yang seharusnya bersiap-siap untuk menjadi pemimpin selanjutnya, malah sibuk mencari perkara yang nggak ada manfaatnya. Woy udah bukan zamannya brothers.



Untuk apa? Pembuktian apa? Apa itu usaha kita agar orang tua yang membanting tulang setiap hari tersenyum, lalu dengan bangganya mereka bercerita kepada para tetangganya "Ini loh anak saya udah jago banget berantemnya, kemarin aja baru di tangkap polisi gara-gara berhasil bikin kepala aak orang bocor." Lah? 



Ramai-ramai cuma untuk merusak diri, fasilitas umum, nama sekolah, nama baik orang tua. Di anggap sampah oleh masyarakat. Untuk apa?



Apa cuma itu prestasi yang bisa kita berikan? Apa itu yang membahagiakan mereka? Apa itu cara terbaik untuk membalas jasa mereka? Apa itu pembuktian kalau kehadiran kita itu berguna?



NO! Buang jauh-jauh deh kalau punya pemikiran seperti itu. Harusnya buat mereka bangga dengan prestasi gemilang, akhlak yang baik dan pembuktian mimpi mereka dengan melihat kita sukses.


Tawuran udah nggak zama mas bro!!


Solidaritas kepada teman boleh tinggi mas bro, tapi tetap menjaga hal-hal dengan yang berbau ke mudorotan. Bukan berarti untuk ajang membela teman yang di sakiti dengan membalas secara bergerombol dan ngajakin tawuran. Cemen, mengendalikan emosi sendiri saja tidak berhasil, apa kata dunia?



Empati yang tinggi boleh saja mas bro, tapi coba dengan cara yang lebih baik, lebih santun dan lebih bermanfaat, ingat apa yang terjadi tak lepas dari reaksi sebab dan akibat, mungkin saja memang ada yang harus di perbaiki dengan diri kita sendiri makanya ada akibat yang muncul nggak mengenakan hati. 



Hanya yang mampu mengendalikan hawa napsu itulah mereka yang menang, menang atas dirinya sendiri, untuk tidak cepat terbawa emosi, terhasut ajakan yang nggak benar, mengarahkan emosionalnya ke arah yang lebih baik, dan yang pasti akan selalu membuat inovasi baru bukan masalah baru. 



Ayo temukan solusi bukan mengembang biakan masalah yang terjadi. Ayo saling mendukung dan memotivasi untuk mencetak prestasi. Ayo saling bergandengan erat untuk membuat bangga dunia, orang tua, sahabat, dan diri kita sendiri. 



Tenang, selalu ada kesempatan untuk berubah selama ada keinginan untuk intropeski, memperbaiki diri. Ayo mulai dari diri sendiri dan dengan ini pasti lingkungan pun akan jadi lebih baik. Mari mulai arahkan TAWURAN yang SEHAT, dengan cara berkumpul melakukan diskusi, kegiatan sosial, sama-sama berdedikasi tinggi terhadap pelajaran, mengamalkan nilai-nilai kejujuran dan keimanan. Bentuk kelompok yang lebih membawa manfaat, sama-sama tumbuhkan kesadaran untuk memperbaiki lingkungan, terutama Negara ini. Jia Yoo.. Tawuran sehat yuuk! lihat diri kita sudah sejauh mana memberikan andil untuk lingkungan, sudah sejauh mana mempersiapkan masa depan. 

***
Ya Rabb, aku berlindung dari golongan orang yang tidak pandai mengisi waktu luang, tidak cermat mengambil sebuah kesempatan. Tidak bijak menetapkan sebuah pilihan. Tidak sabar menghadapi kegagalan.


Sesungguhnya apa yang ada adalah milik-Mu. dan akan bermanfaat jika di gunakan atas ridho-Mu.