September 30, 2013

Perihal sosok yang datang mengutuhkan

Percayakan saja kepada-Nya, dibalik penundaan pertemuan ada rencana yang lebih menjanjikan.

Untuk lebih pandai melengkapi hati setelah diisi dengan memperbaiki diri.

MEMBUJUK WAKTU

Kita berdua sedang sama-sama menunggu. Aku menunggu pencarian ini usai, kamu menunggu untuk ditemukan. 

Hati dari masa lalu.

Banyak yang bilang, hati akan selalu tahu jalan pulang.

Lalu kenapa harus ada hati yang tiba-tiba mengaku ingin pulang, padahal ia yang dulu meninggalkan? kenapa ada hati yang tiba-tiba kembali, dan kita selalu siap sedia menyambutnya lagi.

Hati dari masa lalu.

BUTUH KESIAPAN


Semua orang pasti pernah mengalami hal ini: apa yang berusaha ia pertahankan tiba-tiba di luar kendalinya lepas dari genggaman. Cepat sekali, sepersekian detik. Tidak sempat menghitung-hitung waktu. Lepas sudah begitu saja. Padahal boleh jadi sebelumnya sesuatu itu sulit ia dapatkan dan mungkin saja sesuatu yang berharga. Ia sengaja memeliharanya dengan hati-hati. Membuat hatinya ber- yaaaaaah penuh penyesalan. 

Ada pula yang lebih hebat lagi : kali ini sesuatu itu adalah yang sama sekali tidak ingin ia genggam, tidak merasa perlu untuk dipertahankan. Tapi entah kenapa sulit sekali untuk melepaskannya. Seperti ada simpul tali yang mengikat kuat. Ada sesuatu yang mencengkram hebat. Butuh usaha lebih giat lagi untuk melepaskannya. Padahal sungguh ia tidak menginginkannya. Sangat menjengkelkan. Membuat hatinya ber-aduuuuh kelelahan. 

Bahwa hal-hal yang perlu kita genggam ataupun lepas. Semua memang butuh kesiapan.


September 27, 2013

PERCAKAPAN RUMIT

"Aku perhatikan, belakangan ini cerita-cerita yang kau tulis tidak ada nama tokohnya? Curahan hati yang terselubung?"

"Ah tidak juga. Memang kamu lihat aku sedang mengalami itu?"

"Hmm.... atau semisal kiasan harapan yang tersurat mungkin."

"Jiah, bahasamu terlalu rumit. Sengaja menulisnya menggunakan tokoh 'aku'. Bukankah setiap pembaca punya hak mejadi si aku ketika membaca? dan untuk tokoh keduanya sengaja aku menggunakan tokoh 'dia' atau 'kamu'. Bukankah pembaca juga punya seseorang yang mereka panggil 'kamu'. Terlepas pembaca sudah pernah mengalaminya atau belum."

"Hadeeeh, sekarang siapa ya yang bahasanya lebih rumit? mumet aku."

"Haha...."

September 25, 2013

Kau Ditakdirkan Untukku

Aku terbangun dengan sedikit terkejut. Lantaran, ketika mengulet, tidak sengaja lenganku seperti menyentuh wajah seseorang. Aku mengusap-usap belek mata. Mencoba memastikan, mencoba menetralkan alam bawah sadar, mengusir sisa rasa kantuk yang masih menggelayut mata.

Masya Allah! aku baru ingat. Ini adalah sepertiga malam yang pertama, kasurku terbagi kepemilikannya. Hahaha.... aku geli sendiri melihat kebodohanku. Bukankah wajah yang tidak sengaja ku sentuh tadi adalah wajah seorang perempuan yang sudah syah menjadi pendampingku. Tepatnya, baru genap sehari ia menjadi makmumku, yang akan menemani ibadah-ibadahku. Setelah akad nikah kemarin tentunya. Alhamdulillah.... Alhamdulillah...

Melunasi kepastian

Aku tengah terbaring. Menampa kepala dengan kedua telapak tangan yang saling merekat. Seketika terbesit satu nama dalam ingatanku. Tentang seseorang yang rasanya sudah cukup lama aku tidak sapa. Pun demikian dengannya, barangkali juga ia tidak merasa perlu untuk menghubungiku lebih dulu.

Kami sedang membentangkan jarak lebih lebar dari biasanya. Dan secara tidak sengaja, seperti sepakat untuk memutuskan segala macam bentuk komunikasi dua arah. –meski rangkaian doa tidak pernah benar-benar putus karena hal itu. Akan dan selalu terhubung.

Dan malam ini, tiba-tiba saja aku ingin sekali mendengar kabarnya. Apa ini bagian dari permainan rindu? Mungkin saja.

September 24, 2013

Rasa ngilu yang ada di hati

Ada seseorang yang mengaku pandai sekali menyembunyikan rasa dalam hatinya. Meskipun setiap waktu, rasa itu terpupuk baik. Tumbuh subur tak terduga. Bertambah mekar, merekah sempurna. Seseorang itu tetap dalam pendirian. Rasa itu cukup hanya ia yang tahu. Tidak merasa perlu untuk disampaikan. Rasa yang dinikmati diam-diam. Rasa yang boleh jadi hanya dirasakan sendirian.

Ada seseorang yang merasa lebih baik menyimpan kekaguman dalam hati. Bukan berarti tidak cukup nyali untuk berterus terang. Hanya saja ia ingin memelihara kenyamanan hati sendiri. Karena boleh jadi ketika rasa itu terungkap sudah, ia akan kehilangan sesuatu yang sudah lama ia pelihara, ia nikmati keberadaanya.

Bimbang kembali

Barangkali, ketika seseorang memutuskan untuk kembali melangkah, hendak pulang atau memulai lagi perihal yang pernah ia tunda dalam waktu yang cukup lama, sedikit banyak akan ada pertarungan dalam batinnya. Benarkah ini waktu yang tepat? haruskah aku pulang sekarang? apa aku masih dibutuhkan? masih akan disambut baik? atau?

Kamu akan tertegun cukup lama, merenungi perdebatan dalam diri sendiri. Tentang kemungkinan-kemungkinan yang sebenarnya hanya jelmaan keresahan hati. Benarkah demikian? aku tak tahu.

Kepolosan rasa

by @pipitsunny
Angin mendesir, memainkan anak rambut yang tergerai bebas. Dia masih saja asyik membaca kalimat-kalimat yang tersusun rapi di halaman sebuah novel. Sudah sejam ini aku hanya diam, tidak tahu harus melakukan apa. Tidak merasa perlu pergi, tidak juga mencoba mengajaknya berbicara. Hanya menemani ia membaca, sesekali memperhatikan raut wajahnya yang berubah-ubah. Kadang serius, kadang tersenyum tipis, merengut sebal atau lebih banyak tanpa ekspresi.

Ah, aku selalu suka melakukan itu. Meski ya itu, hanya menemani, tidak perlu ada percakapan apa-apa.

Ada semacam perjanjian rumit beberapa waktu lalu, setelah aku resmi berkenalan dengannya. Katanya, ketika mood bacanya sedang datang, aku harus sabar menunggu ia membaca sampai selesai. Kapanpun dan di manapun. Selepas itu, baru waktu senggang yang ia miliki bisa dibagi denganku. Meski tidak mengapa kalau aku memilih untuk pergi. Itu semacam syarat yang me-legalkan aku untuk bisa mengenal lebih jauh lagi tentangnya. Alih-alih bisa mendapatkan hatinya.

Rindu yang menunggu

Beberapa hati, ketika merindu hanya bisa menunggu.
Beberapa rasa, ketika bersuara hanya bisa menyapa dalam doa. 

September 13, 2013

Lelaki yang bertemankan kedinginan

Kantuk malam ini terlalu bebal untuk datang tepat waktu. Bahkan ini sudah memasuki waktu pagi. Sudah lebih dari tengah malam. Mungkin karena pikiranku sedang berselancar bebas, entah apa yang seharusnya dominan. Atau karena persoalan yang menyemut masih terlalu tegar berseliweran di beranda kepala.

Rindu pulang. Jangan-jangan itu akar masalah sebenarnya. Entahlah!

Aku memutuskan keluar kos-kosan yang panas ini, sangat kontras sekali dengan udara malam. Kota yang baru diguyur hujan satu jam lalu. Berjalan luntang-lantung ke sembarang arah, menikmati semeriwing angin yang berhembus tidak sabaran.

Sampai bertemu di kesempatan itu

Tiara, masih terbaca jelas pesan singkatmu di kotak virtual sehari sebelum kau berpamitan. Katamu, "esok aku sudah harus kembali lagi menuntut ilmu. Terima kasih sudah menjaga silaturrahim satu minggu ini. Semoga kita bisa bertemu di kesempatan yang lebih baik."

Aku mengangguk meski kau tidak akan bisa melihatnya. Termasuk helaan nafas keberatan.

Barangkali kita adalah dua orang yang dipertemukan waktu untuk saling mengenal, dua orang yang dipertemukan jarak untuk tetap berjauhan. Hingga waktu dan jarak mulai berdekatan memberi pemahaman. Bahwa jarak bukanlah pemisah untuk doa-doa yang dipanjatkan. Bukanlah penghambat untuk harap yang terus tumbuh bermekaran.

Dan kita adalah dua orang yang sama-sama yakin, pada akhirnya jarak akan memerdekakan diri menjadwalkan pertemuan. Dan waktu yang membawa kabar gembiranya.

"hati-hati untuk tetap menjaga diri. Sampai bertemu di kesempatan itu." Kataku membalas pesanmu.


EPILOG ASA

Selamat pagi harapan-harapan yang terlahir beruntung, dari rahim doa-doa yang dilafadzkan semalam. Tumbuhlah layaknya anak-anak yang cerdas, teguh pendirian dan pandai bersyukur. Menjadi tulang punggung masa depan yang layak diperhitungkan zaman.

Selamat pagi kebaikan-kebaikan yang baru saja menetas sempurna. Dari induk telur yang teguh mempertahankan keikhlasan. Bekerja keraslah layaknya anak itik yang pandai mengais kebijakan alam. Kelak usahamu menjadi pionir terkabulnya doa-doa dan harapan.

Selamat pagi tunas-tunas muda pembawa kabar gembira. Dari kecambah-kecambah unggul doa-doa orang tua. Menjulanglah tinggi, hingga menggapai puncak pengampunan Tuhan. Memerdekakan jiwa dari kukungan dosa-dosa dunia.

Selamat pagi bumi tempat mereka berpijak. Semoga aku masih sempat bertemu dengannya, -harapan-harapan, kebaikan-kebaikan, doa-doa pembawa kabar gembira. Selama nafas masih terhirup sempurna.

September 12, 2013

Alasan ingin membaca novel MayaMaia

Bulan di luar sana sedang siaga, wajahnya sumringah sekali. Mulai memamerkan cahaya matahari yang menerpanya. Tidaklah peduli ia, kalau cahaya yang membalut tubuhnya hanyalah pinjaman. Cahaya pantulan.

Ah, lupakan paragraf pembukaan tadi. Aku sendiri sedang mengurungkan diri di ruang kerja sederhana. Sejak senja sempurna tenggelam, satu jam yang lalu. Bertemankan tumpukan buku yang baru saja sampai, dan mulai hari ini mereka resmi menjadi bagian project-ku.

Malam ini aku berencana melunasi waktu dengan memberi perhatian lebih kepada mereka. Men-database, memberi nomor urut dan menyampul, seperti buku-buku sebelumnya. Sembari diselangi dengan menyuap potongan roti tawar yang sudah dibubuhi selai stroberi.

Bagian dari proposal masa depan

Suatu hari, ketika sedang menikmati senja yang temaram. Aku bercerita kepada sahabatku, bahwa aku kelak ingin berdampingan dengan seseorang yang memiliki dunia yang sama. Hobi membaca dan menulis. Dan bersamanya membangun sebuah taman baca pribadi di teras rumah sederhana kami. Ah, bagiku itu sebuah mimpi yang benar-benar menggairahkan masa depanku. Sungguh! 

Dan senja lusa lalu, tiba-tiba saja kamu kembali menyapaku –Setelah bertahun-tahun tidak bertemu. Kamu mengaku masih ada ketertarikan dengan dunia tulis-menulis. Kebetulan pula, kita mengidolakan seorang penulis yang sama. Kemudian kita habiskan petang itu dengan membahas novel yang sama-sama sudah kita hafal alur ceritanya.

September 11, 2013

Perihal tempat pulangnya kepergian.

Kau tahu, seseorang memiliki hak personal untuk bebas datang dan pergi sesuai kehendak hatinya. Tentu terlepas dari kewajibannya untuk menetap lebih lama, atau pergi yang tidak perlu kembali lagi. Bukankah memang begitu peraturan dasar bertamu di muka bumi ini? ada yang datang, ada yang pergi.

Dari sisi personal, perihal datang dan pergi memang sesederhana itu. Seperti kita mengunjungi sebuah kafe atau tempat singgah lainnya, setelah dahaga tuntas, ia lengang untuk pergi, tidak ada ikatan yang mengharuskannya menetap, bahkan kembali. Lagi-lagi ini pilihan hatinya sendiri.

September 09, 2013

Pilihan paling sakral masa hidupmu



Barangkali memang benar, bahwa dalam proses perjalanan hidup seseorang, ada beberapa moment pengambilan keputusan yang sangat ‘sakral’ bagi keberlangsungan hidupnya.

Adalah kali ini tiba giliranmu, sahabat baikku.

Bagaikan ia harus benar-benar masak, memilah satu alenia babak baru yang harus dilakoni. Agar perunutan nasib-nasib baik berjalan sesuai ketentuan takdirnya. Kebetulan-kebetulan –yang sebenarnya hanya istilah manusia- menjadi kebetulan yang sangat sempurna. Sesuai harapan.