Januari 31, 2016

PERISTIWA SHUBUH

Ini kisah segelintir orang yang menempuh jalan setapak menuju rumah Allah di kota ini. Pada waktu shubuh dini hari. Ini kisah tentang langkah kaki yang mulai ringan karena telah dididik menjadi kebiasaan rutin. Meski kelopak mata selalu saja berat terbuka. Udara pagi yang menggigilkan raga. Dan perseturuan antara hawa nafsu untuk tetap tidur dengan niat mencari ridho-Nya.

Ini kisah segelintir orang yang tidak kurang jemari untuk menghitung jumlah mereka. Tentang satu -dua pemuda dan sisanya 'pemuda-pemuda' yang pernah hidup di masanya. Berdiri tegak membentuk shaf yang lurus dan rapat. Mendirikan shalat dua rakaat.

Ini bukan kisah para ashabul kahfi yang mengasingkan diri menuju goa untuk menyelamatkan iman mereka. Sebab 'kelompok' kecil ini merdeka untuk mengimani Tuhannya. Tapi ini kisah segelintir orang yang menghidupi pagi. Menjadi contoh kecil bahwa ada yang lebih baik dari sekedar tidur terbuai mimpi. Shalat yang harus didirikan di waktu-waktu yang telah ditetapkan-Nya.

Januari 29, 2016

SEBARIS KALIMAT 4

Satu hari di dalam seminggu, biasanya Jumu'ah dan Kahfi selalu duduk bersama, mempersiapkan kebaikan dan  perlindungan untuk dua pekan. Pastikan kamu ikut rencana mereka juga. Dengan bertilawah bersama.

Januari 28, 2016

TEMAN IMAJI

Teman imaji yang baik adalah harapan. Ia selalu bersedia menyalakan api semangat yang hampir padam.

Teman imaji yang baik adalah semangat. Ia selalu mampu membangkitkan dirimu yang hampir kelelahan. Yang terlanjur jenuh menunggu kepastian datang. Memupuk kembali rasa sabar.

Teman imaji yang baik adalah kesabaran. Ia yang mengingatkanmu untuk selalu percaya kekuatan doa. Bahwa setiap doa-doa itu akan dikabulkan.

Teman imaji yang baik adalah doa. Ia selalu meyakinkanmu bahwa semua akan baik-baik saja pada waktunya.

Maka berteman lah terus dengan mereka semua. Kita boleh punya teman baik lebih dari satu kan

Maka mulailah jadikan mereka teman yang lebih nyata. Bukan sekedar imaji.

Januari 27, 2016

SEPOTONG KISAH 2 : AWAN YANG RAPUH

Ini kisah segumpal awan putih yang pandai merahasiakan keluhannya. Hingga hatinya berubah pekat dan gelap. Menunggu titah allah untuk menumpahkan semua bebannya. Saat itulah hujan pun turun.
Kisah seseorang yang pandai menyembunyikan kesedihannya. Dengan wajah yang tetap ceria di mata manusia. Tidak sekalipun ia menaruh harapan yang berlebihan kepada manusia. Sebab ia tahu, salah menjatuhkan harapan hanya akan menambah beban luka.

Seseorang yang selalu tegar menjalani kehidupannya. Meski langkah kaki terasa lelah. Menempuh arah yang tak juga terang untuk mengobati harapannya. Meski telapak tangan mulai pegal menjinjing beban dunia. Ia tidak lepas begitu saja, karena seberat apapun dunia yang dijalaninya. Ia masih butuh lebih lama lagi hidup di alam fana. Bekalnya belum cukup untuk kembali pulang ke kampung halaman sebenarnya.

Ini kisah seseorang yang tahu harus menumpahkan setiap keluhnya ke pangkuan siapa. Tahu waktu-waktu terbaik ia menumpahkan semua air mata yang menggenang lama. Di sepertiga malam. Menunggu Allah menyediakan bahu di waktu terbaik yang dijanjikan-Nya. Waktu setiap doa-doa akan didengar. Setiap rintihan hati akan ditanggapi. Waktu untuk 'hujan' rindu tidak perlu lagi di tahan. Karena telah datang titahnya.

Ini kisah segumpal awan yang pandai menyimpan keluhannya. Dan seperti yang sudah diketahui bersama. Awan itu rapuh. Seperti hati manusia.

Januari 26, 2016

SEPERTI DAUN-DAUN

Ketika berharap. Berharaplah sebanyak helai dedaunan sebuah pohon. Meskipun setiap saat daun-daun itu satu-satu lepas dari tangkainya. Di luar kuasa sang pohon. Biarkan daun-daun itu diterbangkan kemanapun angin membawanya. Menjadi harapan baru untuk makhluk lainnya. Daun-daun itu akan menjadi salah satu pupuk alami.

Biarkan harapan itu gugur satu-satu jika memang bukan waktu terbaiknya.

Rahasia kecilnya : daun-daun baru akan bertumbuh esok harinya. Menggantikan daun-daun yang lepas dari tangkainya.

Dan pastikan harapan-harapanmu pun demikian.

MENGGENGGAM DUNIA DAN SEISINYA

Wahai diri, maukah kau kuberitahu satu hal yang menarik. Setiap hari seakan kau punya kuasa untuk menggenggam dunia dan seluruh isinya. Maukah kau tahu soal itu?

Baiklah, dengarkan baik-baik. Wahai diri, jika kau memang ingin menggenggam dunia beserta seluruh isinya. Mulai hari ini, bertekadlah untuk membiasakan diri untuk bangun jauh lebih pagi dari terbitnya mentari. Bangun sebelum telinga kau mendengar kokok ayam jantan bersahut-sahutan. Bangun lebih pagi sebelum burung-burung seak kembali ke sarangnya masing-masing.

Dan mulai sepagi itu, langkah kakimu perlu dididik untuk terbiasa menjelajahi jalan setapak, ketika udara dingin. Sekalipun kala hujan turun. Langkah kaki kau harus sampai ke masjid dekat rumah. Kulitmu perlu beradaptasi dengan dinginnya air yang mengucur di kran. Ambillah wudhu dengan sempurna. Dan wahai diri, yang kau perlu kerjakan hanyalah dirikan shalat dua rakaat sebelum muazin mengumandangkan iqomah. Shalat sunah qobliah shubuh.

Wahai diri, sepanjang yang aku ketahui. Rasulullah pernah bersabda, sungguh dua rakaat itu lebih baik dari dunia dan seisinya.

DALAM KEHENINGAN

Menjadilah keheningan malam.
Kala asa larut dalam doa-doa.
Menyadarkan diri dari bunga-bunga mimpi.
Mengetuk pintu hati yang termenung menyendiri.

Menjadilah keheningan malam.
Kala rindu akan tempat kepulangan.
Berserah dalam sujud panjang.
Larut dalam pengakuan dosa-dosa.
Memohon ampunan dengan doa-doa.


Januari 25, 2016

IQRA' & SELAMAT MENULIS

IQRA'. Bacalah! Begitu titah Allah dalam kalam pertama-Nya. Membaca dengan menyertakan nama-Nya yang Agung. Membaca tanda-tanda kebesaran-Nya. Untuk menyakini kesempurnaan-Nya.

IQRA'. Bacalah! Adalah Muhammad, Rasulullah yang paling pandai membaca. Membaca kesempurnaan Sang Penciptanya. Membaca dengan tingkat iman paling tinggi tiada bandingan. Membaca dengan level syukur yang tiada terukur.

Dan kau tahu, apa-apa yang telah kau baca selayaknya akan lebih terikat ketika kau menuliskannya. Seakan seruan itu ada berkelanjutan : Bacalah, kemudian Tulislah!

Dan lagi-lagi Muhammad, Rasulullah yang paling pandai menulis ulang apa-apa yang beliau baca. Dari Firman Tuhanya. Muhammad, Rasulullah sepanjang hidupnya menuliskan itu semua dengan suri tauladan yang baik. Menulis dengan tutur kata yang jujur. Menulis di berbagai majlis dengan menyampaikan hal-hal yang benar. Muhammad, Rasulullah menulis semua yang di firmankan Tuhannya dengan amanah. Dan semuanya sangat dapat di percaya. Muhammad, Rasulullah menulis itu semua dengan teladannya. Sepanjang hidup, untuk menyampaikan kebenaran adanya Tuhan yang Maha Esa. Allah yang memerintahkan manusia untuk membaca. Muhammad, Rasulullah menulis untuk menyelamatkan umatnya.

IQRA. Bacalah! Kemudian tulislah apa-apa yang sudah kau baca. Seperti orang-orang shalih yang pernah hidup di zamannya. Menulis dengan ilmunya. Menyampaikan pesan-pesan Rasulullah dengan sejarahnya. Menulis teladan sahabat-sahabat Rasulullah dengan kecintaan Nabinya.

Seperti itulah manusia-manusia terpilih pada zamannya. Pandai membaca dan menulis ulang intisari dari yang mereka baca. Mereka menulis sejarah terbaiknya.

Dan kau tahu, kita hidup di akhir zaman yang mudah untuk menemukan bacaan. Tidak terlalu sulit untuk mencari. Tersedia di mana-mana. Hanya perlu meluangkan waktu untuk membacanya. Dan kita selalu bisa menuliskan semua yang telah kita baca. Minimal menulis dengan kebaikan-kebaikan. Menulis dengan pemahaman-pemahaman. Menjadi manusia yang lebih baik pada zamannya.
Selamat menulis!

Januari 24, 2016

SEPOTONG KISAH - POHON YANG TEGAR

Ini kisah tentang sebatang pohon kedondong di pinggir rumah. Setiap pagi banyak kehilangan daun-daunnya. Berguguran. Namun ia tetap tegar. Bukan karena ia masih memiliki banyak daun-daun di tangkainya.

Ia tegar karena mengerti , bahwa apa-apa yang melekat padanya, adalah titipan. Yang ia punya saat ini semata-mata hanyalah pemberian. Dan ketika masanya semua itu diambil, itu untuk kebaikannya.

Rahasia kecilnya : esok lusa akan tumbuh daun-daun muda yang baru. Pemberian di masa berikutnya.

Januari 23, 2016

LAKUNA

Benar adanya, hidup ini layaknya rintik-rintik hujan yang turun di atas kolam. Sepersekian detik, rintik-rintik yang turun itu melebur menjadi satu dengan air kolam. Sudah tidak bisa dipastikan lagi, mana air yang baru datang dan mana air yang memang sudah ada di kolam.

Bak tetes-tetes hujan yang menyapa air kolam. Seperti itulah perkenalan kita.

Dalam keseharian hidup ini, manusia-manusia datang pergi silih berganti. Dengan atau tanpa memulai perkenalan. Pada akhirnya, seiring berjalannya waktu, begitu saja, mulai melebur dari sendiri-sendiri menjadi kelompok-kelompok kecil. Mengakrabkan diri sebagai manusia yang cenderung menjadi makhluk sosial. Hidup bermasyarakat. Yang pada akhirnya, tidak jelas lagi mana manusia pribumi di wilayah itu. Mana yang pendatang.

Sebagian kecil, untuk yang biasa-biasa saja. Manusia-manusia itu hanya saling bertegur sapa. Basa-basi ketika bertemu di jalan. Tidak ada kepentingan yang mengharuskan mereka bercakap-cakap dalam waktu yang lama. Alih-alih sebenarnya mereka tidak saling mengingat nama. Hanya kenal sebatas wajah. Tentang si anu yang rumahnya di sana dan si anu yang baru pindah minggu lalu.

Tapi tidak berlaku dengan kita berdua. Di suatu hari yang lampau. Kita memutuskan untuk berkenalan. Kita mengenal satu sama lain setelah saling menyebutkan nama. Kita merasa perlu saling mengenalkan diri. Bertukar informasi tentang kesukaan ini dan itu. Saling memberitahukan waktu luang masing-masing dalam jeda waktu seminggu. Berharap ada satu atau dua kesempatan waktu luang itu akan bersisian. Untuk kita sepakati sebagai waktu pertemuan berikutnya. 

Pada akhirnya kita pun mulai melebur menjadi kebersamaan yang nyaman. Lebih intens bertemu membicarakan apa saja. Dan ketika dalam jeda waktu yang cukup lama tidak ada kesempatan untuk bertemu. Atau sekedar saling menyapa menanyakan kabar masing-masing. Saat itulah kita seperti sedang kehilangan sesuatu. Menjadi hari-hari yang ganjil.

Bak tetes-tetes air hujan yang datang menyapa air kolam. Seperti itulah perkenalan kita.

Kita tidak akan menyadari air kolam itu berkurang atau tidak ketika kondisinya selalu penuh. Ketika musim hujan sedang benar-benar panjang. Tapi lain hal jika musim kemarau datang. Kita akan mulai menyadari air kolam itu ternyata surut. Airnya banyak berkurang.

Mungkin seperti itulah gambaran kita saat ini. Ketika pada akhirnya waktu menguji perkenalan itu. Meregangkan waktu kebersamaan. Yang entah berlangsung sampai kapan.

Barangkali kita berdua sedang sama-sama menanti waktu musim hujan periode berikutnya.

Ps : lakuna (ruang kosong, bagian yang hilang)

SEBARIS KALIMAT 3

Dan di atas jagat raya yang luas. Kami lebih banyak menginjak daripada bersujud.
Pada udara yang melimpah. Kami lebih banyak mengeluh dibanding bersyukur.
Pada hamparan cinta seluas alam raya. Kami lebih banyak berharap daripada memberi.
Pada rindu sedekat urat nadi. Kami lebih banyak menyendiri, malu-malu mengakui.

NEKO TOWN

Suatu siang di sudut pasar.

"Bernostalgia dengan masa lalu?" Ken membuyarkan lamunan Noir. Lagi-lagi sobatnya itu tertangkap basah tengah memperhatikan manusia keluar masuk pet shop. Di sana kucing-kucing terlihat lucu dan menggemaskan.

"Bulshit lah manusia-manusia yang mengaku pencinta kucing sejati blablabla.... Mana ada yang mau menampung kucing-kucing jelek kotor seperti kita. Lagipula buktinya kau...." Ken menggantungkan kalimatnya. Raut wajah Noir seketika menjadi tajam. Sensitif jika sudah menyinggung manusia. Ken bertekad membangunkan sobatnya dari mimpi di masa lalu.

"Hei tunggu No." Ken berusaha mengimbangi langkah Noir. Tertatih karena luka kakinya masih nyeri.

"Bergegas, Ken. Jangan terlambat." Tegas Noir tanpa menghentikan langkahnya.

"Hei, tadi siapa pula yang menghabiskan waktu melamun di tempat nggak berguna itu." gerutu Ken.

"Arah jam 12 Ken. Lapak ikan itu yang menjadi target kita." keduanya mempelajari situasi. "Jangan ceroboh seperti kemarin." Noir mengingatkan.

"Aye-aye, sir."

"Ingat! Kau cukup jadi pengalih perhatian. Aku yang eksekusi."

Ken selalu bertindak semaunya. Luka di salah satu kakinya sebagai bukti nyata kecerobohannya.

"Hari ini kau bosnya, sobat." Ken menyeringai melangkah ke tkp.

****

Hari menjelang siang. Suasana pasar semakin riuh oleh pembeli yang datang. Ibu bertubuh besar menjinjing tas belanjanya ke lapak pak tua. Penjual ikan terbesar di pasar ini.

Meow.

"Duh lucunya kucing ini." si ibu bertubuh besar membelai kepala kucing yang melendot manja di kakinya. Tentu saja kontras dengan wajahnya yang sebal. Menjadi pengalih perhatian seperti ini yang paling dibenci Ken. Kaki cederanya menjadi alasan.

"Bagilah ikan yang kecil satu pak tua. Kasihan kucing ini kelaparan.

Ken pura-pura mengeong manja.

"Tak boleh lah. Nanti itu kucing mengundang konco-konconya. Rugilah aku."

Setelah situasi dirasa aman Noir mulai beraksi. Menyelinap lincah. Perhatian pak tua terpusat ke si ibu bertubuh besar yang terus saja menawar.

Cekatan Noir menyambar satu bungkus besar ikan segar. Langsung melesat pergi setelah targetnya didapat.

Ketika misi sudah hampir sukses. Saat itulah Ken kembali mengacaukan situasi. Ken nekat ikut memboyong satu ikan mas besar yang sedari tadi menggiurkan. Pak tua kalap. Memaki-maki sambil mengacungkan pisau. Mengejar Ken.

Malang. Cedera memperlambat pergerakan Ken. Saat pak tua hampir menangkap Ken. Noir langsung memutar arah. Melompat cepat menyambar tali pengikat spanduk besar yang terpasang di depan lapak ikan. Spanduk lepas menimpa pak tua.

Noir dan Ken pun kabur meninggalkan pak tua yang panik gelagapan.


****


"Lagi-lagi kau mengacau, Ken." gerutu Noir menaiki anak tangga.

"Ayolah, sobat. Tadi itu seru. Aksimu seperti ninja hebat. Briliant!" ujar Ken mengangkat telapak tangannya. Mengajak tos. Alih-alih Noir malah menginjak luka kaki Ken yang kembali berdarah. Meninggalkan Ken yang mengaduh.

"Tingkah konyol apalagi yang kau buat Ken?" Chila menghampiri. "Wajah Noir sampai berlipat. Siapa lagi kalau bukan kau penyebabnya."

"Dia lagi-lagi memperhatikan toko kucing manja itu. Aku hanya ingin mengalihkan perhatiannya. Nggak lebih."

"Semua butuh waktu, Ken."

"Berulang kali aku bilang. Manusia nggak ada yang benar-benar suka kita. Itu omong kosong."

"Tindakanmu menambah kecemasannya Ken. Kita belum juga berhasil menemukan anggota NEKO yang di karungi kemarin." protes Chila.

"Sudahlah. Aku lapar. Bantu aku membawa hasil jarahanku ini."

"Bawa sendiri." Chila melengos kembali ke atas.

Ken melotot sebal. Mau tak mau kembali menggigit satu ekor ikan mas yang menjadi penyebab pertengkarannya dengan Noir.

****

"Hei, fren hasil jarahan besar itu kawan. Bakalan ada pesta nih." gurau Gotoh bos tikus yang sedang dipijat anak buahnya.

Noir acuh. Malas berbasa-basi.

"Bagaimana tawaranku kemarin? Aku bantu kerahkan anak buahku melacak keberadaan anggota keluarga......"

"Nggak perlu repot-repot mengotori tanganmu yang sudah kotor itu, Got. Aku bisa mengatasi masalah keluargaku sendiri."

"Hahaha tanggapan dingin seperti biasanya."


Di bangunan bekas kebakaran ini dua koloni ini berbagi ruang tinggal. Ruko tiga lantai yang luluh lantah oleh kobaran api.

Ada kesepakatan tak tertulis. Lantai dua adalah wilayah kekuasaan Gotoh, tikus got berbulu hitam pekat. Tubuhnya sama besar dengan Noir. Memakai penutup mata sebelah bak bajak laut. Konon katanya mata satunya juga hampir buta jika bukan karena Noir yang membantunya melarikan diri waktu pembasmian tikus besar-besaran di pasar.

Alasan itu yang membuat Gotoh benci sekali dengan manusia. Kesepakatan yang ditawarkannya tadi tidak lain untuk menggempur habis barang-barang pedagang di pasar. Noir menolak, karena bagaimanapun mereka masih membutuhkan pasar untuk mencari makanan.

Anak buah Gotoh ribuan tersebar di mana-mana. Markas mereka berantakan sekali. Sampah berserakan di mana-mana. Bau pesing menyengat. Tapi itu keuntungan untuk Noir. Bangunan itu sempurna terisolasi dari manusia. BIG GOTOH. Itu nama markasnya.

Dan di lantai paling atas adalah tempat Noir dan Ken berteduh. Menampung puluhan anak-anak kecil yang terlantar. Kucing-kucing yang sengaja di buang ke pasar. Setiap hari jumlahnya bertambah.

Noir dan Ken mendidik mereka agar dapat bertahan hidup. Dua tahun kebelakang Chila bergabung. Menjadi satu-satunya kucing betina yang dewasa. Anak-anak yang beranjak remaja, diajarkan strategi untuk membantu operasi di pasar. Mencari makanan. Salah satunya Motu dan kelompok kecilnya. NEKO TOWN. Itu nama rumah mereka.

Puluhan anak kucing menyambut hangat kedatangan Noir. Mereka riang sekali keluar dari tempat main masing-masing.

"Motu, kerja bagus untuk tim kalian hari ini. Bimbing adik-adikmu biar makannya tertib dan nggak saling berebut."

Motu mengangguk.

****

Sore itu, di depan pet shop yang sama. Noir tiba-tiba terpaku. Melihat majikannya dulu baru saja keluar pet shop menjinjing bayi kucing berbulu hitam. Mirip dirinya sewaktu kecil.

Kenangan itu berkelabatan. Remuk sudah harapannya. Harapan untuk kembali bersama manusia yang disayanginya.

"Tuh apa aku bilang." Ken menepuk jidat. Ia diam-diam mengikuti Noir yang keluar dari NEKO TOWN.

Pengenalan tokoh :
Noir : kucing berbulu hitam mengkilap. Berbuntut panjang. Kucing tercepat dan lincah. Sikapnya dingin. Tatapannya tajam. Tidak banyak bicara.
Ken : kucing hitam-coklat berbulu jabrik. Berbuntuk pendek melingkar. Kucing paling tahan banting. Ceroboh. Susah diatur. Banyak bicara. Setia kawan. Sejak kecil selalu jadi korban pembuangan antar pasar.

Januari 22, 2016

JIKA HATIMU ADALAH RUMAH

Tuan rumah yang baik selalu berkewajiban menyambut kedatangan tamu-tamunya dengan baik. Tuan rumah yang bijak bisa menentukan mana tamu yang layak untuk diberikan kesempatan menginap atau bahkan tinggal menetap. Dan mana tamu yang tidak layak.

Tuan rumah itu hati. Tamu adalah perasaan yang datang.

Jangan sampai rumah yang tadinya nyaman. Jadi berantakan hanya karena satu tamu yang datang tidak sopan. 

Januari 21, 2016

SEBAIKNYA DIKURANGI

Mengeluh di media sosial. Ibarat kamu sedang numpang bercermin di tempat keramaian. Sengaja menunjukkan ‘jerawat’ di wajah. Mata yang sendu sedang menahan sedih. Wajah yang merah karena menahan marah. Beberapa orang mungkin akan menoleh sebentar. Pura-pura simpatik. Menatap prihatin. Menertawakan, (karena ada orang dengan wajah yang sedang tidak enak di pandang sempat-sempatnya bercermin di tempat seperti ini.) Dan bahkan lebih banyak yang acuh tidak peduli. 
Mengeluh di media sosial ibarat kamu sedang numpang bercermin di tempat keramaian. Datang dengan wajah penuh ceremot. Minta di komentari. Yuuk sebaiknya mulai dikurangi.

HATIMU BERADA DI MANA? (BLEACH 160)

“Awww….. Apa yang kau lakukan, Kaien-dono?”

“Kau tidak menjawab meskipun aku sudah berteriak padamu!”

“Apa jadinya bila nanti kepalaku pecah?!”

“Kepalamu pecah? Apa kau sedang tidur sambil berjalan? Ya ampun berhentilah melamun! Kita hampir sampai.”

Ini.

“Kau akan kutinggal, Kuchiki!”

“Iya, aku minta maaf!”

Angin menyentuh kepalaku. Kami melewati jalan di hutan. Aroma dari rerumputan. Matahari bersinar dengan terang. Burung-burung berkicauan.

“Hey! kau ingin pergi ke mana?”

Aku ingat tempat ini! Aku ingat dengan setiap pohonnya. Aku ingat perasaanku bercampur antara gelisah, gembira dan nyaman. Inilah gunung Koifushi, terletak di utara distrik 3 rukon barat. Ini adalah tempat pertama kali Kaien-dono melatihku.

***
“Kau adalah anggota baru. Aku adalah wakil kapten, Shiba Kaien! Senang bertemu denganmu.”

“Iya, Hi!”

“Iya, Hi? Salam macam apa itu?! Wakil kapten memperkenalkan dirinya padamu! Kau seharusnya menyebutkan namamu dan berkata : Senang bertemu denganmu juga. Siapa namamu?”

“Kuchiki Rukia.”

“Oh! Terus?”

“Senang bertemu denganmu juga.”

“Bagus! Baiklah Rukia.”

Itu perkenalan biasa. Dia memarahiku seperti yang lainnya. Itu hubungan yang biasa seperti atasan dan bawahannya.

“Aku ucapkan selamat datang di divisi 13. Kapten kami punya kesehatan yang tidak bagus, jadi akulah yang menangani segala sesuatunya di sini. Jadi aku tidak keberatan kalau tidak sengaja memanggilku ‘kapten kaien’.”

“Saya akan memikirkanya.”

Tapi hubungan biasa adalah hubungan yang selama ini paling aku cari.

***
“Ada apa? Kita masih belum selesai! Maju sini.”

“Sekali lagi.”

Burung terbang. Aku terpaku dengan burung itu untuk sesaat. Kaien-dono menahan seranganku dari bawah. Aku ingat semuanya. Aku seharusnya berkosentrasi dan tidak melihat kea rah lain.

Kruuuuk!

“Kau ingin makan ya? baiklah, baiklah jika kau sangat ingin menginginkannya.”

“Aku tidak lapar Kaien-dono. Barusan cuma….”

“Jangan malu-malu seperti itu.”

“Kaien-dono jangan melempar pedangku seperti itu! berbahaya tau!”

“Semua orang pasti lapar. Jadi tidak usah malu seperti itu.”

“Tidak….. tapi…..”

Saat itu ada satu hal yang membuatku khawatir. Apa tempatku benar-benar di sini? Di mana hatiku harus ku taruh? Kenapa aku ada di sini?

“Huh?”

“Kenapa aku ada di sini?”

“Kalau itu sudah jelas! Supaya kau bisa bertarung untuk melindungi sesuatu.”

“Melindungi apa itu?”

“Kau itu ngomong apa sih? Tentu saja untuk sesuatu yang penting!”

“Jawabanmu kurang jelas. Bisakah anda memberikanku jawaban yang jelas?”

“Jawaban yang jelas ya? Kuchiki apa kau sudah tahu teori dari kapten kita?”

“Tidak.”

“Ada dua jenis pertarungan. Pertarungan untuk melindungi nyawa dan pertarungan untuk mempertaruhkan harga diri. Itu teori dari Kapten Ukitake. Tapi menurutku Kuchiki, yang paling penting adalah kita harus melindungi suatu hal yang mirip dengan itu.”

“Yang mirip dengan itu? Apa itu?”

“Hatimu.”

“Hehh… itu terlalu cengeng.”

“Wooy aku sedang serius tau! Ngomong-ngomong aku ingin bertanya sesuatu kepadamu, Kuchiki. Menurutmu hatimu berada di mana?”

“Huh?! Kalau itu…. Kalau itu…. Aku pikir di sekitar sini.”

“Mungkin juga. Aku pikir hati bisa ditemukan di sini. Ketika kita bertemu, hubungan tercipta ketika kita pertama kali berkenalan.  Hati kita tidak ada di dalam tubuh kita. Ketika kita memikirkan sesuatu atau memikirkan orang lain, di saat itulah hati kita tercipta. Jika aku satu-satunya orang di dunia ini, aku tidak mungkin mempunyai hati. “

Benar! Itu yang dikatakan Kaien-dono.

“Tak perlu ada yang kau khawatirkan. Jika kau ingin berada di sini dari lubuk hatimu yang paling dalam, itu berarti hatimu ada di sini. Jika hatimu ada di sini, itu berarti kau harus ada di sini. Lalu…. Tapi Kuchiki ketika kau harus bertarung, ada satu hal yang tidak boleh kau lakukan. Itu adalah…. 
Mati sendirian. Jika kita mati, tubuh kita akan menjadi debu. Lalu ke mana hati kita akan pergi? Hati kita pergi ke teman-teman kita.”

“Mereka pergi ke teman-teman kita?”

“Jika mereka pergi ke teman-teman kita, hati kita bisa hidup bersama mereka. Jadi Kuchiki, jangan sampai kau mati sendirian. Kau mengerti kan, Kuchiki?”

 



    

Januari 20, 2016

DI WAKTU TERTENTU

Di waktu-waktu tertentu kita akan kehilangan diri sendiri. Tiba-tiba merasa tak ada upaya untuk sekedar memberi jawaban tentang sebenarnya apa yang sedang kita inginkan.
Kita asing dengan diri sendiri. tidak yakin harus melakukan ini atau sebaiknya melakukan itu.
Dan di saat itu harus ada sosok di luar dirimu sendiri yang datang sekedar berbasa-basi,
“kamu berbeda, nggak seperti biasanya.”
Seseorang yang pura-pura memukul bahu kita yang sedang tidak terlihat bergairah. Kehilangan semangatnya.
Di waktu-waktu tertentu, kita akan sibuk dengan dunia sendiri, seolah-olah kita berada di dunia lain yang orang lain tidak akan mengerti. Kita lalai dengan perubahan kecil di sekitar. Menghabiskan semua energi untuk fokus dengan lingkungan sendiri. Tidak ingin diganggu dan di usik (si)apapun.
Dan di saat-saat seperti itu harus ada yang datang untuk sekedar basa-basi bertanya,
“Ke mana aja. Jarang kelihatan.”
Seseorang yang sengaja mengetuk dunia kita. Untuk mengingatkan kaki kita masih meninjak bumi yang sama. Sudilah sekiranya saling bertegur sapa.
Di waktu-waktu tertentu. Kita perlu seseorang yang datang untuk sekedar bertanya, “kamu baik-baik saja?” ketika kita sedang pura-pura tegar.
Perlu seseorang yang datang untuk sekedar basa-basi berkata, “semua akan baik-baik saja.” ketika kita mulai merasa lelah dan putus asa.
Perlu seseorang yang tiba-tiba datang menjadi alarm yang bising. Ketika kita terlalu nyenyak tertidur. Lupa masih harus bergerak. Tidak diam di tempat. Untuk memulai perubahan.
Di banyak waktu kita membutuhkan kehadiran orang lain. Seseorang yang di luar dirimu. Menjadi pemerhati yang baik. Dan pengingat, kita tidak pernah benar-benar sendiri.

Januari 18, 2016

SEBARIS KALIMAT 2

Untuk segala upayamu selama ini yang belum juga dibayar tuntas. Segala kerja kerasmu tak juga dinilai pantas. Untuk segala kesabaran menumpuk dalam hati yang kebas. Atas doa-doa yang kau panjatkan dengan ikhlas. Dan harapan-harapan yang selalu saja membuatmu was-was. Bersabarlah sedikit lagi, hingga waktu terbaiknya datang. Membayar semua itu dengan lunas. Dan semoga kau tercatat termasuk manusia yang paling berkelas. Karena Allah Maha Mendengar hamba-hamba yang terus percaya kepada ketetapanNya, mengimani dengan tulus.

Januari 14, 2016

MUDITA

Kala petang. Ketika yang lain sedang berduyun-duyun mulai memasuki sarang. Dua ekor semut hitam terlihat sedang bermalas-malasan di tepian dahan pohon rambutan. Tidak memedulikan langit yang sudah mulai gelap. Desiran angin meniup ujung-ujung daun. Menerbangkan daun-daun kering yang sudah lepas dari tangkainya.

“Sedang memikirkan apa, Ka?” seekor semut betina basa-basi memulai percakapan.

“Oh… kamu, Dit.” Jawab Mu. Sambil mengusap ujung antenanya yang terkena debu. “Sedang iseng mengingat masa lalu.”

“Ka boleh bertanya sesuatu?” Ujar Dita ragu-ragu.

“Asalkan bukan hitung-hitungan angka. Boleh laah.” Jawab Mu bergurau.

“Kenapa sih perasaan itu bisa begitu rumit?” Dita merapikan ujung rambut yang menutupi mata.

“Wah ini sih lebih rumit dari angka-angka.” Mu menggaruk kepalanya yang tidak gatal. 

Dita terlihat merengut.

“Umm… karena hati kita terlanjur mengharapkan yang baik-baik. Menanti-nanti yang pasti-pasti.”

Dita mengerutkan dahi. Tidak begitu mengerti.

“Padahal perasaan itu kan sama halnya dengan kita sedang menduga-duga. Mencocok-cocokan. Mengkait-kaitkan ini dengan itu. Kadang malah memaksa-maksa. Perasaan itu lebih banyak menuntutnya. Daripada menerima.”

“Terus apakah ada perasaan yang tidak lagi rumit, Ka?” Dita iseng memetik bunga rambutan. dan mengurainya sedikit-sedikit. Putik-putik bunga itu terbang bersama angin.

“Perasaan yang tidak lagi rumit. Mungkin kita bisa sebut dengan jodoh. Tetap sesuai dengan takdirnya.  Mengikuti catatan ketetapannya. Tidak lagi harus menduga-duga. Tidak lagi perlu memaksa-maksa. Tidak lagi sibuk mencocok-cocokan. Kalau sudah jodohnya siapa yang bisa menghalang-halangi, kan? Mungkin saat itulah perasaan itu sudah tidak rumit lagi. Ibaratnya mah dua perasaan yang tadinya rumit pada akhirnya saling bertemu. Klop deh."

Dita mengangguk mengerti. “Apa karena pemahaman itu, kak Mu terlihat tetap senyum-senyum saja melihat sang ratu dengan jodohnya hidup bersama. Ups! Maaf tidak bermaksud mengingatkan.” Dita salah tingkah merasa tidak enak.

“Bisa jadi begitu. Bisa juga tidak.” Mu tertawa, mengingat kepingan masa lalu. Kenangan manis bersama sang ratu, semut betina cantik jelita yang dulu pernah menjadi kekasih hatinya. Beberapa bulan lalu akhirnya resmi dipersunting oleh jodoh sang ratu yang sebenarnya. Semut hitam dari koloni yang lain. Mu memang merasa senang melihat sang ratu terlihat bahagia menjalani masa depannya. Kedua pasangan itu sering mesra terlihat selalu jalan berdua. Ketika menuju sarang. Sedang mengumpulkan makanan untuk persiapan musim hujan. Dan kegiatan-kegiatan bangsa semut hitam lainnya. Dan Mu mengabadikan senyum sang ratu kala itu dengan bahagia.

“Kak, kok malah bengong sih.” Protes Dita yang lama tidak ditanggapi pertanyaanya.

“Eh maaf.” Mu merasa bodoh karena malah melamun. “Jatuh cinta itu pemberian, Dit. Sedangkan patah hati adalah pilihan.”

Dita menyimak antusias.

“Kamu bisa terus tetap cinta, tanpa perlu merasa patah hati ketika sudah tidak bersama seseorang yang kamu cintai sekalipun.”

“Bukannya patah hati itu sakit ya, Ka?”

“Tentu saja. Sakitnya tidak bisa disembunyikan. Tapi kan kita selalu bisa memilih. Lebih tepatnya harus selalu mau memilih. Memilih merayakan patah hati itu dengan sikap seperti apa. Dengam bersedih? Galau? Uring-uringan? Sakit-sakitan? Itu semua pilihan yang memang masuk akal. Sesuai dengan situasinya.” Mu menghela napas sejenak.

“Memilihnya menerima dengan lapang dada. Dengan mencoba ikut merasakan bahagia. Mulai belajar melepaskan. Itu bentuk pilihan yang lain. Memang sih jauh dari masuk akal. Tapi layak juga dicoba. Butuh waktu yang panjang memang. Tapi ka Mu akhirnya mengambil resiko untuk mengambil pilihan yang tidak masuk akal itu. Ka Mu memilih merayakan patah hati dengan menerima. Belajar lebih bijak menerima perasaan cinta yang datang itu. Dan mencoba memberinya dengan ketulusan.”

Mu tersenyum. Dita menatapnya tidak percaya.

“Menurut ka Mu. Pilihan itu tidak buruk-buruk amat. Alih-alih perasaan ka Mu jadi jauh lebih ringan. Ya sudah tidak kusut-kusut amat lah.” Mu menyeringai.

Dita tertegun. Semua yang dikatakan Mu terdengar tidak mudah untuk dilakukan. Dita bertanya-tanya hal berat apa saja yang telah membawa Mu sampai pada titik ini.

“Kenapa kamu tiba-tiba bertanya hal ini?” Tanya Mu ketika melihat Dita tampak cemas. Seperti sedang memikirkan banyak hal.

“Aku sedang menunggu kepastian seseorang, Ka. Entah sampai kapan.” Dita menghela napas panjang.

“Jika memang jodohmu. Biarkan dia yang bergerak maju. Kalau bukan, belajar lebih mengikhlaskan.” Mu menepuk bahu Dita. “Ayo sudah waktunya kita masuk sarang.”

Dita mengangguk. Mengikuti langkah Mu.

“Kak, apa semua semut jantan begitu?”

Mu mengangkat bahu.


Ps : Mudita (perasaan bahagia melihat kebahagiaan orang lain)       

DOA RASA BAHAGIA

To: adik perempuanku
Yang hari ini menggenapkan usianya.


Tiara, mata air doa yang paling murni adalah doa yang alirannya tidak kita ketahui. Tidak disadari oleh penerimanya. Bergerak merambat, mengalir meresap sampai ke muara tempat semua doa akan dikabulkan olehNya. Biarkan bulir-bulir doa itu akan tetap menjadi rahasia. Dan pada waktunya hasil akhir doa itu akam tersampaikan kepadamu dengan caraNya berkasih sayang. Untuk hamba-hamba yang selalu meminta.

Tapi di waktu-waktu tertentu, ada doa yang perlu diamini oleh orang lain. Perlu disampaikan maksud baiknya. Doa yang mengandung energi harapan yang baik. Doa yang dieja ketika hati sedang lapang karena bahagia. Rasa syukur yang sedang melimpah di puncaknya. Doa yang butuh dukungan agar lebih mudah dikabulkan.
Dan di waktu yang lebih banyak doa-doa baik ini. Ada satu doa yang perlu kamu ikut mengaminkannya.
Tiara, segera datang imam yang baik untuk kesempurnaan agamamu. Aamiin.

Dari kakak laki-lakimu yang masih saja (suka) menutup diri.
(catatan 14 januari 2016)


Januari 12, 2016

KEBIASAAN

Adalah kebiasaan yang menjadikanmu lebih konsisten melakukan sesuatu yang sama. Tidak alfa, luput, lupa dari waktu yang biasanya.

Adalah kebiasaan yang membuatmu lebih bertanggung jawab dengan apa yang sudah seharusnya kamu lakukan. Merasa berdosa jika sekali saja lalai dalam mengerjakannya.

Adalah kebiasaan yang membuatmu lebih disiplin mengatur waktu luang. Memenuhi kebutuhan yang diperlukan.

Adalah kebiasaan yang mengajarimu melakukan hal yang sama berulang-ulang tanpa merasa bosan dan beban.

Adalah kebiasaan yang pada akhirnya menyampaikanmu pada tujuan. Menumpuk menggunung apa-apa yang memang sengaja kamu kumpulkan.

Tentu saja kebiasaan baik yang membawa manfaat itu. Tunasnya akan tumbuh subur meranting bercabang membentuk kebaikan-kebaikan. Hingga akhirnya berbunga cantik dan berbuah ranum di hari kemudian.

Lalu bagaimana jika yang di rawat adalah kebiasaan buruk? Akan tumbuh pohon duri raksasa yang merusak diri sendiri dan lingkungan.
Bukankah demikian?

SELAMAT MENUNGGU GETAR-GETAR AKAD

To : amuri
Di kota kelahiranmu.

De, tiga atau empat tahun lalu (entah angka berapa tepatnya) kita saling sapa dalam kata-kata. Harap maklum, kaum laki-laki memang pengingat yang buruk dalam angka-angka. Lagipula untuk menghitung umur sebuah pertemanan siapa yang benar-benar menyadarinya. Waktu seakan membungkusnya dengan rapi hingga kita tidak peduli dengan sejarahnya.

Tapi kau tahu, aku mengingat dengan baik hal apa yang membuat kita memutuskan untuk mulai berteman baik. Kala itu, waktu jam makan siang kamu mulai ‘sibuk’ mengomentari tulisan-tulisanku yang 'nyampah’ di beranda facebook. Akun asing yang aku benar-benar tidak tahu siapa kamu. Kala itu tahu alamat blogmu pun tidak. Tapi caramu memperkenalkan diri mulai membuatku tertarik. Kamu lancang sekali -mengingat sebagai orang asing, meminta nomor ponselku dengan alasan untuk saling belajar menulis. Dan 'teror-teror’ sms pun mulai berdatangan. Kamu mulai sibuk bertanya berbagai hal. Sepanjang hari. Hingga aku sempat kerepotan meladeninya. Sebab saat itu aku sedang bekerja. Hingga berhari-hari kemudian 'keisenganmu' itu berlanjut. Aku tersenyum mengingat itu semua.

De, kau tahu. Waktu membungkus kebersamaan itu dengan baik. Hingga kita tidak sempat menyadarinya. Kita semakin akrab dengan cara-cara yang ganjil. Bagaimana tidak. Kamu berada di kota yang jauh sekali. Kota yang belum terbayang aku akan bisa ke sana suatu hari nanti. Percakapan kita mulai seru karena kita saling tahu kegemaran masing-masing yang sedikit banyak saling bersisian satu sama lain. Kita punya penulis favorite yang sama. Dan mulai sibuk mendiskusikan tulisan-tulisannya. Sederet karya-karya besarnya. Kita juga mendengarkan beberapa musik yang sama. Dan ternyata kita penggemar anime yang sama. One piece. Aku ingat pernah tertawa dengan gembira ketika membahas kekonyolan kru topi jerami itu. Meskipun belakangan ini aku kecewa, kamu tidak lagi mengikuti jalan ceritanya. Dan yang paling aku ingat, kita pernah saling bertukar tulisan. Meskipun saat itu kamu sudah jarang sekali menulis.

De, cerita-cerita keseharian kita waktu membungkusnya dengan baik. Hingga kita tidak menyadari sudah berapa lembar buku jika kita iseng menuliskannya.

Kamu ingat ketika pertama kali memasuki bulan puasa di tahun pertama kita saling kenal. Betapa kita mulai sok menjadi 'alarm’ untuk membangunkan sahur satu sama lain. Meski jeda waktu kota kita hampir 30 menit bedanya. Ingat dengan pertengkaran kecil kita kala itu. Aku mengingatnya dengan baik. Termasuk obrolan kita tentang muara yang tak berujung. Tentang curhatan membahas si dia dan si dia. Dan entah kenapa kita mulai menjadi dua orang asing yang tidak pernah bertemu muka, tapi saling sukarela untuk menceritakan apa saja. Tentang rahasia-rahasia kecil kita. Kamu ingat betapa pernah begitu penasaran dengan tahun lahirku.

De, waktu membungkus itu semua dengan baik. Hingga saat ini ketika memutuskan untuk menuliskan semua ini. Aku merasa kedepannya nanti akan menjadi jauh berbeda. Kamu akan memasuki duniamu yang baru. Lembaran-lembaran kisah nyata dengan masa depanmu.

Ini memang bukan perpisahan. Sebab teman tidak mengenal itu bukan? Tapi seperti yang kamu tahu, satu dua teman-teman perempuanku yang sudah menikah. Biasanya akan lenyap tanpa kabar begitu saja. Awalnya aku kesal dan merasa kehilangan mereka. Tapi setelah dipikir-pikir itu bukan murni salah mereka. Aku baru menyadari, aku lah yang selama ini menarik diri dari mereka. Aku yang cukup tahu diri tidak mengganggu dunia mereka.

De, terima kasih untuk banyak hal. Terima kasih pernah menjadi bahu yang nyaman. Telinga yang baik. Mulut yang menghibur. Canda tawa yang menggembirakan. Yang membantu melewati masa masa sulit. Terima kasih untuk segala keganjilanmu memperkenalkan diri. Terima kasih untuk tulisan-tulisanmu yang menemani sepi.

Dan pada akhirnya aku ucapkan selamat menunggu getar-getar akad dengan hati yang paling cinta. Selamat merajut masa depanmu dengannya. Selamat berbahagia di tanggal 170116. Semoga kamu mampu merayakan cinta dengannnya, meniti tangga bahagia satu-satu hingga ke firdaus-Nya.

Dan semoga dengan tulisan sederhana ini. menjadi pengingat yang baik di masa depan. Bahwa kita akan selalu terhubung lewat tulisan. Sebagai teman yang pernah sama-sama berjuang menghidupkan kenangan melalui catatan tulisan.
Dari sahabat penamu :

azura zie (yang entah alasan apa dulu kamu memutuskan memanggilnya aa)
Ps : sudah selama ini berteman nepon mah baru sekali ya? :D