“Menurutmu apa bedanya berbagi
dengan memberi?” tanyaku sambil mengembalikan salah satu judul novel yang tadi
sembarang aku ambil dari raknya. Sedikit kecewa karena belum ada yang dibuka
sampul plastiknya. Padahal covernya menarik.
Ya, sudah hampir
satu jam kami bertahan di toko buku ini. Ruangan yang selalu penuh oleh
pencintanya. Baik yang memang hanya untuk menumpang baca secara gratis. –
seperti kami. Ataupun mereka yang memang sibuk mencari buku-buku referensi
untuk tugas sekolahnya.
“Memang ada
bedanya ya?” Dia malah bertanya balik, menoleh sejenak dari halaman buku yang
sejak tadi ia baca. “Oh iya, seharusnya memang ada bedanya. Tapi apa dong
bedanya?” katanya menambahkan.
Aku menggaruk
kepala. Seperti biasa menjawab dengan ciri khasnya. Pada akhirnya apa yang aku
tanyakan, harus aku juga yang mencarikan jawabannya. Hmm...
“Ya beda, kalau memberi itu artinya kamu melepaskan hampir semua yang kamu punya. Mungkin kamu hanya menyisakan sedikit untukmu. Atau bahkan melepaskan semuanya begitu saja. Tanpa pamrih.”
Kembali aku
menyambar sembarang salah satu novel penulis cukup terkenal. Yang kali ini ada ‘sample’
gratis yang bisa aku baca. Sedangkan dia masih tetap setia dengan buku yang
sama. Sudah hampir selesai ia baca.
“Oh begitu.”
Katanya sok paham dengan apa yang aku utarakan barusan. “Kalau berbagi?”
“Berbagi itu
artinya harus sama rata. Sama besar. Kamu ikut menikmati hal yang sama. Kamu membiarkan
orang lain menikmati apa yang sedang kamu punya.” Kataku sambil membalikkan
halaman.
“Teruuuus?” katanya sambil meletakkan buku yang sejak tadi ia ‘kuasai’. Padahal boleh jadi ada orang lain yang juga ingin membaca ‘sample’ gratisan itu. “pindah ke rak komik yuk!”
“Ya tidak ada terusannya.” Aku ikut mengekor.
“Ye... maksudku kenapa tiba-tiba bahas soal beda berbagi dengan memberi?” katanya tanpa menghentikan langkah. Sesekali sambil merapikan posisi buku yang berantakan di rak. Bekas pengunjung lain yang tidak bertanggung jawab setelah membacanya.
“Nah, menurutmu kalau cinta itu seharusnya saling berbagi atau saling memberi?”
Dia berhenti sejenak, menatap ke arahku. Seolah-olah pertanyaanku barusan memang penting sekali untuk disimak secara baik-baik. Aku juga jadi ikutan serius.
“Berbagi apa memberi ya? Hmm... Ya seharusnya saling berbagi sih menurutku mah. Tapi bisa juga memberi kan ya?”
Errr!