Februari 25, 2021

GANJARAN TIAP USAHA

Tiap pagi, tiap-tiap makhluk bergerak, menyambut peruntungannya untuk bertahan hidup. Apa saja di kerjakan. Yang penting sedikit atau banyak dapat menghasilkan. Tetap bergerak tidak bermalas-malasan.

Seperti bapak satu itu, yang sedang beristirahat sebentar. Setelah berjalan berkilo-kilo jauhnya. Memikul keranjang berisi tanaman dalam polybag berbagai ukuran. Bermodalkan yakin, sejak sehabis subuh memulai usahanya.

Lagi-lagi bila dilihat dari kacamata manusia, sudah tentu akan banyak orang yang meremehkan usahanya. Atau bahkan merasa iba. 

Memang sih beberapa bulan ini hobi bercocok tanam sedang banyak digandrungi. Tapi rasanya itu berlaku untuk jenis tanaman hias. Sedangkan yang dijajakan oleh si bapak ini adalah bibit tanaman buah. Seperti durian, rambutan, jambu air, kecapi dan lain-lain.

Yang orang lain akan mikir berkali-kali untuk membelinya. Untuk apa? Toh tanaman buah itu tidak bisa segera 'dinikmati'. Lantaran tumbuh besar hingga waktunya berbuah butuh waktu yang panjang. Atau bahkan malah diwariskan ke anak cucunya nanti. 

Bukankah sudah lumrah, pohon buah di pekarangan rumahmu, boleh jadi ditanamnya sejak orang tuamu masih kecil dulu. Dan baru mulai berbuah di saat dirimu sudah besar.

Begitulah bila dilihat dari kacamata manusia. Akan timbul sifat pesimis. Padahal bukan kita yang jalani. Tapi, keyakinan bapak si penjajak bibit tanaman buah ini berbeda. Ia sepenuh yakin Allah akan tetap menilai tiap-tiap usahanya. Bahwa rezeki itu harus dijemput. Dan menawarkan bibit tanaman buah ini adalah salah satu bentuk ikhtiarnya. Siapa yang tahu setelah berkilo-kilo meter berjalan, ada orang baik yang melirik dagangannya. Bukan semata karena iba dan niat menolong. Tapi, orang itu memang sedang butuh. Memang sedang mencari.

Siapa yang tahu.
Allah Yang Tahu.

Februari 24, 2021

TAKARAN YANG SEBENARNYA

Tiap pagi, tiap-tiap makhluk bergerak, menyambut peruntungannya untuk bertahan hidup. Apa saja di kerjakan. Yang penting sedikit atau banyak dapat menghasilkan. Tetap bergerak tidak bermalas-malasan.

Namun, kadar peruntungan itu pada tiap-tiap makhluk boleh jadi berbeda. Selain karena hasil dari usahanya sendiri. Adapula faktor 'takaran' takdir yang telah ditetapkan-Nya.

Makanya, kalau dilihat dari kacamata manusia, kita menilainya timpang sebelah. Alias tidak seimbang.

Ada yang bekerja membanting tulang hingga bermandikan keringat. Tapi upah yang dihasilkan tidak ada setengahnya dari yang bekerja hanya mengandalkan ponsel dalam genggamannya. 

Ada yang bertahun-tahun harus menunggu, dan ketika dapat ternyata hanya secuil saja. Dibanding peruntungan orang lain yang baru sebentar tetapi langsung penuh, melimpah ruah.

Tidak adil.
Bila dilihat dari kacamata manusia.

Takaran yang didapat tidak sebanding dengan porsi kebutuhan dari masing-masing kepala.

Tapi siapa yang tahu, ketika yang dilihat adalah kadar rasa syukur dan kesabarannya.

Ada yang mudah sekali bersyukur dengan hal-hal kecil. Meski peruntungannya tidaklah lebih besar dari orang lain. Ada pula yang belum juga merasa puas meski sesuatu dalam genggamannya pun sudah meluber ke mana-mana. Tidak lagi bisa ia kendalikan dengan benar.

Dan rasanya nilai peruntungan yang terbaik bukan dari seberapa banyak yang telah diperoleh. Akan tetapi seberapa besar kadar rasa syukur itu, yang menjadi takaran yang sebenarnya.

@azurazie_

Februari 20, 2021

DIA MAH BEGITU ORANGNYA

Dia mah begitu orangnya.

Sudah tahu toilet umum, tapi suka sekali 'nabun' dan bikin ngebul sesukanya.

Egois ya? Memang begitu orangnya. 
Kayaknya emang udah bawaan, suka nggak bisa nahan dan kalau nggak 'nabun' jadi berasa kurang. Padahal mah ya, kan bisa ditunda dulu di tempat lain.  Kalau pengen buru-buru jadi bangke, jangan ngajak-ngajak orang lain. Kan tempe.

Emang begitu orangnya. Santai aja dia mah berlalu tanpa dosa. Padahal meninggalkan 'ranjau' yang bisa buat orang bahaya. 

Padahal mah ya, muslim yang baik itu harus bisa menempatkan diri dengan bijak. Biar orang lain tidak terganggu dari lisan ataupun perbuatan tangannya. Kan begitu kata junjungan kita juga.

Kan ngeri, siapa tahu nanti di yaumil hisab ada yang tiba-tiba 'ucluk-uncuk' datang. Mengadu sama Allah. Bahwa si fulan ini pada tanggal sekian, jam sekian, di tempat ini, telah merasa di dzolimi oleh dia. Dikarenakan 'nabun' sembarangan. Karena ulahnya, membuat si fulan sesak atau bahkan keracunan.

Widiiih... horor tuh.
Bisa-bisa dia pindah 'nabun'nya di pinggiran neraka.

Kan ada orang lain yang nggak ridho atas perbuatannya.

Ngeri-ngeri sedap.

Note : tulisan ini bermaksud menyinggung siapapun yang masih bisa mikir. Sekian.


#azurazie_


Februari 19, 2021

UDAH AH. MALU.

Jadi manusia itu seringnya serba salah.

Mau ngeluh lelah, eh rasa-rasa tak enak hati, ketika ingat orang lain malahan bisa lebih lelah lagi dari kita. Jungkir balik kesana kemari. Dibanding kita yang belum ada apa-apanya.

Mau ngeluh jenuh, eh lagi-lagi rasanya tak pantas ya, ketika ingat orang lain banyak berharap bisa berada di posisi kita yang sekarang. Apa yang kita jenuhkan, buat orang lain itu harapan yang belum juga kesampaian.

Mau ngeluh sedikit, lah makin tak tahu diri aja kita. Ketika ingat orang lain malahan serabutan. Banyakan cuma mengepal tangan kosong. Cuma bisa gigit jari, sedangkan kebutuhannya satu pun belum bisa di isi. Kita masih jauh lebih mending. Biar kadang suka rada pusing sedikit. Tapi kita masih punya leluasa jajan untuk sekadar beli camilan.

Benar kan jadi manusia itu seringnya serba salah. Ibaratnya mah baru juga mau mulai ngeluh, eh udah di suruh ngaca. Sadar diri, belum pantas-pantas amat buat ngeluh dibandingkan dengan orang lain yang nasibnya masih jauh di bawah kita.

Kalau begini mendingan tambah bersyukur aja ye, setidaknye berpahala. Sukur-sukur gara-gara rasa syukur kita, berkahnya jadi kerasa lebih beda dari biasanya. Kayak ada manis-manisnya gitu, kan syukurnya sembari senyum-senyum sendiri, mengingat sudah sejauh ini Allah masih mau memberikan nikmat-nikmat-Nya kepada kita. Senyum-senyum sendiri karena rada malu. Bisa-bisanya kita kepikiran buat ngeluh barang bentaran doangan juga.

Udah ah. Malu.

@azurazie_

Februari 18, 2021

KEHENDAK TERBAIK

Bagian mana yang tidak kamu pahami, bila ada yang lebih berhak berkehendak, dibanding kehendakmu?

Adalah Allah Yang Maha Berkehendak.
Tak perlu selaras dengan keinginanmu. 
Tapi yakinlah hasilnya akan lebih lurus memudahkan segala urusanmu.

Tak perlu sejalur dengan apa yang kamu harapkan. Tapi yakinlah tujuannya tetap sejalan untuk memenuhi tiap-tiap kebutuhan.

Pengetahuan kita saja yang seringnya terbatas.
Prasangka kita saja yang seringnya lebih dulu pesimis.

Maka, yang lebih tumbuh subur adalah keluhan. Bukannya bertambah sabar untuk memperbaiki kelemahan.

@azurazie_

Februari 17, 2021

SENI MENJADI ORANGTUA

Seni menjadi orang tua

Satu tahun satu bulan setelah ditakdirkan menjadi orang tua. Banyak sekali pengalaman dan pelajaran yang kami dapatkan.

Memang masih seumuran jagung. Belum sebanding dengan tiga puluh tahun atau lebih dari masa orang tua kami menjaga anak-anaknya. - -Alhamdulillah masih lengkap sampai hari ini. 

Meski masih dibilang babak awal menjadi orang tua. Tapi mampu membuat kami merenungi banyak hal. Apalagi ketika anak sedang senang-senangnya "mengoprek" mengikuti keingintahuannya yang besar. Sepanjang hari. Sampai melebihi batas waktunya yang seharusnya ia sudah tidur.

Merenung, hmm... apakah saat kecil dulu kami pun begitu? Suka susah diarahkan. Suka semau kehendak sendiri. Yang berakhir bikin gemas orang tua karena harus tetap sabar dalam menjalani prosesnya. Itu dari sudut pandang seorang anak.

Atau kami belum sebanding itu, masih kurangnya rasa sabar di hati. Masih seringnya kelepasan mengeluh di depan anak. Masih suka kesal kalau arahan tidak diikuti. Tidak sesabar orang tua kami dulu ketika menghadapi kami sebagai anak-anak. Itu dari sudut pandang sebagai orang tua.

Atau ketidakenakan hati (yang sesaat) atas tingkah laku anak yang sebenarnya pada akhirnya selalu dimaklumi. Adalah semacam 'balasan' dari tingkah laku kita dahulu ketika masih menjadi anak-anak.
Toh setelah tiga puluh tahun lebih ini pun kami masih menyandang sebagai anak. Yang suka tiba-tiba kekanak-kanakan. Ketika sedang tidak sepaham dengan orang tua.

Maka, sungguh kami berharap Allah selalu meluaskan hati ini untuk mempunyai kesabaran yang lapang. 
Hingga meski tidak akan sebanding dengan yang pernah dialami orang tua kami dulu. Setidaknya kami bisa ikut tumbuh menjadi orang tua yang lebih baik. Bersamaan dengan tumbuh kembangnya anak kami. 

Semoga.


#azurazie_

Februari 16, 2021

BETAH DALAM BERTAHAN

Sederhana.

Mendapati satu tanaman yang dua hari lalu baru saja di #repotting dan hari ini atas kuasa Allah bertambah satu daun baru (sebelumnya baru dua daun) itu adalah sesuatu yang luar biasa bikin hati ini happy.

Tandanya, tanaman itu 'betah' dalam rumahnya yang baru. Merasa nyaman dan bisa beradaftasi dengan baik di lingkungannya yang baru.

Sederhana.

Nyatanya untuk bisa #survive dengan baik, kita perlu yang namanya tetap bergerak untuk tumbuh. Bergerak untuk bertambah. Atau bahkan sesekali perlu untuk berganti.

Seperti tanaman dalam pot kecil ini. Akarnya terus berusaha bergerak untuk tumbuh. Bergerak untuk menambah jumlah daun. Dari satu daun, dua daun, tiga daun, hingga tiba-tiba merimbun. Meski sesekali daun-daun itu juga perlu mengganti daun-daun yang sudah tua. Hukum alam. Segala sesuatu memiliki masanya masing-masing.

Sederhana.

Dalam bertahan kita perlu merasa 'betah' untuk berjuang. Agar selalu tumbuh semangat dan harapan itu. Entah itu bertahan untuk hal apa. Yang pasti untuk sesuatu yang kita anggap berharga untuk diperjuangkan.

Sederhana.

#azurazie_

Februari 15, 2021

TENTANG MERASA CUKUP

Seringnya kita menghitung-hitung seberapa banyak yang kita peroleh setelah sungguh-sunguh berusaha.
Dan merasa berkecil hati bila ternyata hasilnya lebih sedikit dari yang dibayangkan sebelumnya.

Padahal boleh jadi yang demikian itulah asal muasal kita jadi tak mudah untuk bersyukur. Masih menggunakan matematika kita sendiri dengan mempertimbangkan untung rugi. Masih mempersoalkan sedikit banyak. Alih-alih malahan cenderung menyalahkan diri sendiri kenapa hanya mendapatkan segitu. Padahal diri sendiri pula yang sudah bersusah payah berusaha sekuat tenaga. Padahal Kalau bukan diri kita sendiri siapa yang mau mengapresiasi?

Lupa akan matematika Allah dalam perhitungan berkah-Nya, yang kita peroleh atas dasar ikhlas menerima apa adanya. Menerima dengan lapang dada dengan menghargai tetes keringat sendiri.

Maka, setelah berusaha untuk mendapatkan sesuatu. Jangan lupa bersyukur seberapa pun hasilnya. 
Tak perlu berkecil hati atas jumlah yang diperolehnya. Dan berharap selalu yang segitu adanya bisa menumbuhkan rasa cukup. Syukur-syukur bisa merasa lebih dari cukup. 

Karena sejatinya kita sendiri yang sejauh ini telah mengupayakannya.

#azurazie_

Februari 14, 2021

QOLBUN SALIM

Qolbun Salim


Alangkah beruntungnya orang yang memiliki hati yang sehat. Hati yang selamat dari penyakit-penyakit hati.

Tidak ada iri-dengki.
Tidak ada dendam.
Tidak mudah sebal akan sesuatu yang memang tidak mengenakan hati.
Lapang saja.
Selalu bisa menerima keadaan apa adanya.

Hati yang selalu terasa damai untuk dirinya sendiri. 
Pun untuk kerabat-keluarga.
Pun untuk teman sejawat-sahabat.
Pun untuk tetangga.
Baik yang dikenal secara personal.
Dikenal hanya sekadar selintasan lewat.
Dikenal dalam jaringan pertemanan dan lingkungan.
Maupun orang-orang yang tidak dikenal yang sempat bersinggungan.
Orang-orang yang berpapasan di jalan.

Hatinya selalu lurus, tidak menyimpan rasa kesal, tidak ada iri hati, apalagi dendam kesumat.

Alangkah beruntungnya orang yang memiliki hati yang sehat. Hati yang selamat dari hal-hal yang memberatkan nanti.

Baginya, hanyalah Allah... allah... Allah...
Yang diharapkan hanyalah ridho... ridho... ridho...

Maka, tidak ada waktu untuk bersitegang dengan makhluk lain. Selalu mudah memaafkan sekalipun karena ketidaksengajaan. 

Alangkah beruntungnya orang yang memiliki hati yang sehat.
@azurazie_