September 17, 2015

TITIKTEMU - KEMBALI

“Hei, kamu apa kabar?”
P
esan singkat itu menarik kembali perhatianku yang sedang menikmati rintik hujan. Mencoba merasakan iramanya yang sudah cukup lama tidak turun.
Ah… jelas sekali ini rindu. Terus terang saja, musim kemarau kali ini terlalu tega membiarkan kami lebih lama untuk bertemu. Di penantian yang panjang, hujan itu baru kembali pulang.
Kembali ke pesan yang baru datang beberapa menit yang lalu. Pesan itu tidak bertuan. Nomornya asing. Dahiku mengerut karena tidak berhasil menerka siapa yang mengirimkannya.
            Membalas pesan sederhana dan sedikit basa-basi bertanya siapa tidak ada salahnya. Iya kan?
            “Agen Gerimicious J” 
            Mulutku sempurna membentuk huruf O. Dikira siapa. Cukuplah keterangan itu menjadi alasan untuk menyunggingkan senyum. Sesuatu yang tiba-tiba datang setelah lama tidak ‘pulang’ memang cukup membahagiakan.
            “Ya Allah, ke mana aja kamu? Ikutan kemarau?”
Jemari itu lincah sekali mengetik balasan. Memang banyak alasan untuk antusias menanggapinya. Banyaaaak sekali. Hingga tidak tahu kapan terakhir kali kami masih saling sapa.
 “Nggak kemana-mana kok. Kalau aku tak terlihat mungkin lagi ketutupan sama kesibukanmu yang lain.”
Dan rantai balas-membalas pesan itu semakin panjang. Semoga tidak akan terputus (lagi). Ya semoga saja hujan di luar sana kali ini pun tidak cepat hilang.
“Begitukah? Atau kamu yang sengaja bersembunyi?”
“Lagi nggak ingin ditemukan aja.”
“Hmmm…. Masih suka sok misterius ya? Lalu apakah alasan yang membuatmu saat ini menampakkan diri?” serius ini aku penasaran.
“Hanya nggak ingin mudah ditebak aja.” Hmmm sungguh jawaban yang tidak melegakan.
“Umm… selalu begitu.”
“Hahahaha…..”
“Btw… arigato telah menyapa kembali. Rasanya seperti telah menemukan sesuatu yang hilang J
Ada jeda sejenak. Secepat itukah tawa itu pergi?
“Maaf ya kalau ilang-ilanganJ
Sudah biasa bukan?
Ya setidaknya benar: Sesuatu yang memutuskan pergi, pada akhirnya waktu juga yang membawa ia kembali pulang.”
“Tapi nggak selalu yang pergi pasti kembali.”
“Setidaknya ada pengecualiannya di kamu :p”
“Preeet ah J
“Hahaha…. Fakta yang berbicara.”

Bermenit-menit kemudian tidak lagi ada balasan. Dan rintik hujan pun mulai hilang. Entah kapan lagi ia akan kembali pulang.“Hei, kamu apa kabar?”
P
esan singkat itu menarik kembali perhatianku yang sedang menikmati rintik hujan. Mencoba merasakan iramanya yang sudah cukup lama tidak turun.
Ah… jelas sekali ini rindu. Terus terang saja, musim kemarau kali ini terlalu tega membiarkan kami lebih lama untuk bertemu. Di penantian yang panjang, hujan itu baru kembali pulang.
Kembali ke pesan yang baru datang beberapa menit yang lalu. Pesan itu tidak bertuan. Nomornya asing. Dahiku mengerut karena tidak berhasil menerka siapa yang mengirimkannya.
            Membalas pesan sederhana dan sedikit basa-basi bertanya siapa tidak ada salahnya. Iya kan?
            “Agen Gerimicious J” 
            Mulutku sempurna membentuk huruf O. Dikira siapa. Cukuplah keterangan itu menjadi alasan untuk menyunggingkan senyum. Sesuatu yang tiba-tiba datang setelah lama tidak ‘pulang’ memang cukup membahagiakan.
            “Ya Allah, ke mana aja kamu? Ikutan kemarau?”
Jemari itu lincah sekali mengetik balasan. Memang banyak alasan untuk antusias menanggapinya. Banyaaaak sekali. Hingga tidak tahu kapan terakhir kali kami masih saling sapa.
 “Nggak kemana-mana kok. Kalau aku tak terlihat mungkin lagi ketutupan sama kesibukanmu yang lain.”
Dan rantai balas-membalas pesan itu semakin panjang. Semoga tidak akan terputus (lagi). Ya semoga saja hujan di luar sana kali ini pun tidak cepat hilang.
“Begitukah? Atau kamu yang sengaja bersembunyi?”
“Lagi nggak ingin ditemukan aja.”
“Hmmm…. Masih suka sok misterius ya? Lalu apakah alasan yang membuatmu saat ini menampakkan diri?” serius ini aku penasaran.
“Hanya nggak ingin mudah ditebak aja.” Hmmm sungguh jawaban yang tidak melegakan.
“Umm… selalu begitu.”
“Hahahaha…..”
“Btw… arigato telah menyapa kembali. Rasanya seperti telah menemukan sesuatu yang hilang J
Ada jeda sejenak. Secepat itukah tawa itu pergi?
“Maaf ya kalau ilang-ilanganJ
Sudah biasa bukan?
Ya setidaknya benar: Sesuatu yang memutuskan pergi, pada akhirnya waktu juga yang membawa ia kembali pulang.”
“Tapi nggak selalu yang pergi pasti kembali.”
“Setidaknya ada pengecualiannya di kamu :p”
“Preeet ah J
“Hahaha…. Fakta yang berbicara.”
Bermenit-menit kemudian tidak lagi ada balasan. Dan rintik hujan pun mulai hilang. Entah kapan lagi ia akan kembali pulang. 

September 16, 2015

TITIKTEMU - JAUH

S
uatu hari kala sunyi bertemankan sepi, detak detik tiktok-tiktok jarum jam tak pernah berhenti. Nada pesan ponselku membuat suasana lebih berirama.

“Ada yang rasanya jauh, jauuuuuuuuuuuuuuuh sekali.”

“(Si)apa?”

“Percakapan kita.”

Umm… jauh ya. Apa yang ada di benakmu ketika mendengar kata jauh? Sesuatu yang sulit terjangkau? Tempat  yang perlu di tempuh berjam-jam alih-alih berhari-hari? Atau barangkali sesuatu yang lebih sederhana. Jauh adalah saat kita memutuskan untuk tidak bergerak sama sekali. Diam di tempat. Sepelemparan batu di depan mata pun bukankah akan terasa jauh jika tidak ada ayunan langkah kaki mendekatinya. Ternyata jauh termasuk yang bersifat relatif ya.
Belakangan ini aku sering kali memperhatikan kode plat nomor kendaran yang lewat. Kode plat asing yang aku tidak tahu sama sekali itu kode untuk mewakili kota apa. Mungkin untuk kode plat B dan D sudah tidak asing bagiku. B untuk Jakarta dan D untuk wilayah Bandung. Dua kota itu termasuk kota paling dekat dengan tempat tinggalku yang ber plat F. Bogor.
Belakangan ini sering aku melihat kode plat BE yang baru aku ketahui adalah kode untuk kota Lampung. Kode plat Z untuk kabupaten Garut dan bahkan baru-baru ini aku lihat kode plat L untuk kota Surabaya.
Terlepas dari entah bagaimana kronologis mobil-mobil berplat nomor asing itu bisa sampai ‘nyasar’ di kota hujan. Mobil-mobil yang berasal dari kota yang bahkan aku belum pernah kunjungi. Membayangkan kota-kota itu jauh, seketika bagiku terasa dekat ketika hanya melihat plat mobil ‘perwakilan kota’ itu ada di depan mata.  Terasa lebih dekat karena seakan kota-kota itu sedang menyapa. Ada objek perwakilan kota-kota itu yang seolah sengaja menghampiriku.
Terdengar konyol memang. Aku bercerita ke mana-mana hanya untuk memberitahumu bahwa jarak sejauh apapun itu akan mendekat ketika kita mau bergerak. Kamu benar. Jarak akan terasa lebih dekat meskipun hanya sekedar bentuk sapaan sederhana.

Baiklah. Mungkin sudah waktunya kembali.


September 15, 2015

TITIKTEMU - LEBIH BAIK

F
a, kita sama tahu. Firman Tuhan dalam Al-qur’an adalah sebuah keniscayaan. Sebagai seorang yang mengimaninya kita tidak berhak untuk menyangkal kebenarannya.
            Suatu ketika, di mataku sebagai seorang yang awam. Dengan sedikit sekali ilmu yang membuatku paham. Aku menanyakan salah satu kalam-Nya yang berbunyi :
Perempuan-perempuan yang keji untuk laki-laki yang keji. Dan laki-laki yang keji untuk perempuan-perempuan yang keji (pula). Sedangkan perempuan-perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik. Dan laki-laki yang baik untuk perempuan yang baik (pula)……  (Qs. An Nur : 26)
Bukan berarti menyangkal kebenarannya. Aku hanya penasaran dengan korelasi ayat itu di kehidupan nyata.
Bukankah banyak di sekeliling kita perempuan yang di mata kita adalah seseorang yang berkepribadian baik, ditakdirkan hidup bersama dengan lelaki berperangai sangat buruk. Dan juga sebaliknya. Lelaki yang soleh beristrikan seorang istri yang durhaka kepada Allah.
Dan bukankah sejarah lebih banyak mencatatkan kisah semacam itu, tentang Fir’aun dengan Siti Asiah Binti Mazahim. Tentang Nabi Nuh a.s dengan Istrinya yang kafir.
Lalu bukankah akan sangat lancang jika kita berani meremehkan janji-janji-Nya? Meragukan kalam-Nya.
Sungguh aku menanyakan hal itu. Membuatku dahaga akan penjelasan. Seperti kala itu ketika ku pertanyakan tentang jodoh dan tulang rusuknya yang satu. Ketika itu yang kupertanyakan mereka yang memiliki atau pernah berpasangan lebih dari satu. (Sudah ku ceritakan di tulisan-tulisan sebelumnya).
Dan ketika berupaya mencari jawaban itu. Aku bertemu dengan salah satu sahabatku yang memang mumpuni pengetahuan agamanya.    
“Ayat itu bukannya janji Allah kepada manusia. Bahwa yang baik akan ditakdirkan dengan pasangan yang baik. Sebaliknya ayat itu adalah peringatan agar umat Islam memilih manusia yang baik untuk dijadikan pasangan hidup.” Demikian sahabatku menerangkan.
Aku mengerutkan dahi, masih tidak puas dengan jawabannya. Hingga ia pun dengan senang hati menjabarkan sebab musabab kenapa ayat itu diturunkan. Dan kepadamu, dengan senang hati aku akan kembali ceritakan.
  “Ayat ini diturunkan untuk menunjukkan kesucian ‘Aisyah r.a. istri Rasulullah SAW. dan Shafwan bin al-Mu’attal r.a. dari segala tuduhan yang ditujukan kepada mereka.”
Sahabatku mulai bercerita. Aku antusias mendengarkannya.
“Pernah suatu ketika dalam suatu perjalanan kembali dari ekspedisi penaklukan Bani Musthaliq, ‘Aisyah terpisah tanpa sengaja dari rombongan karena mencari kalungnya yang hilang dan kemudian diantarkan pulang oleh Shafwan yang juga tertinggal dari rombongan karena ada suatu keperluan.”
“Kemudian ‘Aisyah naik ke untanya dan dikawal oleh Shafwan menyusul rombongan Rasullullah SAW. dan para shahabat, akan tetapi rombongan tidak tersusul dan akhirnya mereka sampai di Madinah.”
“Peristiwa ini akhirnya menjadi fitnah dikalangan umat muslim kala itu, karena terhasut oleh isu dari golongan Yahudi dan munafik jika telah terjadi apa-apa antara ‘Aisyah dan Shafwan.”
“Masalah menjadi sangat pelik karena sempat terjadi perpecahan diantara kaum muslimin yang pro dan kontra atas isu tersebut. Sikap Nabi juga berubah terhadap ‘Aisyah, beliau menyuruh ‘Aisyah untuk segera bertaubat. Sementara ‘Aisyah tidak mau bertaubat karena tidak pernah melakukan dosa yang dituduhkan kepadanya, ia hanya menangis dan berdoa kepada Allah agar menunjukkan yang sebenarnya terjadi. Kemudian Allah menurunkan ayat ini yang juga satu paket. Surat An-nur ayat 11 sampai 26. Bunyi ayat dan terjemahannya nanti bisa kau baca sendiri.”
Aku mengangguk.
“Semoga lelaki yang baik mendapatkan jodoh perempuan yang baik, aamiin..” sahabatku menutup penjelasannya.
            Aku ikut meng-aamiin-kan doa baiknya. Bukankah beruntung sekali rasanya memiliki sahabat yang baik? Sahabat yang sewaktu-waktu bisa memberikan nasihat-nasihat yang baik.
Kau tahu, Fa. Seketika ada keresahan di sini, di hati. Ketika menyinggung perihal penilaian baik dan buruk. Apalagi jika berbicara lebih spesifik “lelaki yang baik” Aku tidak cukup percaya diri mengenai hal itu. Dan bertanya-tanya pada diri sendiri. Sudah sebaik apakah diri ini? Sudahkah mendekati kategori golongan manusia yang baik? Sedangkan aku berharap mendapat pendamping hidup yang baik. Secara agama dan keperibadiannya.
Tentu saja baik dan buruk di mata manusia adalah sesuatu yang relatif. Dan penilaian Tuhan ada pada rahasia-Nya. Pada akhirnya rahasia itu terkuak di Surga atau Neraka.
Aku cukup tahu diri mengakui, aku adalah lelaki yang tidaklah baik. Jika bukan karena kasih sayang Allah yang masih menutupi segala macam bentuk aib-aib ini. Ke arah mana wajah malu  ini akan kupalingkan nanti?
Meskipun begitu, aku beranikan diri untuk selalu berharap. Takdirku berada di jalan yang baik. Hidup bermasa depan dengan teman hidup yang baik. Ia yang setiap harinya belajar bersamaku menjadi manusia yang lebih baik. Manusia yang mau memperbaiki diri.

Ia yang setia membersamai langkahku menempuh perjalanan jauh.

September 14, 2015

TITIKTEMU - BERPROSES

F
a, akhir-akhir ini aku sering mendapati teman sekantorku yang mengeluh ingin pindah. Dengan alasan yang beraneka ragam. Dengan wajah kejenuhan-kejenuhan yang benar-benar masam.
Mungkin memang begitu adanya, setiap orang ingin berproses menjadi lebih baik. Ada yang memutuskan pindah mencari ladang yang lebih hijau. Pindah untuk menemukan udara yang lebih segar. Untuk melegakan pernapasannya. Untuk menjernihkan mumet pikirannya.
Ada yang mengambil pilihan mundur beberapa langkah, dan berharap lompatan berikutnya akan lebih jauh. Mundur mengalah untuk strategi kemenangan berikutnya. Adapula yang tetap bertahan, sabar meski dalam menahan sedikit kesakitan, bertahan meski dirundung kejenuhan. Barangkali ia belum hendak menyerah di lingkungan yang lebih banyak mengurung geraknya. Barangkali ia masih punya tekad bisa mengubah tempat yang itu menjadi tempat yang lebih nyaman. Boleh jadi rumput tetangga terlihat lebih hijau. Pindah barangkali pilihan yang paling masuk akal. Setidaknya jika sudah tidak ada tekad untuk lebih menghijaukan halaman sendiri.

Fa, setiap orang ingin berproses menjadi lebih baik. Entah pilihan apa yang akhirnya mereka ikuti. Meski ketika telah memilih, masih ada yang perlu mereka usahakan. Setidaknya belajar untuk menikmati pilihan. Belajar untuk bertanggung jawab atas keputusan-keputusan. Dan pastikan  berproseslah menjadi lebih baik.

September 13, 2015

TITIKTEMU - TUJUAN


K
amu tahu, Fa. Kebanyakan laki-laki adalah makhluk yang sangat ceroboh. Baik sengaja atau tidak, mereka membiarkan rasa dalam hatinya berserakan di mana-mana. Menebar harapan ke mana-mana. Dan tidak jarang, tidak diikutsertakan dengan kepastiannya.
Malangnya ada saja hati yang terlanjur ceroboh memungutnya. Dan merasa perlu ikut menyimpannya.
Bukan berarti semua laki-laki adalah makhluk yang lebih suka main-main. Barangkali mereka hanya tidak ingin rasa yang ada selalu terpenjara. Harapan yang ia miliki ingin merdeka.
Adakalanya mereka terlalu bodoh untuk memilih cara yang baik untuk menyampaikannya.
Kamu tahu, Fa. Sebagian laki-laki lain, belajar memupuk harapannya dengan lebih lembut. Mereka belajar untuk mengurangi kecerobohannya. Dengan apa? Dengan menyampaikan rasa itu melalui kebaikan doa-doa.
Berharap yang Maha membolak-balikan hati ikut menggetarkan hati yang menjadi tujuan harapannya. Dan suatu saat di waktu yang memang menjadi takdirnya, akan dipertemukan dengan cara yang paling baik. Dipersatukan oleh kasih sayang Sang Khaliq. Untuk itu laki-laki itu belajar mendidik hatinya untuk tidak terburu-buru diungkapkan, sebelum benar-benar bertujuan.
Dan sebaliknya, kebanyakan perempuan adalah makhluk yang mudah sekali penasaran. Diusik sedikit saja rasa di hatinya. Mereka akan mulai memikirkannya. Mulai mencari-cari kebenarannya. Dan tidak jarang memakan bulat-bulat harapan yang datang menyapanya.
Barangkali perempuan memang makhluk yang paling sensitif perihal kepastian. Mereka tidak hanya ingin berakhir karena hasil pemilihan. Hasil dari perbandingan-perbandingan. Yang mereka harapkan benar-benar menjadi sebuah tujuan.
Dan kamu tahu, Fa. Menjadikanmu sebuah tujuan, banyak yang masih perlu disiapkan. Sedangkan menjadikanmu harapan, boleh aku sebut juga bagian dari tujuan?
Kamu perlu tahu, aku sedang berproses.


September 12, 2015

TITIKTEMU - SELAMAT DATANG

P
ada akhirnya aku ucapkan selamat datang di dunia tulisanku. Di mana rangkaian kata-kata bercerita apa adanya. Tentang hati dan segala macam bentuk perasaan-perasaannya.
Tentang buah pikiran yang lebih bebas berbicara lewat kata-kata. Tentang harapan dan doa-doa.         
Selamat telah menjadi bagian tulisan-tulisanku. Menjadi salah satu tema yang sering melatarbelakangi cerita-cerita itu. Menjadi 'nyawa' atas perasaan-perasaan yang bersembunyi di balik tulisan-tulisan. Menjadi tujuan di balik pesan tersurat yang diungkapkan.
Selamat menjadi tujuan berikutnya, tujuan ke mana cerita ini akan di arahkan. Dan mari bersama-sama menelusuri jejak-jejaknya. Kita lihat apa saja yang akan kita temukan kemudian.
Apa pendapatmu ketika sedang berselayar di lautan kata-kata yang di tuliskan oleh seseorang, tiba-tiba tidak sengaja kamu dapati ada satu ‘muara’ yang berisikan tumpah ruah perasaannya untukmu? dan kamu cukup yakin jika tulisan itu memang diam-diam ia tulis untukmu. Apa pendapatmu mengenai itu? Apa yang kamu rasakan kemudian? merasa beruntung atau apa?
Percayalah, akan beruntung sekali seseorang yang menjadi alasan orang lain untuk menulis.
“Kenapa begitu?”

“Karena menurutku dia sedang menjadi pusat perhatian. Pusat segala bentuk rasa diungkapkan. Dia sedang dijadikan tujuan.”

September 10, 2015

TITIKTEMU - RINDU

K
amu tahu, Fa. Aku menulis ini kala pagi. Setelah melihat aktivitas mereka yang kucintai, mulai sibuk menyongsong hari.
Waktu pagi memang paling alamiah membuat semua orang kembali bersemangat. Di keluarga ayahku yang hanya beranggotakan lima kepala saja sudah cukup berisik kala pagi.
Seruan-seruan bapakku yang menyuruh ‘jagoan kecilku’ untuk menyegerakan mandinya. –adik laki-lakiku memang paling senang jika sudah main air.
Barangkali akupun begitu sewaktu kecil.
Suasana semakin meriah ketika omelan mamaku mulai terdengar. Siapa lagi kalau bukan si Frei –kucing anggora jantan berbulu hitam-coklat, yang baru-baru ini bergabung menjadi penghuni rumah kami. Yang menjadi biang keladinya. Bekas makannya berserakan di mana-mana.
Yang diomeli segera ngumpet di balik meja. Aku tertawa melihat raut wajah kesalnya. Masih pagi sudah diomeli. Barangkali itu yang ada di benaknya. Kamu tak tahu saja Frei, itulah bentuk kasih sayang mama. Terkadang beliau memang menunjukkan rasa sayang dengan cara yang berbeda. Buktinya ketika kamu kemarin keluar rumah. Mama lah yang paling khawatir kamu akan pergi jauh.
Masih cerita pagi yang setiap hari terjadi di keluarga kecil kami. Keluarga Chiko family pun tak kalah riang kala pagi. Suara nyitnyit khas mereka yang meminta jatah makan ketika melihat mutiaraku keluar rumah.  Padahal adik perempuanku hanya akan menyapu halaman, bukan memberi sekelompok marmut makan.
Kamu tahu, Fa. Tidak selang lama rumah akan kembali sepi. Satu persatu akan keluar rumah, termasuk aku. Lihatlah cara pagi membuat semua orang kembali bersemangat. Untuk menggapai cita-cita. Melambungkan harapan. Meneruskan impian-impian. Dan setiap orang sudah pasti memiliki tujuan-tujuan.
Dan aku akan selalu rindu kebersamaan itu setiap pagi. Meskipun hanya berpisah tidak lebih dari satu hari. Saat petang semua kembali pulang. Selalu ada harapan kebersamaan itu masih akan berumur panjang.
Jujur saja aku juga ingin tahu keseruan apa ketika pagi di keluargamu. Kapan-kapan bolehlah kamu ceritakan kepadaku. Sambil menikmati kepulangan senja bersama misalnya.
Kamu tahu, Fa. Kenapa aku menceritakan kisah pagi itu kepadamu? –padahal sebelumnya bilang akan mengungkapkan rindu. Sebab bagiku rindu harus ikut ceria kala pagi. Rindu harus membersamai setiap doa kala dini hari.
Karena bagiku rindu adalah harapan. Rindu adalah bentuk dari doa-doa kebaikan. Sebab, ketika seseorang rindu, ia berharap yang dirindukan akan baik-baik saja, kan? Dan merindukanmu aku ingin tidak hanya sampai pada harapan. Rindu itu mengiringi langkah kaki menuju pertemuan-pertemuan. Rindu itu membersamai hati menuju tujuan.
Berbicara tujuan. Fa, aku perlu mengucapkan selamat datang.




September 09, 2015

TITIKTEMU - PERMULAAN

Fa, lama sekali aku tak menyapamu. Menyapa dalam artian yang sebenarnya. Sebab doa bentuk lain dari menyapa bukan? Untuk doa, namamu sudah menjadi kebiasaan, kusebut tanpa ketinggalan.
Untuk kali ini aku tak akan menanyakan kabar. Sebab, aku sedang tidak ingin banyak bertanya. Biar aku yang memberimu kabar. Kamu hanya perlu duduk manis membacanya. Aku yang akan bercerita banyak hal. Tentang keresahan-keresahan dalam pikiran. Tentang segala macam bentuk uneg-uneg yang segera ingin dimuntahkan.  Tentang perasaan-perasaan yang sudah memohon untuk segera di merdekakan.
Tentang suasana yang belakangan ini membuatku jenuh. Tentang rutinitias monoton yang hampir membuatku lelah. Dan aku ingin menceritakan itu agar semangatku kembali penuh.
Kamu tahu, membaca dan menulis bagiku salah satu ‘obat’ untukku mengusir gundah. Sebagai sarana katarsis. Semacam penyalur melepas emosi. Bahkan aku sudah berencana ketika usia menua nanti, dua kegiatan itu yang akan mengisi hari-hari selain ibadah. Kala senja sembari menikmati cemilan dan secangkir teh. Aku harap kamu tidak akan keberatan. Sebab aku memang ingin sekali banyak bercerita kepadamu. Menghabiskan banyak waktu bersamamu.  Dengan sedikit-banyak menyita perhatianmu. Dengan memintamu membaca keresahan-keresahanku.

Fa, rangkaian tulisan ini seperti halnya sebuah perjalanan. Perjalanan yang mengikutsertakan harapan. Dengan membacanya anggap saja aku sedang memintamu menjadi teman perjalanan. Bersama kita melangkah menuju titik tujuan. Dan akan aku mulai dengan alasan paling masuk akal ketika kembali menyapamu. Apalagi kalau bukan, rindu.