Desember 13, 2019

PORSI

"Suka merasa nggak adil nggak sih sama yang satu divisi tapi kerjaannya lebih sedikit dan nggak ada resiko?" 

"Nggak. Karena memang udah dikasih porsinya masing-masing. Mikirnya, mungkin dia diberi kemudahan di bagian itu, tapi siapa tahu dapat kesulitan di aspek yang lain. Sebaliknya, kita diberi sedikit kesulitan di bagian ini, bisa jadi di aspek lain allah kasih kemudahan."

"Tapi berarti pembagian kerjanya proporsional? nggak ada yang lebih banyak dan yang lain santai doang." 

"Aspek yang lain di sini, maksudnya kemudahan di luar kerjaan. Entah itu ujian hidup, atau ujian-ujian yang lainnya." 

"Iya benar juga, bersyukur kita diberi lebih banyak tanggung jawab dibarengi juga dengan kemampuannya." 

@azurazie_

TIDAK MUDAH KECEWA

Jangan mudah kecewa dengan orang lain karena dasar ketidaksesuaiannya dengan harapan kita. Dan seolah melupakan kebaikan-kebaikan yang telah ia berikan sebelumnya. Sebab, tiap-tiap orang punya batas maksimalnya dalam melakukan sesuatu. Tiap-tiap orang punya ketidaksempurnaannya masing-masing di waktu-waktu tertentu. Sebab, belum tentu kebaikan-kebaikan sebelumnya pun, kita mampu membalasnya dengan setimpal. Dengan sedikit pemakluman, mungkin segalanya bisa dirasa lebih adil. Suatu saat dirimu yang sedang mengalami ‘ketidaksempurnaan’ itu, orang lain tidak mudah kecewa kepadamu.

@azurazie_

Desember 12, 2019

IKHLAS MEMBAWA LEGA

Bila dalam memperjuangkan sesuatu, entah itu lelahmu, entah itu tentang sabarnya menunggu, entah ketidaknyamannya perasaan yang kadang datang sedikit kecewa, entah harta yang dipakai, tenaga yang tersisa, waktu yang habis digunakan atau apapun itu yang diperlukan dalam prosesnya. Pun ketidaksabarannya. Semoga hati itu akan senantiasa lapang. Ikhlas itu akan selalu dalam. Dengan harapan dan doa yang selalu ada di genggaman. Mengepal selalu menguatkan. Agar semuanya terhitung dalam kesatuan. Bernama sebaik-baiknya usaha. Agar tidak ada yang dianggap sia-sia. Sepenuh yakin, semua yang tengah dilalui ada dalam skenario terbaiknya. Hingga pada waktunya ada kabar baik yang membuat hati kita yang menanti menjadi lega.

@azurazie_

Desember 07, 2019

MALU SAMA ANAK KECIL

Tiga anak TPA sedang riuh di tempat wudhu. Saat itu kumandang adzan maghrib sudah hampir selesai dilantunkan muadzin. Ketiganya ikut bergegas untuk berwudhu seperti peserta shalat berjamaah yang lain. Satu anak di antaranya terlihat sudah selesai lebih dulu, sehingga menuntun ke dua temannya agar urutan anggota tubuh yang perlu dibasuh benar. Sesekali ia menginterupsi temannya agar mendahulukan bagian kanan dulu sebelum yang kiri.

“Tangan yang kanan dulu.”

“Sikutnya belum tuh.”

Betapa menggemaskan ketika melihat adegan itu, mengalir seperti air yang sedang mengalir. Tidak ada kesan canggung untuk memberitahu temannya yang salah, tidak ada kesan menggurui meskipun lebih mengerti dari yang lainnya. Gambaran kepedulian itu begitu indah. Seolah sedang berbagi kebaikan bersama. Untuk wudhu yang sempurna. Untuk shalat berjamaah yang lebih utama.

Tapi, ada kejadian yang lucu setelah itu. Selesai mengambil wudhu, kemudian ketiganya berbaris menghadap kiblat seraya menengadahkan doa bersama.

“Tunggu… tunggu.” Anak yang paling kecil di antara ketiganya merasa belum siap. Masih menurunkan gulungan celana.

“Udah belum?” Anak yang paling besar mencoba memastikan.
Kedua temannya itu kompak mengangguk.

Bismillahirrahmanirrahim..” Kompak ketiganya mengawali dengan basmalah. Aku yang kebetulan melihatnya semakin takjub dan tidak sabar mendengar lantunan doa berikutnya.

Alhamdullillahilladzi ahyaanaa…” Masih dengan suara yang lantang dan kompak.
Loh? aku spontan mengerutkan dahi. 

“ba’da maa amaatanaa…” 

Aduh kok jadi doa bangun tidur? Tiba-tiba saja mulut ini ketelepasan bertanya. Dan sedikit menyesal karena itu. 

“wa ilaihin nushur.” Mereka menuntaskan doanya bersamaan dengan memandang ke arahku dengan ekspresi bingung.

Duh, dek. Sungguh menyaksikan kepolosan kalian membuat senyum ini sumringah. Tapi, hati tiba-tiba mencelos. Terlepas dari salahnya doa yang mereka baca. Betapa sebagai orang yang umurnya semakin ‘tua’, seiring berjalannya waktu malah lebih banyak lupa untuk mengawali sesuatu dengan doa. Dari perkara doa ketika bangun tidur, hingga doa-doa lain yang mengiringi aktivitas sehari-hari.

Betapa seringnya kita tanpa sadar menghilangkan begitu saja nilai keberkahannya.
Malu.

@quotezie

Desember 01, 2019

TERBALIK

Nak, bila sepenuh yakin hati ini tentang pemeliharaan Allah atas tiap-tiap hambanya yang beriman. Tentu, hati ini tidak akan cemas untuk sesuatu yang belum atau akan datang. Sebab, Allah sebaik-baiknya dalam mewarisi sesuatu. Terlebih bila kita terbiasa berhusnudzon kepada-Nya. Bahwa skenario-Nya itu selalu menjadi yang terbaik.

Tapi, terkadang yang masih membuat cemas adalah, adakah kita termasuk orang-orang yang beruntung itu? yang selalu dianugerahi warisan-warisan terbaiknya. Yang selalu didahulukan dipenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Yang doa-doanya selalu mudah untuk dipertimbangkan.

Sedangkan kita tahu diri, lebih sering mencemaskan perihal dunia. Tentang rezeki yang inginnya dengan takaran-takaran lebih. Padalah sebenarnya sudah terjamin sejak lahir hingga mati. Dan hanya diperintahkan untuk berjalan dalam mencarinya. Justru kita kejar-kejar dari gelap hingga kembali gelap.

Dialah yang menjadikan bumi mudah bagimu, maka BERJALANLAH di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya. (QS. Al-Mulk: 15)

Sedangkan kita tahu diri, lebih sering mencemaskan perihal dunia. Tidak selalu “kami dengar dan kami taat.” Atas perkara ibadah. Di mulai dari panggilan adzan. Dan panggilan-panggilan lain.

Wahai orang yang beriman, apabila kalian diseru untuk menunaikan salat Jumat, maka BERLARILAH kalian MENGINGAT Allah dan tinggalkanlah jual beli. (QS. Al-Jumah: 9)

Maka BERLARILAH kembali taat kepada ALLAH. (QS. Adz-Dzaariyat: 50)

Maka BERLOMBA-LOMBALAH dalam berbuat KEBAIKAN. (QS. Al-Baqarah: 148)

@azurazie_

November 23, 2019

NILAI HARGA

Tiap-tiap sesuatu ada nilai harganya. Baik yang bersifat materi maupun non materi. Penilaiannya tidak selalu bergantung dengan label, struk, daftar harga ataupun istilah lainnya sebagai informasi sesuatu itu ada nilainya. Terkadang bentuk penilaiannya sesuai dengan keadaan atau sesuai dengan kebutuhan kita. Mungkin sesuatu yang kita sedang genggam, kita pikir amat besar nilai harganya. Sedangkan di mata orang lain sesuatu itu biasa saja. Sebab, ia sedang tidak membutuhkan di saat itu. Atau sebaliknya, sesuatu yang dianggap orang lain nilainya biasa saja, karena kita sangat butuh itu, sesuatu yang orang lain miliki itu jadi sesuatu yang sangat berharga. Boleh jadi kita rela mengeluarkan berapapun materi untuk mendapatkannya. Rela menukarnya dengan apa saja.

Tiap-tiap sesuatu ada nilai harganya. Tepatnya di saat kita sedang benar-benar membutuhkannya. Besar kecil sudah bukan jadi ukuran di saat itu, tetapi nilai kegunaan yang lebih diutamakan. Banyak contoh sederhana, sesuatu yang awalnya kita anggap remeh, tapi suatu ketika jadi ‘bumerang’ untuk kita karena pernah kita abaikan. Kesehatan, misalnya. Perkara tidak bisa buang angin saja bisa jadi masalah yang besar. Padahal sebelumnya bisa jadi kita merasa risih kalau ada yang buang angin sembarangan di tempat umum. Merasa risih dengan bau yang kita sendiri keluarkan.

Tiap-tiap sesuatu ada nilai harganya. Dan cara bijak untuk menghargai segala sesuatu itu dengan bersyukur. Agar segala sesutu itu nilainya tetap terjaga. Dalam keadaan lapang atau di saat benar-benar sedang kita butuhkan.

Dan sesuatu yang sering kita abaikan tentang nilai harganya adalah : Kesehatan dan Waktu Luang.

@azurazie_

November 22, 2019

CUKUP BERBUAT BAIK

Setelah membantu memudahkan urusan manusia, yakinlah setelah itu Allah akan menggerakkan hati orang lain untuk membantu memudahkan tiap-tiap urusan kita. Entah siapapun itu, baik yang sudah kenal dekat ataupun orang asing sekalipun. Terkadang seringnya datang dari yang tidak disangka-sangka. Entah balasan tunai di saat itu juga, atau menjadi tabungan untuk kemudahan di kemudian hari. Sebab seorang muslim selalu percaya firman Rabbnya, bahwa tiap-tiap kebaikan akan ada balasan kebaikan berikutnya.

Keyakinan yang sesederhana itu, mampu mengukuhkan hati untuk kita selalu berbuat baik. Baik dalam keadaan lapang atau dalam keadaan cukup sulit sekalipun. Tidak memikirkan untung-rugi. Karena balasan terbaik adalah pemberian dari Rabb yang Maha Kaya dan Memiliki segalanya.

@azurazie_

November 21, 2019

SADAR DIRI

Seandainya tiap-tiap orang sadar diri untuk berperan dengan baik sesuai dengan porsinya masing-masing. Dan memenuhi tiap-tiap kepentingannya sendiri. Tentu, tidak akan adalagi yang namanya : terlalu mengandalkan, selalu menunggu atau menjadi terlambat karena sesuatu.
 
@azurazie_

November 14, 2019

DOSA JEMARI TANGAN

Rasanya, memang lebih mudah jika sok paling benar dengan menasehati orang lain, dibanding muhasabah untuk diri sendiri. Mungkin memang begitulah sifat manusia pada dasarnya. Maka, izinkanlah saya dengan tulisan ini untuk sekadar menuangkan keresahan-keresahan yang tiba-tiba membenak di pikiran. Di awali dengan pertanyaan : Hari ini sudahkah kita menegur jemari tangan kita, tentang apa-apa yang sudah ia perbuat?
Mungkin kita pernah mendengar bahwa dosa yang paling sulit dihindari adalah dari penglihatan mata. Karena, biasanya yang pertama kali kita kenali atau kita cari itu diawali dengan melihatnya. Baik sengaja maupun awalnya tidak sengaja. Mata menjadi penentu tindakan kita selanjutnya akan berdampak apa. Untuk menambah kebaikan, atau menambah tumpukan aib sendiri yang suatu saat akan ditampakkan juga.
Tapi, pernahkan kita merenungi bahwa kita tidak bisa menampik, sebenarnya lebih terbiasa menumpuk dosa dengan jemari kita. Dengan ponsel yang lebih sering berada di genggaman. Apalagi kalau bukan interaksi di social media. Entah itu secara personal maupun yang bertebaran di grup-grup sejenis whatsapp dan lainnya. Ngerumpi online istilahnya, jika tidak ingin dibilang ghibah yang modern.
Seberapa sering di dalam sharing sesuatu itu, kita melupakan istilah ‘saring’ lebih dulu. Adakah manfaatnya membagikan sesuatu itu? Adakah nilai kebaikannya? Perlukah kita sebar? Semisal membagikan potongan video (yang lebih seringnya berisi konten yang menjerumus ke vulgar.)  atau membagikan potongan gambar yang sebenarnya tidak menambah nilai kebaikan apa-apa. Hanya untuk mengundang tertawaan,
Jemari tangan kita dengan mudahnya menumpuk dosa, dengan dalih hanya guyon, untuk lucu-lucuan, biar seru-seruan. Padahal kalau dipikirkan ulang, kelak dihari perhitungan semua itu akan di nampakkan kembali dengan detail, lengkap dengan historynya. Bahwa si fulan bin fulan pada tanggal sekian, waktu sekian, membagikan dosa jariah kepada si fulan, si fulan dan si fulan lainnya. Yang si fulan tersebut membagikan kembali kepada si fulan bin fulan, dan seterusnya, dan seterusnya. Hingga panjang sekali daftar riwayatnya. 

Makanya, terkadang hati kecil saya mah inginnya tidak perlu lah di undang di grup-grup mana pun. Dalam komunitas apapun. Karena biasanya apapun nama grupnya ada saja satu dua orang yang usil nyepam hal-hal di atas. Cukuplah kalau sekiaranya ada perlu atau sesuatu yang penting untuk dibagi ke saya, via japri saja. Tapi sayangnya kita sebagai manusia memang sudah selayaknya menjadi mahkluk sosial yang mau tidak mau, suka tidak suka ikut membaur. Sekalipun di social media.

Innalillah, maka, pertanyaan itu layak sekali untuk kita renungkan sesering mungkin,  
Hari ini sudahkah kita menegur jemari tangan kita, tentang apa-apa yang sudah ia perbuat?
Alih-alih menambah kebaikan-kebaikan dengan sharing yang bermanfaat, dan menjaga kualitas diri dengan setiap harinya menjadi pribadi yang lebih baik. Kita lebih sering lupa untuk menjaga kehormatan diri sendiri dengan tidak bijak dalam membagikan sesuatu di social media. Perkara sederhana yang perlu kita renungi dalam-dalam. Kemudian perbanyak istighfar diam-diam.

Semoga kita bisa lebih bijak dalam memilah-milah dan menahan diri untuk sesuatu yang tidak perlu.


November 11, 2019

LETAKNYA NIAT

Letaknya niat itu di dalam hati. Maka, bisa dianggap sah dan ada nilai dalam perbuatannya. Jika sudah begitu akan ada hasil dan dampak baik setelah mengerjakannya.

Mendidik niat dengan baik, boleh jadi yang terbaik ada dalam ritual shalat kita. Sebab ketika niat dalam hati dan takbiraratul ihram, sudah tentu setelahnya seluruh anggota badan lain akan sungguh-sungguh menunaikan rukun-rukun dan sunnah yang berkaitan dalam shalat.

Karena niat pula, kita jadi terbiasa terpanggil untuk memenuhi kewajiban sebagai seorang muslim tiap-tiap waktunya. Meski harus bangun lebih dini hari untuk shalat shubuh, misalnya. Atau sebagaimana yang kita ketahui bersama tentang sebuah kekuatan niat untuk seseorang yang menunaikan puasa.

Sungguh betapa pentingnya andil sebuah niat dalam keseharian kita. Karena menjadi penggerak untuk lebih sungguh-sungguh dalam memenuhi segala yang kita harapkan. Apa-apa yang kita sedang butuhkan.

Maka, periksalah kembali segala niat baikmu selama ini untuk menuntaskan sesuatu. Yang memang sudah jauh-jauh hari ingin kamu capai. Jangan-jangan selalu terasa ‘jalan di tempat’ karena niatnya baru sekadar dalam pikiran, belum teguh dan sungguh-sungguh di dalam hati. Jangan-jangan niat-niat itu tidak maju-maju karena cuma menjadi sebatas rencana, hingga seringkali berakhir hanya menjadi wacana.

Periksa kembali letak niatmu, sudah sungguh-sungguh terucap di dalam hati. Atau baru sekadar angan-angan dalam pikiran. Semoga dengan begitu, setelah ini ada energi positif yang tiba-tiba menyalakan kembali harapan-harapan itu. Menumbuhkan kembali semangat itu. Untuk menuntas kan kembali dengan usaha yang paling maksimal, segala sesuatu yang pernah dimulai atau memang baru akan dikerjaan. Hingga pada akhirnya bisa benar-benar tercapai sesuai dengan harapan.

@azurazie_

Oktober 29, 2019

KEBAIKAN ALLAH

Jika tidak ada lagi kebaikan Allah pada dirimu, sekali saja kau berbuat maksiat. Maka, pada saat itu pula hilanglah iman di hatimu. Dengan mengingat hal demikian, sadarlah kita betapa Allah amat bermurah hati kepada hamba-hamba-Nya. 

@azurazie_

Oktober 26, 2019

BAGI SEORANG MUSLIM

Bagi seorang muslim, pendekatan terbaik kepada Tuhannya adalah pada saat sujud di tiap-tiap shalatnya. Menjalankan sebaik-baiknya fitrah sebagai manusia yang diciptakan memang untuk beribadah. Sujud berserah dengan sepenuh hati, meyakini La haula wala quwwata illa billah. Dan sebaik-baiknya menjaga hubungan itu adalah dengan selalu shalat tepat waktu. Tidak dengan terburu-buru dan tidak lupa berdoa setelah itu.

Bagi seorang muslim, kadar rasa syukur terbaik adalah dikala kondisi sedang sempit. Meski mungkin sempat ada keluh pada lidahnya, hatinya tetap berbaik sangka bahwa apa yang sedang dialami semata-mata ‘hadza min fadhli Rabbi’. Meyakini sepenuh hati, akan selalu ada pundak yang kokoh untuk tiap-tiap beban. Maka, rasa syukur di kala sempit itu adalah perasaan paling murni, intisari dari sikap ikhlas menerima apa adanya, pada tiap-tiap ketetapan yang sedang berjalan. Lebih-lebih lagi kadar syukur itu bisa meningkat pesat, pada tiap-tiap kemudahan yang sedang dirasakan.

@azurazie_

Oktober 19, 2019

SIFAT BERKELUH KESAH MANUSIA

Memang sudah dasarnya, sifat manusia itu Halu’a a.k.a suka ‘berkeluh kesah’.
Sebagaimana telah termaktub dalam QS. 70:19.  “Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir”.
Sedikit-sedikit mudah mengeluh. Selalu ada saja yang mudah dirasa jika di luar keinginannya, jauh dari ekspektasinya.
Kecuali orang-orang yang mengerjakan sholat. Yang mereka itu tetap mengerjakan shalatnya. QS. 70:22-23

Maka, benar adanya shalat yang sudah ditentukan waktu-waktunya itu, adalah kunci jawaban di antara persoalan-persoalan hidup sehari-hari. Bahwa dibalik kewajiban kita sebagai seorang muslim untuk menunaikan shalat yang lima waktu, ada solusi untuk mengatasi sifat selalu berkeluh kesah tersebut. Bila kewajiban shalat itu sudah bisa kita rasakan sebagai sebuah kebutuhan.

Wallohu'alambishowab 

@azurazie_

Oktober 12, 2019

TERKAIT YANG TERIKAT

Terkait rezekimu, sudah terikat takarannya. Bukan soal banyak sedikit jumlahnya. Tapi, dimana letak berkahnya. Bermula dari bagaimana cara ikhtiarnya. Karena tiap-tiap yang halal, berpengaruh besar untuk hal-hal yang lainnya.

Terkait jodohmu, sudah terikat pasangannya. Bukan soal cepat atau lambat datangnya. Tapi, dimana letak mengupayakan temunya. Bermula dari bagaimana cara memantaskan dirinya. Karena tiap-tiap yang baik sudah tentu cenderung mendekat(i) hal-hal baik lainnya.

Maka, terkait dengan hal-hal yang jauh-jauh hari sudah ditentukan takdirnya. Maka, siapapun dirimu, apapun saat ini profesimu, sudah terikat kontrak amanah untuk menjaga diri dengan sebaik-baiknya berperan. Menjaga kualitas diri untuk memperoleh kuantitas hak yang akan diperoleh kemudian. Menunggu dengan sebaik-baiknya ikhtiar untuk menjemput ketetapan waktu terbaiknya. Karena ketetapan-Mu, selalu ada dalam ketepatan waktu.

@azurazie_

Oktober 05, 2019

KEHADIRANMU

Nak, setelah lauhul mahfuz, rahim adalah tempat terbaikmu saat ini. Masa dimana kamu tumbuh dan berkembang sebagai janin hingga sembilan bulan lamanya. Maka, bertumbuhlah dengan baik. Membersamai doa dan harapan kami sebagai orangtuamu kepada Allah Sang Maha Pencipta dengan sebaik-baiknya bentuk.

Kau tahu, Nak. Sejak tanda kehadiranmu di W4 hingga saat ini memasuki W29, ada saja tentangmu yang membuat kami haru. Bertambahlah rasa syukur itu. Mengingatkan kami bahwa betapa berharganya sebuah kehidupan yang telah Allah anugerahkan. Tentang itu, ibumu yang paling mengerti bagaimana rasanya. Karena dirimu tumbuh pada rahimnya yang mulia. Tiap-tiap perkembanganmu, ibumu yang paling dulu merasakannya.

Aku masih ingat bagaimana ekspresi ibumu ketika untuk pertama kalinya mendengar denyut jantungmu. Entah sudah berapa kali kudapati ibumu menyeka air matanya. Lebih-lebih di week saat ini. Ibumu selalu antusias ketika menceritakan dirimu sudah mulai aktif bergerak pada perutnya. Seolah-olah sudah bisa diajak ngobrol dan bercanda.

Nak, sejak kehadiranmu pada rahim ibumu, selalu saja membuat kami merasa gembira. Ada saja moment-moment yang membuat kami begitu gemas. Semisal, kebiasaan kita di waktu malam. Ibumu selalu mengingatkan untuk membaca shalawat sebelum beranjak tidur. Dan dirimu selalu lebih antusias bergerak di dalam rahimnya ketika shalawat itu sedang aku lantunkan. Gerakanmu jadi lebih menggemaskan dari biasanya. Seolah dirimu sudah hafal dan ikut shalawatan. Seolah kita sama-sama sedang merindu baginda tercinta Muhammad Rasulullah di waktu bersamaan.

Hmm, sudah tentu begitu kan? Bukankah sejak di lauhul mahfuz hingga kini berada di alam rahim, tentang mengenal Allah dan kekasih-Nya Muhammad Rasulullah adalah fitrah dasar bagi seluruh anak manusia?

Nak, rasa-rasanya aku perlu berterima kasih kepadamu. Semenjak kehadiranmu dalam rahim ibumu. Aku mengerti bahwa, ternyata Allah memberi lupa untuk kemudian hari menjadi pelajaran hidup yang berharga ketika menjadi orangtua. Sebagai manusia, kita tidak pernah diberi ingat masa-masa masih hidup di dalam rahim. Tentang apa saja yang pernah dialami. Apa saja tahapan yang sudah di lewati. Bahkan memori itu terbatas, tidak banyak yang masih bisa mengingat masa-masa balitanya.

Masya Allah, itu skenario Allah yang luar biasa yang kini sedang aku rasakan, Nak. Bahwa, Lahnan 'ala Wahnin yang sedang ibumu rasakan saat-saat mengandungmu, adalah pelajaran hidup yang amat berharga dalam hidupku. Seolah-olah sedang diberi ingat, dulu aku pun pernah berada di rahim seorang ibu yang mulia, (yang kelak kamu panggil nenek.)

Dulu aku pun pernah menjadi sebab, di kala malam tidur tak bisa lagi nyenyak dan leluasa untuk bergerak. Menjadi sebab, punggung tetiba sakit dan perut terasa cepat lapar tetapi dibarengi mual.
Barangkali aku tidak begitu bisa menggambarkan kesusahan-kesusahan yang tengah dialami seorang ibu di kala mengandung anaknya. Karena sebagai laki-laki hanya bisa melihatnya saja. Dan saat ini hal itu seolah menjadi cambuk untukku, agar tidak menyakiti hati seorang ibu, apalagi mendurhakainya.

Tapi percayalah, Nak, sebab kehadiranmu menjadi akibat ibumu lebih sumringah senyumnya di kala syukur. Lebih merasakan nikmatnya di kala sabar. Maka. teruslah bertumbuh dengan baik, dengan doa dan harapan yang selalu membersamaimu tiap harinya.

@azurazie_

September 13, 2019

YAUMUL JUMU'AH

Berkah itu kebaikan yang bertambah. Point penting untuk para penjemput rezeki yang sejak pagi sudah bertebaran di muka bumi ini. Sedikit banyak bukan ukuran. Berkah dari hal-hal yang baik menjadi tujuan. Banyak tak menjamin mencukupi. Berkah meski dari yang sedikit, membuat segala sesuatu menjadi lebih terpenuhi. 

Dan teruntuk orang -orang yang kehadirannya membuat tiap-tiap urusanmu menjadi terasa lebih mudah. Hingga membuat kehidupanmu menjadi lebih baik. Do’akanlah, agar kebaikan-kebaikan itu pun selalu membersamai mereka. Agar kemudahan-kemudahan pun senantiasa ada di tiap-tiap urusan mereka.

Selamat mendulang berkah dan kebaikan hari ini.
Jangan lupa Al-kahfi dan sholawat nya.
Untuk menambah kebaikan, untuk menambah keberkahan.

@azurazie

September 12, 2019

NASIHAT

Nak,
Tiap-tiap kebaikan yang datang padamu, sesederhana apapun itu, segeralah untuk mensyukurinya. Sebab, seringnya kita terlambat menyadari bahwa kebaikan itulah yang ternyata memiliki energi positif lebih banyak untuk kemudahan-kemudahan yang kita rasakan kemudian.
Sedangkan seringnya kita mudah sekali untuk berkeluh kesah dengan hal-hal kecil yang tidak sesuai dengan harapan kita. Yang boleh jadi hal yang demikian itu adalah permulaan dari kesulitan-kesulitan yang mau tidak mau akan kita hadapi berikutnya.

Nak,
Untuk tiap-tiap rezeki yang datang padamu dan jauh dari ekspektasi untuk memenuhi tiap-tiap kebutuhanmu. Tak perlu mengeluh apalagi sampai memaki keadaan. Sebab, bagaimana Allah akan menambah karunia-Nya kepadamu, bila yang sedikit saja tidak menambah pundi-pundi syukur, tapi lebih suka menunjukkan ‘sukar’.
Maka, lebih bijaklah dalam bersikap, sampai Allah menilaimu lebih siap untuk menerima tiap-tiap pemberian yang lebih dari sebelumnya.Kerana dirimu sudah semakin bijak dalam bersyukur dan bersabar.

@azurazie

September 09, 2019

TERTUNDA, PERTANDA

Seharusnya perasaan bagi seorang muslim itu simple. Selalu berbaik sangka kepada Allah. Tidak mudah ngedumel.

engedepankan prasangka terbaiknya. Percaya kepada Allah menjadi muslim yang penurut. Barangkali sesuatu ditunda itu adalah pertanda bahwa Allah sedang menyempurnakan skenario terbaiknya untuk kita. Dengan sikap kita yang lebih siap saat nanti menerima dan menjalaninya. Dibalik penundaan itu adalah pertanda waktu terbaiknya bukan saat sedang kita inginkan. Tapi, datang saat benar-benar kita butuhkan.

Semoga dengan pemahaman itu, memuat hati kita menjadi jauh lebih lapang dalam menerima setiap ketetapan. Karena ketetapan-Mu selalu ada dalam ketepatan waktu.

@azurazie_

September 06, 2019

BERPERAN, BAPERAN

Semoga, segala sesuatu yang seringkali menuntutmu untuk lebih banyak berperan. Seiring berjalannya waktu dan bertambahnya usia. Semoga mampu menuntunmu menjadi lebih bijak dan tidak mudah baperan.

Karena yang terpenting adalah bagaimana keberadaanmu itu bermanfaat untuk sesama. Hingga kebaikan-kebaikan lain ikut menyertai keseharianmu jua.

@azurazie_

September 04, 2019

DIBERI MAAF

Barangkali satu-satunya perkara yang dibolehkan untuk terlalu menaruh harap kepada manusia adalah : diberi maaf. 

Karena permintaan maaf adalah hutang yang perlu ditunaikan selagi di dunia. Di akhirat, sekecil apapun ‘sakit hati’ manusia terhadap perbuatan kita dan sebanyak apapun kebaikan yang pernah kita punya, belum tentu cukup dihitung untuk menebus kesalahan kita terhadap sesama. Bila manusia tersebut tidak memberi maaf selagi di dunia. 

Barangkali satu-satunya perkara yang dibolehkan untuk terlalu menaruh harap kepada manusia adalah : diberi maaf. Selain itu, janganlah berlebihan dalam menaruh harap kepada manusia.

@azurazie_

Agustus 19, 2019

SEDEKAT APA

Kira-kira, sedekat apa seseorang dengan kekasih hatinya. Yang sepanjang deru napasnya memanggil-manggil nama itu tanpa pernah merasa bosan. Nama pujaannya itu tersebut dalam rintih doa, tanpa sekalipun ketinggalan.

Ketika sendiri menyepi, tenggelam dalam kerinduan, nama kekasihnya itu menggetarkan palung hati, hingga tak terasa air mata merembas di pipi.

Kira-kira, sedekat apa seseorang dengan kekasih hatinya. Meski sepanjang hidupnya, sosok yang dicintainya itu tidak pernah ditemui. Ia tetap berbesar hati, sepenuh harap, suatu saat nanti, ada kesempatan dirinya akan dikenali. Rindu itu tersambut dengan berbalik dicintai.

Kira-kira, sedekat apa seseorang dengan kekasih hatinya. Jika sepanjang sepengetahuanmu sudah begitu dekat. Sepanjang yang terdengar olehmu, hatinya itu sudah begitu terpaut.

Apalagi yang sudah diluar kuasamu untuk mengetahuinya. Tak kan mungkin lagi dirimu menerka-nerka, sedekat apa seseorang itu dengan kekasih hatinya.

Tidakkah dirimu cemburu, bila ada seseorang yang sedekat itu dengan kekasih hatinya. Sedangkan dirimu, terhitung sedikit sekali meluangkan waktu untuk sekadar menyebut-nyebut namanya. Apalagi perihal meneladani kehidupannya. Perihal menerapkan tiap-tiap sunnahnya. Rasanya... teramat jauh untuk dibandingkan. Yang seperti itu, apa masih bisa dikategorikan benar-benar cinta? Dan masih berbangga hati ingin ikut diakui sebagai bagian dari ummatnya.

Kira-kira, sedekat apa seseorang dengan kekasih hatinya. Tersebutlah dalam sejarah, Rabiah Al-Adawiyah, tidak kurang kesehariannya menyebut-nyebut nama kekasih hatinya hingga puluhan ribu shalawat. Dan ketika ditanya untuk apa bershalawat sebanyak itu? Sederhana saja, ia ingin dibanggakan sebagai bagian dari ummat Rasulullah. Sang kekasih hatinya.

Oh, adakah yang lebih indah dari itu? Tatkala dibanggakan di hadapan seluruh manusia yang berkumpul di padang Mahsyar. Tatkala manusia-manusia sibuk meminta pertolongan. Rasulullah pun berseru... inilah ummati.... ummati... ummati.... yang sepanjang hidupnya mencintaiku dan akupun mencintainya. Yang sepanjang deru napasnya merindukanku. Dan akupun merindukannya.

Sungguh, adakah yang lebih indah dari itu? Ketika sang kekasih hati sudah tak lagi hanya terasa dekat. Akan tetapi mengulurkan tangan mulianya untuk memberimu syafa'at.

Kira-kira, sedekat apa seseorang dengan kekasih hatinya. Sedekat dirimu yang membutuhkan lebih banyak lagi bershalawat.

@azurazie_

Agustus 16, 2019

SEPENUH YAKIN

Bila pada hatimu sepenuh yakin, ketika memudahkan urusan orang lain akan bergembira hatinya. Maka akan lapang pula dadanya untuk mendoakan kebaikan-kebaikan berikutnya. Sembari berharap kita pun sedikit kecipratan dari kebaikan-kebaikan itu. Hingga tanpa disadari urusan-urusan kita pun terasa menjadi lebih mudah. Tanpa disangka-sangka orang lain pun tanpa pamrih mau membantu urusan-urusan kita. 

Membantu memudahkan urusan orang lain dari hal-hal sederhana, tidak perlu selalu sesuatu yang besar tapi tetap bisa menyentuh hatinya dengan senyuman penuh syukur.

Membantu memudahkan urusan orang lain dengan hal-hal sederhana. Memberikan uang pas dalam membeli sesuatu, misalnya.

Bila pada hatimu sepenuh yakin, bahwa skenario Allah adalah yang terbaik untuk tiap-tiap hamba-Nya yang beriman. Beriman kepada Qada dan Qadar. Untuk setiap ketetapan-ketetapan. Seharusnya perasaanmu tetap tenang, bila sesekali apa yang telah engkau rencanakan sebelumnya. Ternyata tidak sesuai ekspektasi. Jauh sekali dari harapan. Keinginan itu tiba-tiba berguguran. Tersebab berganti dengan rasa syukur. Bahwa apa yang sedang kamu jalani saat ini adalah pengganti dari skenario yang lebih baik. Bahwa berhusnudzon dengan takdir yang telah jauh dituliskan, adalah sesuatu yang sebenarnya lebih kamu butuhkan untuk dijalani saat ini.

Jangan mudah berkecil hati.

@azurazie_

Agustus 04, 2019

TIAP-TIAP SELESAI URUSAN

"Bagi seorang muslim, tiap-tiap selesai urusan yang satu. Ia akan tetap bersungguh-sungguh untuk melaksanakan urusan yang lain."

Seharusnya intisari dari salah satu Firman Allah tersebut. (94:7) Cukup menjadi alasan untuk kita berbesar hati agar tetap semangat menjalani rutinitas sehari-hari.

Tersebab Lillah tiada mengenal keluh.

@azurazie_

Agustus 03, 2019

KEMAMPUAN DAN KEMAUAN

Bila segala sesuatu diukur dengan kemampuan diri, tidak akan tercukupi segala kemauan manusia.
Selalu akan terasa lelah.

Bila segala sesuatu sesuai dengan kemauan Allah. Insya Allah apapun itu telah diukur sesuai dengan kemampuan manusia.
Selalu akan terasa Lillah.


@azurazie_

Juli 15, 2019

DIBERI LUPA

Diantara musibah kecil yang perlu kita waspadai adalah 'diberi lupa'. Sehingga kebaikan-kebaikan kecil yang pada dasarnya mempengaruhi banyak hal, bisa hilang begitu saja karena lupa. Lenyap sudah nilai keberkahannya. Semisal lupa membaca Bismillah ketika makan-minum. Lupa mengucap tahmid ketika bersin. Dan kebaikan-kebaikan kecil lain yang seharusnya selalu melekat diingatan. Seharusnya menjadi kebiasaan.

Diantara musibah kecil yang perlu kita waspadai adalah 'diberi lupa'. Sampai-sampai 'diberi lupa' untuk meringankan beban orang lain dengan memperhatikan hak-haknya yang masih tertangguh di kita. 

Jangan sampai kita sering ‘diberi lupa’ karena ingatan itu terhalau oleh dosa-dosa yang kian menumpuk. Hingga apa-apa yang kita upayakan, apa-apa yang kita peroleh, jauh dari keberkahan.

 @azurazie_

Juli 13, 2019

SEJENGKAL, SEHASTA, SEDEPA?

Duhai diri….

Pernahkah kamu bertanya-tanya pada dirimu sendiri, sejauh apa jarakmu dengan orang-orang yang selalu mendekatkan diri kepada Allah Ta'ala.

Mereka yang terbiasa sejengkal lebih patuh dalam ketaatan. Selalu Sami'na Wa Ato'na, tanpa banyak pertimbangan. Mencintai Allah dengan sungguh-sungguh, dan Allah pun membalas cinta mereka sehasta lebih dekat. Dengan hidup yang terasa begitu berkah dalam nikmat.

Pernahkah kamu menerka-nerka pada dirimu sendiri, sejauh apa jarakmu saat ini? Yang masih saja mempertimbangkan banyak hal untuk sekadar tepat waktu dalam beribadah. Acuh dalam memenuhi tiap-tiap panggilan adzan. Lebih banyak berdalih. Tanggung sebentar lagi? Nanti-nanti? Masih banyak waktu? Mengerjakan ini dulu?

Sedangkan orang lain selalu antusias berduyun-duyun, berusaha sedepa lebih dekat derajat imannya dengan orang-orang yang terpilih. Mereka yang dimuliakan di bumi, hingga amalannya terkenal di langit.

Pernahkah kamu begitu cemburu dengan kedekatan mereka? Minimal, berharap ada dalam satu barisan dengan orang-orang soleh. Dalam satu shaf yang sama. Yang Allah amat dekat Rahman Rahim-Nya kepada mereka.

Sudahkah kamu tahu posisimu kini ada dimana? Sejengkal? Sehasta? Sedepa? Dalam mendekati-Nya? Atau berjalan? Berlari semakin jauh meninggalkan-Nya?

@azurazie_

Juli 06, 2019

DIBERI INGAT

Di antara nikmat yang perlu disyukuri adalah 'diberi ingat'.
Apalagi bila ingatan itu berpengaruh besar terhadap kebahagiaan orang lain. Semisal, tentang sesuatu yang pernah dijanjikan sebelumnya. Pemberian sudah terlanjur diniatkan.

Apalagi bila diberi ingat untuk selalu menambah kebaikan. Untuk selalu menumbuh harapan. Ingatan itu nikmat yang tiada tara yang kita rasakan. Semisal, diberi ingat untuk selalu tepat waktu dalam beribadah. Sampai diberi ingat untuk mengembalikan hak-hak orang lain.

Salah satu nikmat yang perlu disyukuri adalah ‘diberi ingat’. Sebab dengan itu banyak hal-hal positif yang mempengaruhi keseharian kita. Sampai berpengaruh untuk perasaan orang lain.
Moment apa yang pernah kamu alami ketika 'diberi ingat’ akan sesuatu, saat itu kamu begitu bersyukur?

@azurazie_

Juni 30, 2019

HADIRKAN HATI, LIBATKAN IMAN

Hadirkan hati, libatkan iman. Agar tiap-tiap yang telah menjadi ketetapan. senantiasa selalu dalam lingkup syukur dan sabar. lalu, bagian mana yang kamu tidak bisa syukuri, jika salah satu doamu sudah dikabulkan. Baik secara sadar ataupun tidak, kamu merasa mendapatkan kemudahan. Lalu, apakah kamu tetap masih bisa bersyukur, bila ketetapan itu, jauh sekali dengan harapan? bukankah kita masih bernyawa pun, itu bisa dikatakan adalah sebuah keberkahan. Barakallah, karena berkah adalah kebaikan yang bertambah. tapi, apakah kamu tahu, setiap apa yang kamu lakukan itu, pada akhirnya allah ridho secara penuh. Apakah kamu tahu, perbuatan buruk mana, walaupun sesederhana itu, yang pada nantinya dihisab dengan pedih.

@azurazie_

Mei 16, 2019

TAHUKAH KAMU?

Tahukah kamu?
Sebagaimana yang termaktub dalam Al-Qur'an, bahwa tamu-tamu Allah pada bulan Ramadhan adalah orang-orang yang beriman. Yang patuh menunaikan ibadah puasa sebagaimana mengikuti orang-orang yang beriman terdahulu untuk menjadi taqwa. Maka, untuk orang-orang yang hatinya tetap tidak tergerak untuk panggilan itu, walaupun kondisinya sebenarnya mampu untuk berpuasa, boleh jadi orang-orang tersebut pun sedang mengikuti jejak orang-orang terdahulu. Yang ingkar akan nikmat Allah yang diberikan kepadanya. Maka, pertanyakan pada hatimu ingin ikut dalam golongan yang mana?

@azurazie_

April 26, 2019

NAMANYA JUGA ANAK-ANAK

Kenapa kau habis wudhu bukannya masuk masjid malahan senyum-senyum sendiri.” Kalam menepuk punggung Jim yang ketahuan sedang memperhatikan anak-anak TPA yang sedang belajar shalat berjamaah.
“Bikin kaget saja kamu, Lam. Nggak, tadi merasa lucu aja melihat tingkah laku anak-anak tuh. Di luar tingkah laku mereka yang seringnya masih main-main dalam beribadah, ada saja yang membuat kita sebagai orang dewasa jadi merenung.”
“Misalnya?” Kalam mulai penasaran.
“Contohnya, tadi sewaktu wudhu ada dua anak yang hampir berantem gara-gara soal tumit. Yang satu ngasih tahu kalau wudhu temannya nggak sah karena dia lihat mata kaki temannya itu belum basah. Yang dikasih tahu juga ngotot kalau wudhu yang dia lakukan sudah benar. Ia merasa sudah membasuh semua kakinya bahkan sampai dengkul.”
“Terus menurutmu anak mana yang lebih benar?”
“Tadi sih pas diperhatikan si anak yang wudhu memang sudah basah dari dengkul hingga jari kaki. Tapi memang sebelah mata kakinya belum basah sempurna. Yang dia basuh cuma bagian kaki depan doang. Si anak yang menegor temannya juga sebenarnya wudhunya belum sempurna benar. Cepat banget udah seperti capung minum air.”
“Berarti kita masih punya PR untuk praktek wudhu lagi besok.” Kalam menyimpulkan.
“Nah, pas mau masuk masjid ada lagi anak-anak yang berantem. Yang ini lebih lucu lagi. Ada anak laki-laki yang main kejar-kejaran dan nggak sengaja menabrak anak perempuan yang sudah memakai mukena. Yang lain jadi ikutan ramai sambil berseru ‘batal tuh wudhunya kan kena kulit’. Anak perempuan yang ditabrak keliatan masygul karena merasa udah pakai mukena malas bukanya lagi.”
“Waduh ada-ada aja mereka.”
“Lucu melihat tingkah mereka yang secara nggak langsung lagi menerapkan hukum fiqih. Walaupun sebenarnya usia mereka masih jauh dari baligh.”
“Iya betul, Jim. Kita yang sudah lama baligh malah seringnya nggak hati-hati ya. Menabrak hukum ini itu.”
“Nah, itu yang tadi aku maksud jadi merenungi banyak hal. Kita masih suka susah menjaga diri bersentuhan dengan yang bukan mahrom. Baik yang nggak sengaja apalagi yang terang-terangan berjabatan tangan. Padahal di luar punya wudhu pun sudah haram hukumnya. Innalillah.”
“Betul sekali, Jim. Belum tentu wudhu kita juga sudah sempurna ya. Masih harus banyak belajar menjadi muslim yang kaffah. Yang menerapkan ketentuan-ketentuan dalam islam secara menyeluruh. Nggak sekadar maunya mengambil yang ringan-ringan saja. Yang memberatkan nafsu malah diabaikan.”
“Betul sekali, Lam.”
@azurazie_

April 25, 2019

MUNGKIN MEMANG TIDAK SEBERAPA


Waktu sudah menunjukkan pukul 21 lebih 15 menit, sudah cukup larut untuk para pekerja yang seharian berjuang untuk menafkahi diri sendiri dan keluarganya. Aku satu di antara yang selarut ini belum sampai rumah. Perjalanan cukup macet, sehingga aku memutuskan menepi untuk sekadar mencari minuman dingin di salah satu minimarket yang cabangnya makin menjamur saja.

Toko ini sedang tidak terlalu ramai, di depan kasir hanya ada satu pelanggan yang sedang bertransaksi. Seorang bapak yang aku taksir usianya sekitar 40-42 tahun. Kebetulan tadi masuknya berbarengan denganku. Ia membawa beberapa berkas di tangan kirinya.

Si bapak tersebut membeli beras 5kg, susu formula, tissue, dan 2 snack ukuran 200gr. Meski belanjaannya hanya 5 item produk, tapi transaksi itu belum juga selesai. Setelah diperhatikan, ternyata si bapak membayar dengan kartu debit. Dan mesin EDC-nya seperti sedang bermasalah, sehingga prosesnya gagal terus.

Ada yang menarik dengan transaksi yang sedang aku perhatikan ini. Sejak pertama masuk toko ini, aku menilai si penjaga kasir (laki-laki usianya sekitar 30-31 tahun) pelayanannya tidak terlalu ramah. SOP standartnya tidak jalan. Seperti 3S yang menjadi kewajiban sebagai pelayan di sebuah minimarket pun tidak ia jalankan.

Beberapa kali si penjaga kasir ngedumel sendiri, karena mesin EDC yang bermasalah. Si Bapak pembeli terlihat begitu sabar sembari menahan kantuk dan berulang kali melirik jam tangan. Sudah pasti keluarganya sudah menunggu di rumah.

“Ada uang cash, aja pak?” tanya si penjaga kasir tanpa memandang ke arah pembeli.

“Totalnya berapa emang?”

“64 Ribu, Pak.” Si penjaga kasir mengembalikan kartu ATM.

“Ya udah saya ke atm dulu.”

Kebetulan di dalam toko memang tersedia mesin ATM salah satu Bank. Kena biaya admin tambahan karena tarik tunai antar Bank.

Sembari menunggu si bapak tadi menarik uang di ATM, aku maju untuk bertransaksi. Tidak banyak yang aku beli, satu minuman dingin, satu lagi roti isi strawbery. Tidak lama kemudian si Bapak tadi kembali ke meja kasir dan menyodorkan dua lembar pecahan 50an.

“Kembaliannya pak 46ribu.” Si penjaga kasir memberikan uang 2 lembar pecahan 20an dan 3 lembar pecahan 2 ribuan, lengkap dengan struk belanjaannya.

“Terima kasih.” Jawab Si Bapak sambil siap-siap membawa belanjaannya. Tangan kanan membawa beras, tangan kiri ada berkas dan 4 belanjaan lain. Kebijakan baru walikota sudah melarang menyediakan kantung plastik untuk membawa barang belanjaan.

Melihat si bapak sepertinya kerepotan, aku menawarkan diri untuk membantu membawakan sebagian belanjaanya. Tapi, si bapak menolak dengan ramah karena merasa masih mampu sendiri. Aku hanya membantu membukakan pintu keluar saja.

Sesampainya di parkiran tiba-tiba si Bapak berhenti.

“Ada apa pak? Apa ada yang ketinggalan?” tanyaku basa-basi.

“Ternyata uang kembaliannya kelebihan 10ribu, nak.” Si bapak terlihat memastikan ulang hitungannya. “Kalau sekiranya sedang tidak buru-buru, bapak minta tolong, jagain sebentar barang-barang ini ya, nak.”

Aku mengangguk bersedia dan memperhatikan si bapak masuk kembali ke dalam toko demi untuk mengembalikan uang kembalian yang lebih. Masya allah, aku tersenyum memperhatikan kejadian ini. Meski sudah semakin larut, dan sudah pasti merasa lelah karena aktivitas seharian. Masih ada yang teliti dan bersedia untuk mengembalikan sesuatu yang bukan menjadi haknya. Meski mungkin untuk sebagian orang uang 10ribu itu nilainya tidak seberapa.

“Terima kasih loh, Nak sudah dibantu.” Kata si Bapak setelah kembali ke parkiran. “Alhamdulillah, Allah masih menjaga bapak.”

“Maaf, maksudnya gimana, pak?” Aku penasaran ingin tahu.

“Iya, Allah masih menggerakkan hati bapak untuk teliti menghitung kembalian. Jadi hak orang lain tidak terbawa pulang sampai rumah.”

“Walaupun hanya uang selembar senilai 10ribu ya, Pak?”

“Bagi karyawan toko tadi, selembar 10ribu itu bisa jadi sangat berarti, Nak. Karena termasuk gaji hariannya. Yang sudah menjaga amanah toko ini selama 8 jam kerja. Sedangkan bagi kita mungkin tidak ada apa-apanya, tidak banyak menambah tabungan atau terlalu sedikit juga untuk tambahan uang belanja. Tapi, satu lembar itu bisa jadi sumber penyakit yang bisa termakan oleh keluarga kita di rumah. Rezekinya jadi tidak berkah. Alhamdulillah, Allah masih menjaga keluarga bapak dari kemudhorotan yang bisa saja timbul karena hal itu.”

“Masya Allah, Pak. Terima kasih atas nasihat berharganya ini.” Kataku benar-benar merasa beruntung mendengarnya.

“Sama-sama, Nak. Bapak sedang mengingatkan diri sendiri. Mari lanjutkan perjalan lagi. Masih jauh toh sampai rumah?”

“Lumayan jauh, Pak.”

“Kalau begitu hati-hati di jalan. Bapak duluan.” Si Bapak pamit lebih dulu meninggalkan parkiran

“Assalamu’alaikum.”

“Wa’alaikumsalam.”

Aku tersenyum seraya berdoa, semoga selalu termasuk golongan orang-orang yang mampu menjaga diri dari amanah. Ada amanah dalam diri sendiri, yaitu memastikan tidak ada barang yang haram, bukan milik sendiri yang termakan atau terpakai oleh kita. Ada amanah dalam diri sendiri untuk menjaga keluarga juga dengan hal yang sama.


@quotezie



TENTANG BUKU

Kurang lebih 9thn lalu, saya punya mimpi memiliki ruang baca pribadi dengan rak dan buku-buku yang banyak. Saya membayangkan, di masa depan, ketika keluarga bertambah generasi. Anak-anak lahir, mereka akan tumbuh di lingkungan yang tidak asing dengan keberadaan buku. Dengan orang tua yang notabene-nya gemar membaca. Saya membayangkan akan ada waktu-waktu dimana kami berkumpul dalam satu ruangan dan mulai asyik dengan membaca buku masing-masing. Berjam-jam hingga mata mulai lelah. Di selingi dengan pertanyaan-pertanyaan polos mereka, tentang sesuatu yang mereka belum paham dan menarik di dalam buku tersebut.

Dan mulailah pada saat itu saya membeli buku-buku yang memang ingin dibaca, ingin dikoleksi. Hingga tidak terasa hari ini jumlahnya sudah cukup banyak. Kurang lebih hampir 350an buku (sebagian buku titipan kak @nufadilah  : blogger aktif pada zamannya, yang sudah 9th pula saya kenal lewat dunia maya. Lewat dunia literasi. Semoga bersama suami selalu dilimpahkan rezeki dan kesehatan.)

Kini buku-buku itu sudah membutuhkan rak baru. Kata @sekitar_putri sudah harus juga memikirkan tambahan ruangnya.

Dulu, saya pun mulai berani membayangkan di antara buku-buku tersebut, terselip pula buku hasil dari tulisan-tulisan sendiri. Qodarullah, hal itu terwujud. 7 buku berhasil ditulis dan cetak dengan baik. Beberapa buku pun sudah ada yang bersedia mengadopsinya oleh teman-teman di dunia maya. Dari mulai luar pulang jawa hingga luar negara. Sering saya dibuat terharu mereka bersedia mengeluarkan ongkir yang jauh lebih mahal dari harga cetak buku-buku saya. Masya Allah, saya cuma bisa berdoa agar mereka selalu dilimpahkan rezeki dari Allah ta'ala. Dan tulisan-tulisan saya itu sedikit banyak ada manfaat setelah dibacanya.

Tak lupa mohon doanya agar saya bisa lebih produktif berbagi sedikit kebaikan melalui tulisan yang sering saya bagikan di beberapa akun social media. Terbuka pula bila ada yang ingin menyampaikan kritik serta saran yang membangun.

Semoga kita semua selalu diberi kemampuan 'tuk menjadi pribadi yang bermanfaat untuk sekitar kita. Yang berjalan, bertutur dan berbuat tidak melampaui batas. Selalu ada dalam jalur kebaikan. Pun perbaikan. Aamiin.

#azurazie

April 22, 2019

AKU ADALAH SAJADAH

Aku adalah sajadah

Satu benda yang orang-orang tidak merasa jijik untuk bergantian sujud di atasnya. Padahal, kalau boleh jujur, sudah hampir tiga pekan ini, marbot yang biasanya membawaku ke laundry, seakan lupa dengan nasibku. Nasib, ya nasib. Barangkali budget untuk kebersihan bulan ini dikurangi atau entahlah.

Aku adalah sajadah.

Meski sudah beladus begini, orang-orang masih mau memakaiku. Entah karena memang sudah tabiat mereka yang beribadah dengan alas seadanya. - padahal dianjurkan oleh Rasulullah memakai pakaian yang paling bagus dan wangi. Atau mereka masih meyakini, aku hanyalah alas untuk sarana sujud. Hakikatnya yang berhadapan dengan Allah langsung, kala luruh bersimpuh adalah jiwanya.

Aku adalah sajadah.

Kau tahu, dari sekian banyak manusia yang pernah bersujud di atasku. Selalu ada yang menarik perhatianku. Sebagai alas yang menyentuh langsung kening-kening itu, aku bisa mendengar dan merasakan segala kegundahan mereka. Tiap-tiap embusan napas mereka. Tiap-tiap keluh kesah mereka. Apa yang dicurhatkan kepada Allah Ta'ala. Ya, kebanyakan tentang hajat di dunia. Malahan untuk akhirat porsinya lebih sederhana. Hanya seputaran ingin husnul khotimah. Padahal, ya. Setelah mati, justru perjalanan manusia mempertanggungjawabkan perbuatannya di dunia memakan waktu lebih lama.

Semisal, pemuda yang sekarang malah sibuk dengan ponselnya itu di pelataran masjid. Tadi, sujudnya hanya sebentaran saja. Itu pun posisi kedua lengannya tidak menyempurnakan sujud yang sebenarnya. Sepanjang sujud, di pikirannya tidak jauh-jauh dari jodoh yang tak kunjung datang. Padahal, ya. Seandainya ia tahu, jodoh itu cerminan diri. Siapa yang berusaha memperbaiki diri akan bertemu atau ditemukan oleh ia yang juga memperbaiki diri. Seandainya pemuda itu tahu, sebaiknya ia mulai memperbaiki kualitas shalatnya. Agar berefek pada kualitas hidupnya.

Lain hal dengan bapak-bapak hampir 40th yang sekarang sedang tidur-tiduran dengan kedua tangan menopang kepala. Dalam sujudnya tadi ia resah sekali. Tentang rezeki yang sulit sekali bertambah. Seandainya bapak itu sadar, tiap-tiap kepala makhluk hidup sudah diatur sedemikian rupa rezekinya oleh Allah. Kalau saja aku bisa memberitahu bapak itu, rezekinya sering tersumbat karena ada hak-hak orang lain yang masih menyangkut kepadanya. Walaupun ia tidak sengaja. Ia pernah menunda membayar hutang dengan segera. Padahal saat itu sedang lapang. Seringnya lagi ia takut kekurangan bila memberi lebih untuk bersedekah. Padahal Allahlah sebaik-baiknya pemberi rezeki dalam berkah.

Dan pak tua yang masih terjaga menggilir biji tasbih itu yang sempat membuatku terenyuh. Dalam sujudnya yang panjang pak tua itu terisak. Bukan karena takut dengan azalnya yang semakin dekat. Ia terisak karena merasa bekalnya belum lah cukup. Aku tahu sepanjang hidupnya pak tua ini ahli ibadah. Tapi, ia masih tidak percaya diri akan selamat meniti sirat. Hmm… bisa jadi demikian pak tua. Karena, meski ia rajin beribadah, tapi lalai mendidik anak-anaknya dengan pemahaman agama yang baik. Anak-anak perempuannya santai saja keluar rumah tanpa menutup aurat. Anak laki-lakinya sering bolong-bolong dalam mengerjakan shalat.

Aku adalah sajadah.

Dari sekian banyak manusia-manusia yang pernah sujud di atasku. Tak ada yang mampu menandingi rindunya seorang anak berusia 10th malam ini. Dalam sujud panjangnya ia hanya bershalawat. Hatinya bergetar menahan rindu. Hingga tersujud-sujud menyebut namamu Rasulullah Muhammad. Sujud itu begitu tulus bukan sekadar mengutarakan keinginan, tapi sujud untuk mengutarakan kecintaan.

Aku adalah sajadah.

Banyak sekali yang bisa aku ceritakan tentang perilaku orang-orang yang sujud di atasku. Dari seorang ibu yang tak pernah lupa menyelipkan nama anak-anaknya di sepertiga malam. Meski anak-anaknya itu pun sudah jarang sekali pulang. Sudah jarang menengoknya. Anak-anaknya lebih sering lupa mendoakan Rabbigfirli Waliwaalidayya…

Atau seorang ayah/suami yang bersujud mohon ampun untuk dirinya dan keluarganya. Terutama untuk perempuan-perempuan yang menjadi tanggung jawabnya. Bagaimanapun mereka sadar di pundaknya ada amanah besar untuk menjaga keluarganya agar jauh dari api neraka. Mereka sadar sebagai pemimpin kelak akan dimintai pertanggungjawabannya.

Aku adalah sajadah.

Aku hanya bantu berdoa, airmata-airmata tulus yang terlanjur tumpah membasahi tubuhku ini, semoga kelak menjadi saksi yang memberatkan timbangan amalan baik. Dan Allah Ridho memberi balasan yang terbaik.
Aamiin.

Aku adalah sajadah.

Ah, semoga saja selalu ada yang menyempatkan diri membersihkan tubuhku yang lusuh ini. Menyemprotnya dengan wewangian yang harum. Agar mereka-mereka yang masih mengandalkanku untuk menjadi alas bersujud. Lebih betah berlama-lama di atas sajadah. Lebih khusyu jiwanya berbincang-bincang dengan Allah.
Semoga saja.

April 17, 2019

BARAKALLAH, JENDRAL

Barakallah, Jendral

Bila kanan dan kirimu di kelilingi sahabat-sahabat yang baik. Yang mengajak dan mengingatkan kebaikan-kebaikan. Dan kebaikan lain pula yang akan menjadi sebaik-baiknya balasan.

Barakallah, Jendral. Bila di bagian bawah, setelah sujud-sujud mereka, diselipi doa-doa yang baik. Dan di atas pun harapan-harapan itu ikut melangit.

Barakallah, Jendral.

Bila di depanmu ada ulama-ulama yang membimbing dan menasehati. Agar tiap-tiap langkah ada dalam Ridho-Nya. Bila di belakangmu jua ada pasukan yang ikut beriring, menopang langkahmu untuk tetap berdiri. Memimpin kami ke arah yang lebih baik  dengan bijaksana.

Barakallah, Jendral

Rasanya kemenangan itu semakin menjelma nyata. Sujud syukur terbanyak bisa terjadi di bumi pertiwi ini, dengan haru dan rasa bangga telah berjuang bersama. 17 april 2019 pilih no 2, kita lagi-lagi merdeka.

Allahu Akbar.

Allah yang Maha Kuasa.
@Azurazie_

April 11, 2019

UNTUKMU, LIDAH

Duhai Lidah,
Jalan yang kau jejaki sungguh licin.
Mudah sekali kau tergelincir.
Seringnya kau melukai hati.
Memang tidak terlihat memar.
Tapi, ampuh membuat orang lain gusar.

Duhai Lidah,
Hati-hatilah dalam bertutur.
Apalagi dalam berikrar.
Janji-janji yang perlu kau bayar.
Kelak memenggal lehermu dengan sangar.

Duhai Lidah,
Berkata baik atau diam.
Sepotong nasihat untuk direnungi dalam-dalam.

@Azurazie_

April 06, 2019

HUKUM MEROKOK DI FASILITAS UMUM

Barangkali, saya bukanlah orang yang paling tepat untuk menasihati perihal ini. Siapalah saya? apalagi ditambah bukan termasuk konsumen untuk produk tersebut.

Anggap saja tulisan ini hanya untuk sekadar pengingat untuk kita semua. Menjadi ‘penyambung lidah’ untuk orang-orang yang juga ikut merasa keberatan akan perilaku dari segelintir oknum yang kurang bersahabat di dalam menggunakan fasilitas umum.

Betapa sebagai manusia, apalagi selaku muslim yang perlu menjaga tiap-tiap tindak tanduknya untuk selalu membuat orang-orang sekitarnya nyaman dari lisan dan perbuatan. Hablumminannas itu harus selalu terjaga dengan baik. Agar tidak menjadi boomerang kelak di akhirat. Menjadi bom waktu yang suatu saat memberatkan dalam timbangan amal baik.

Maka, mari kita terus intropeksi diri untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi setiap harinya. Untuk kepentingan sendiri dan sekitar kita. Berusaha menjadi lebih bijak dalam segala hal. Bila belum mampu membuat perubahan yang lebih baik, minimal tidak ikut mencemari proses orang lain yang ingin menjadi baik.
 
@azurazie_

April 04, 2019

MASBUK

Apa yang membuat seseorang itu datang terlambat? Banyak hal, kondisi, situasi, kesibukan, lebih seringnya malas gerak. Maka, seringnya ia menjadi masbuk.

Padahal, seseorang itu tetap berharap dalam keterlambatannya masih memiliki kesempatan untuk memperoleh 27 derajat pahala sempurnanya berjamaah. Bila hal itu di dalam shalat. Masih memiliki kesempatan menerima hal-hal yang utuh sempurna dan terbaik. Bila untuk kepentingan dunia.

Tapi, tidakkah kita berpikir, masihkah pantas menerima hal-hal terbaik, padahal kita sendiri seringnya terlambat? Untuk segala sesuatu yang memang penting untuk kita. Masihkah kita pantas menemukan seseorang yang terbaik, yang kita harapkan, kita doakan sepanjang siang dan malam, bila untuk menemuinya saja kita meragu, alih-alih menjadi terlambat?

Adakah yang selalu sedia memaklumi segala keterlambatanmu itu?

Bukankah orang lain pun memiliki harapan yang sama, inginnya yang terbaik. 

Memiliki waktu dan kesempatan yang sama, inginnya memperoleh segala hal tepat waktu. Maka, seharusnya tahu diri, siapa kita yang masih saja segala sesuatunya terlambat.

Maka, tak elok rasanya bila sudah terlambat, tapi lebih banyak mengeluhkan ini itu.
Malu.

Maret 30, 2019

UNTUKMU, TELINGA

Duhai, telinga, 

Ada yang memanggilmu di sepertiga malam.
Allah langsung untuk mendengar rintihnya doa-doa. Apa yang membuatmu tertutup untuk menjawab panggilannya? apa kau lebih mendengar kata kantuk, hingga masih jua terlelap.

Oh, telinga,

Ada juga yang memanggil-manggilmu 5 waktu dalam sehari. Panggilan muadzin. Untuk menunaikan shalat fardu. Apa yang membuatmu malas untuk beranjak, memenuhi panggilan itu? apa kau lebih mendengar kata sibuk, hingga lupa sampai akhir waktu. 

Duh, telinga,

Ada yang memanggil-manggilmu setiap saat. Adalah kematia. Usia yang bertambah, umur yang berkurang. Terus memanggilmu menuntut adanya perubahan. Mulai dari kesehatan yang menurun. Tenaga yang berkurang. Penglihatan yang kabur. Hingga tak terasa kau semakin tua.

Hanya saja panggilan itu justru Allah yang tidak perdengarkan sebelum waktunya. Hingga Allah perintahkan Izrail datang menyapa. Dalam bentuk amalan yang kau punya. 

Maka.

Terserah kau, telinga,
Mana dari panggilan-panggilan itu yang kau usahakan untuk selalu mendengarnya. Tunduk dan patuh menunaikannya.

Dari hati yang selalu berharap kau baik-baik saja.

@azurazie_

Maret 28, 2019

#SELFREMINDER

Untukmu diri,

Sering-seringlah bertanya apa kabar imanmu?

Pernahkah begitu nelangsa terbangun di kala adzan shubuh sudah berkumandang. Hilang sudah kesempatan untuk tunduk sujud bermesraan di sepertiga malam.

Kemudian, tergesa-gesa membersihkan diri untuk menuju masjid. Sesampainya di sana, iqamah pun sudah selesai dikumandangkan. Hampir saja menjadi masbuk, dan tentu saja dua rakaat sebelum shubuh hanya menjadi angan. Hilang sudah kesempatan memiliki dunia dan seisinya.

Pernah tidak begitu sebal karena lupa menyempatkan diri untuk menunaikan shalat dhuha di sela-sela aktivitas kerja. Atau benar-benar tidak memiliki kesempatan, karena sebuah perjalanan jauh, terjebak macet, atau terjebak di dalam sebuah meeting di pagi hari. Hilang sudah makna menjemput rezeki yang sesungguhnya.

Pernah tidak begitu malu di kala mengajak teman-teman untuk pergi ke kantin, demi untuk memenuhi keinginan perut. Sudah waktunya makan siang. Tapi, beberapa orang menolak dengan sopan karena sedang berpuasa sunnah. Sedangkan kamu sendiri sampai lupa hari, ini rabu atau kamis. Mereka lebih memilih mengisi jam istirahat bertadarus menggenapi onedayonejuz.

Kemudian, jum'at ke jum'at selalu terlewati begitu saja tanpa Al-kahfi, tanpa shalawat. Begitu merasa nelangsa melihat orang lain selalu bisa menyempatkan waktu untuk berlomba-lomba menambah pundi-pundi kebaikan.

Padahal satu harinya sama 24 jam. Pun sama dengan kesibukannya. Pun sama nikmat sehatnya. Dan dirimu bertanya-tanya, sebenarnya yang membuat jadi berbeda? Keberkahan waktu.

Untukmu diri,
Sering-seringlah menanyakan apa kabar imanmu?

Sepanjang waktu, agar tidak semakin jauh dirimu tertinggal.

@azurazie_

Maret 27, 2019

KEMATIAN MAKHLUK BERNYAWA DAN BATAS USIA MAKHLUK YANG TIDAK BERJIWA

Jika kematian adalah sebuah keniscayaan untuk makhluk hidup di dunia. Berarti kerusakan atau kehilangan pun menjadi keharusan yang mutlak dialami oleh makhluk yang tidak memiliki jiwa (benda-benda untuk membantu keperluan manusia.) Hukum alamnya seperti itu.

Kenyataannya, meskipun nurani manusia memang takut menghadapi keniscayaan kematian. Dan nalurinya sangat menyayangkan ketika benda-benda kepunyaannya lantas hilang entah ke mana, atau tiba-tiba rusak. Pada akhirnya, sebuah keniscayaan sudah semestinya bakalan terjadi pada waktu-waktunya. Tidak bisa dimajukan ataupun dimundurkan jadwalnya.

Mirisnya, manusia cenderung terlalu merasa memiliki benda-benda tidak berjiwa itu, hingga jika salah satu saja rusak atau bahkan hilang, mereka akan nelangsa sepanjang hari. Kadang sampai berhari-hari. Apalagi benda itu penting, memiliki sejarah panjang, menyimpan kenangan senang. Padahal sejatinya apa-apa yang pernah terlahir, pernah tercipta ada batas-batas usianya.

Itu perihal nasib benda-benda tidak berjiwa. Bagaimana dengan usia manusia? Bukankah jauh lebih berharga? Dan sudah menjadi keniscayaan akan ada batasnya juga. Sebab termasuk yang pernah terlahir, pernah tercipta.

Hanya Sang Penciptanya yang kekal selamanya. Allah yang menggenggam makhluk yang bernyawa dan yang tidak memiliki jiwa.

Maret 16, 2019

APA AKU SUDAH TERLALU TUA UNTUK BENAR-BENAR MERASA CINTA?

Tadinya aku sudah ingin bergegas untuk ikut memenuhi shaf-shaf yang kosong untuk menunaikan shalat maghrib, tapi demi adab aku urungkan ketika melihat Abah Anom masih meniti anak tangga. Usianya sudah hampir satu abad, tapi semangat untuk shalat berjamaah di masjid tidak pernah absen.
“Duluan saja Nak Jim, orang tua ini mah jalannya sudah mirip siput.” Abah Anom bergurau menoleh ke arahku.

“Nggak apa-apa Abah, saya di belakang Abah saja.” Kataku menolak permintaannya dengan sopan. Meski sudah sepuh dan langkah sudah kurang jejak, Abah Anom tidak mau sama sekali dibantu untuk sekadar dipapah oleh orang lain.

Suasana masjid sudah mulai ramai dengan anak-anak yang sibuk bercanda. Mengganggu kekhusuan shalat sunnah orang-orang dewasa.

“Ssssst jangan bercanda anak-anak. Berisik. Jangan lari-larian.” Suara salah satu jamaah dewasa dengan nada yang sedikit membentak.

Aku melihat Abah Anom menggeleng, sejenak langkahnya berhenti di ambang pintu masjid. Tiba-tiba saja wajahnya murung, nampak sedih.

“Ada apa Abah?” Hati-hati aku bertanya.

“Kau tahu Nak, Jim. Usia masjid ini jauh lebih tua dari usia abah, tapi suasananya masih saja nggak berubah dari dulu sejak abah seusia mereka. Abah suka sedih kalau mendengar anak-anak itu dibentak karena berisik.”

“Kalau boleh tahu kenapa jadi sedih, Abah?”

“Kau tahu Nak, dulu semasa kecil tingkah laku abah seperti mereka, bahkan bisa dibilang paling bandel. Abah punya genk sepuluh orang yang selalu membuat rusuh shalat berjamaah. Ada saja keusilan dari kami, dari mulai melorotin kain sarung, lempar-lemparan kopiah sampai berlomba mengucap amin dengan sangat kencang. Banyak orang dewasa yang menegur dan kesal karena merasa terganggu. Tapi kami nggak ada kapoknya. Semakin dilarang justru semakin ngeyel.”

Aku menggangguk, ternyata dari masa ke masa anak-anak sudah begitu kelakukannya kalau berada di masjid.

“Suatu waktu Abah Muallim Jufri, guru ngaji di kampung abah, sengaja mengumpulkan kami sehabis shalat Maghrib. Abah kira kami akan kena omelan lagi. Tapi ternyata nggak. Abah Muallim Jufri hanya menunduk lama menahan sedih. Lama sekali kami menunggu, hingga Abah Muallim mulai bicara”

“Nak, masjid ini luas sekali, tapi jamaah yang datang setiap shalat lima waktu segitu-segitu saja.” Abah Muallim Jufri menghela napas. “Abah sedih bukan lantaran kelakuan nakal kalian, sebab siapa lagi kalau bukan kalian yang masih mau meramaikan masjid ini. Abah sedih karena semakin berkurangnya kesadaran orang tua kalian untuk ikut memakmurkan masjid. Lebih sibuk dengan dunianya masing-masing.”

“Saat itu kami saling pandang satu sama lain, merasa bangga karena dianggap meramaikan masjid tapi di sisi lain juga sadar, jangan-jangan gara-gara kami orang-orang dewasa jadi enggan untuk ke masjid?”

“Tentu bukan kesalahan kalian, Nak.” Abah Muallim Jufri seperti bisa membaca pikiran abah saat itu. “Abah berpesan, tetaplah meramaikan masjid, sampai suatu saat kalian akan memahami, betapa bahagianya hati ini, dikala sujud begitu terasa sedang ditatap oleh Allah. Di saat benar-benar merasa tunduk dan patuh karena cinta Allah.”

“Mendengar kata-kata itu kami semua terdiam. Memang nasihat Abah Muallim Jufri itu tidak langsung membuat kami berubah. Tetap bandel seperti biasanya. Tapi seiring berjalannya waktu pemahaman baik itu benar-benar tumbuh di masjid tua ini. Betapa pertistiwa itu terasa baru kemarin, Nak Jim. Genk Abah sepuluh orang itu, anak-anak yang paling bandel di kampung ini dulu, satu per satu sudah meninggal dunia. Tinggal Abah saja yang sedang menunggu gilirannya.”

“Melihat anak-anak ini, Abah jadi sedih mengingat masa-masa itu. Semoga mereka dapat lebih cepat memahami bahwa betapa bahagianya hati ini, di kala sujud begitu terasa sedang ditatap oleh Allah. Merasakan cinta yang sebenarnya di masjid ini.”

Aku terharu mendengar cerita Abah. Hingga shalat maghrib selesai ditunaikan, Abah Anom tetap sujud dengan khidmat, mengembuskan napas terakhirnya. Merasa benar-benar sedang ditatap oleh Allah. Maghrib ini adalah giliran Abah Anom merasakan benar-benar cinta-Nya.

@azurazie_

Maret 13, 2019

TAHUKAH KAMU?

Tahukah kamu, seseorang yang terbiasa tergesa meninggalkan doa setelah salam untuk mengejar kepentingan dunianya. Ia tidak sadar, dunia tidak akan pernah bisa memenuhi semua kebutuhannya. Sedangkan meluangkan lebih banyak waktu untuk berdoa itu, sebenarnya untuk kebaikannya.

Tahukah kamu, seseorang yang masih merasa amalan-amalan sunnah itu sangatlah sepele, dan seperlunya saja. Merasa cukup dengan menunaikan kewajiban-kewajibannya saja. Kemudian lebih mementingkan rutinitas dunia untuk menambah pundi-pundi rezeki. Ia tidak sadar sedang tidak menambah apa-apa untuk kebaikannya. Sedangkan amalan sunnah bisa menambal kewajiban yang ia tunaikan, yang belum tentu sempurna.

 Tahukah kamu, seorang ayah/suami yang masih membiarkan perempuan-perempuan yang disayangnya keluar rumah tanpa menutup auratnya, boleh jadi sudah semakin hilangnya rasa cemburu pada hatinya. Merasa biasa saja membiarkan orang lain memandang mahkota yang seharusnya ia lindungi dengan nyawanya.

Tahukah kamu, Al-Qur'an adalah sebaik-baiknya obat penenang dikala merasa sedih, banyak keluhan tentang hidup, rumitnya pikiran, dan segala macam bentuk kegundahan lain. Coba saja buka sembarang surat, akan kita temukan satu atau dua ayat yang menjadi pelipur lara di kala itu. Ayat-ayat yang pas untuk menghibur keadaan. Minimal pengingat yang baik yang sedang kita butuhkan. Dan apabila belum berhasil menemukan obat penenang itu, boleh jadi karena kita yang masih kurang intens bermesraan dengannya. Tidak heran bila membaca Al-Qur'an tidak membuat kita merasa apa-apa.

Tahukah kamu, baru bisa disebut rezeki itu bila sudah kita nikmati dan bermanfaat untuk diri sendiri dan orang lain. Sedangkan bila baru sekadar dimiliki itu belum tentu jadi rezeki, masih sekadar titipan. Yang kita nikmati, bila itu makanan, menjadi rezeki untuk tubuh. Menopang untuk tumbuh dalam berkah. Yang kita berikan di jalan Allah, baik sedekah, pemberian nafkah, pemberian hadiah  dan lain-lain, itu bisa jadi rezeki karena menjadi amalan jariyah. Yang sekadar kita belanjakan, itu bisa jadi rezekinya si pedagang yang dititipkan Allah kepada kita. Maka, nikmatilah rezeki milikmu dengan bijaksana. Dalam syukur yang terus bertambah. Milikilah nikmat rezekimu dengan Lillah. Dalam ikhlas semata-mata mencari Ridho Allah

   

@azurazie_

Maret 12, 2019

APA AKU MASIH TERLALU KECIL UNTUK MENJADI TAQWA?

Shalat maghrib berjamaah sudah hampir di mulai. Hampir saja aku menjadi masbuk kalau tidak bergegas untuk mengambil wudhu. Sembari merapikan gulungan celana, aku memperhatikan kejadian menarik itu. Di antara orang-orang dewasa yang berduyun-duyun mengambil shaf terdepan, ada satu anak kecil yang berantusias tidak mau kalah. Tapi, malang nasibnya, ia terusir dengan mudahnya dari barisan shaf pertama.

Dibanding dengan bocah-bocah lain yang masih sibuk bercanda, sikut-sikutan dengan teman di sampingnya sambil berisik.  Alih-alih tertib menyempurnakan shaf. Dan sulit sekali untuk diatur. Anak kecil tadi dengan kopiah putihnya, masih terlihat berusaha mendapatkan tempat di barisan shaf kedua. Tapi, malang nasibnya, lagi-lagi harus terusir disuruh ke belakang oleh orang dewasa.

Ia pun beringsut mundur mencari celah dibarisan shaf ketiga. Sayangnya sudah keduluan oleh orang dewasa lainnya. Aku yang sedari tadi memperhatikan anak kecil itu, merasa kasihan. Ada kesedihan nampak di wajahnya. Aku pun memutuskan memanggilnya, masih ada celah di sampingku di shaf ke empat. Dan kujamin kali ini tidak akan ada yang mengusirnya untuk menyuruhnya ke belakang.
Ia pun mengangguk dan mulai fokus untuk melakukan takbiratul ihram.

Aku pun melakukan hal yang sama.

***
Mendidik anak untuk membiasakan diri shalat tepat waktu dan berjamaah di masjid memang sudah seharusnya tugas untuk orang tua. Tapi, kenyataan yang sering terjadi anak-anak itu disuruhnya pergi ke masjid tanpa didampingi langsung oleh ayahnya. Ya itu dampak yang terjadi, lebih banyak becandanya daripada benar-benar belajar menunaikan shalat dengan baik. Makanya tak jarang banyak orang dewasa lain yang jengkel merasa terganggu.

Aku salut dengan anak kecil di sampingku ini. Sepanjang shalat tiga rakaat semua gerakannya sempurna. Tumaninahnya sempurna. Seperti tidak tergiur sama sekali dengan teman sebayanya yang sibuk becanda di barisan belakang. 

Selepas shalat pun ia tak langsung beranjak. Turut mengikuti untaian doa dari sang imam. Begitu khusyu tanpa bersuara. Sedangkan anak-anak lain baru selesai salam pun langsung belingsatan berlari keluar masjid.

Belum selesai sampai di situ kekagumanku, anak kecil itu beranjak bangun pindah ke shaf pertama yang sudah hampir kosong, untuk menunaikan shalat Ba'diyah maghrib. Barangkali hatinya berkata inilah shaf yang paling aku idamkan. Shaf pertama tak jauh dari imam.

Aku tersenyum, menerka-nerka, siapa nama anak ini? Dari mana asalnya? Bagaimana cara orang tua mendidiknya?

***
Saking penasarannya, tak pikir panjang lagi aku menghampirinya.

“Siapa namamu, dek?” Aku basa-basi bertanya.

“Alif, kak.” Alif tersenyum, bibirnya masih tetap bertasbih.

“Tadi kakak perhatikan kamu berusaha banget ya ingin di shaf pertama? Boleh tahu alasannya?”

“Kata ayah Alif, shaf yang paling utama itu yang paling depan, kak. Alif ingin sujud berdoa di shaf itu.”

“Alif sedih ya tadi nggak bisa dapat shaf pertama?”

“Nggak apa-apa, Kak. Setidaknya Alif sudah berusaha. Allah Maha Melihat.”

“Tapi Alif pernah dapat kesempatan di shaf pertama?” Tanyaku penasaran.

“Dulu sering, kak. Saat ke masjidnya bareng ayah.”

“Kalau boleh tahu, ayah Alif ke mana sekarang?” Aku tak bisa menahan diri untuk tidak bertanya.

“Sudah hampir satu tahun ayah lumpuh karena kecelakaan. Jadi shalatnya di rumah, kak. Ayah selalu meminta Alif untuk tetap shalat berjamaah di masjid. Karena itu yang lebih utama untuk anak laki-laki. Lagi pula di masjid doa Alif jadi lebih khusyu. Karena terasa lebih dekat sama Allah.”
Tiba-tiba hatiku mencelos. Ada anak kecil yang setabah dan selurus ini hatinya.

“Memang apa yang Alif minta dalam doa?”

“Alif ingin cepat tumbuh besar agar bisa memapah ayah untuk pergi ke masjid. Biar bisa shalat jamaah lagi.”

Aku sempurna terdiam mendengarnya.

@azurazie_