Februari 26, 2019

ADAKAH YANG LEBIH MESRA

Adakah yang lebih mesra dari sepasang kekasih-halal yang selalu bersama menumbuhkan kebaikan-kebaikan dalam interaksi kesehariannya. Saling menjadi alarm untuk banyak hal. Mengajak untuk memperbaiki beberapa hal dengan saling merangkul dalam nasihat. Menjaga untuk lebih bijak dalam menempatkan sesuatu. Untuk kenyamanan satu sama lain dan mengurangi selisih paham yang tidak perlu.

Adakah yang lebih mesra dari sepasang kekasih-halal yang saling menjaga dan memastikan satu sama lainnya untuk selalu baik-baik saja. Baik sedang dalam satu atap rumah maupun terpisah sementara, jarak yang jauh. Termasuk menjaga perasaan dan rindu yang bersemayam di dalam dada keduanya.

Adakah yang lebih mesra dari sepasang kekasih-halal yang terbangun bersama di sepertiga malam. Bersama-sama mengetuk cinta dan rindu berkeluh kesah kepada Rabb-Nya. Berharap dalam bidak rumah tangga itu ada dalam keberkahan dan keridhoan-Nya.

Adakah yang lebih mesra dari sepasang kekasih-halal yang membangun bersama tangga-tangga untuk rumah yang dijanjikan sebagai penghuni syurga. Dalam suka dan duka untuk selalu sepakat menerima sepaket. Untuk setia sehidup hingga sesurga. Tumbuh bersama mempererat taat.

Adakah yang lebih mesra dari sepasang kekasih-halal yang mencintai satu sama lain karena Allah. Menjaga sunnah Rasulullah, belajar untuk mengupayakan sakinah mawaddah warahmah, seperti kemesraan Muhammad tercinta dengan siti Aisyah.

Adakah yang lebih mesra dari itu semua?

@azurazie_

Februari 25, 2019

BERBAGI DI SOCIAL MEDIA

Tahukah kamu, dengan atau tanpa disadari, hampir setiap harinya, banyak sekali yang secara sukarela kita bagi-bagi di social media. Mulai dari tulisan-tulisan, karena kita memang terbiasa berbagi keresahan dalam tulisan. Itu terapy yang baik. Seperti yang saya juga lakukan di beberapa media : instagram, tumblr, maupun blog.

Masih banyak juga orang yang sekadar berbagi status keluhan. Yang orang lain sebenarnya tidak perlu-perlu amat tahu. Seperti lagi sumilangen, pertengkaran rumah tangga, bahkan banyak kata-kata sumpah serapah juga. Mungkin bagi sebagian orang masih merasa, membuat status keluhan seperti itu adalah cara agar ia merasa masih ada yang mau memperhatikan. Ada yang mau ‘mendengarkan’. Meski faktanya tidak banyak yang peduli. Lebih banyak yang menghakimi.

Yang suka dibagi-bagi secara sukarela lainnya adalah : foto selfie. Duh, kalau sudah menyinggung soal ini gatal sekali rasanya saya ingin bertanya. Karena banyak juga yang meng-uploud fotonya, tapi bagian wajahnya ditutupi sticker. Tujuannya apa? Merasa tidak percaya diri? Lalu kenapa dibagi-bagi ke social media? Ada yang bisa bantu menjawabnya?
Dan banyak lainnya yang sering kita bagikan secara sukarela di social media. Mudah-mudahan apapun bentuknya itu, kelak bisa dipertanggungjawabkan tentang apa maksud tujuannya.

Adakalanya kita harus berusaha agar tidak ditertawakan orang lain, karena keteledoran kita. Meskipun ada pula yang berkata untuk apa mikirin pendapat orang lain, toh yang jalani kita. Hmm… itu juga ada benarnya. Tapi, yang menjalani memang kita, seharusnya kita juga yang paling tahu bagaimana menjaga sikap untuk menjadi yang terbaik. Untuk diri sendiri.

Tulisan ini tidak bermaksud menyinggung atau menghakimi siapa-siapa. Sekadar untuk mengingatkan, bahwa penting sekali yang namanya menjaga rasa malu. Menjaga sendiri aib-aib itu. Allah sudah Maha Baik masih menutupinya. Masa, kita membukanya begitu saja secara sukarela. Jejak digital itu akan selalu ada. Sekalipun tidak ada, dua malaikat selalu siap mencatatnya. Pentingnya memelihara rasa malu, agar kita terjaga dari berbagi yang tidak perlu. 

@azurazie_

Februari 24, 2019

JANGKAR YANG TERJUNGKIR

Seberapa greget kamu, ketika sedang dalam kondisi merasa tidak berdaya melakukan sesuatu. Baik dari kemampuan yang tidak mendukung untuk keluar dari kondisi itu, ataupun fasilitas pendukung yang kurang memadai.

Seberapa greget kamu, ketika ingin memperbaiki sesuatu, tapi tidak tahu caranya. Ketika ingin membantu mempermudah ini itu, tapi tidak punya aksesnya.

Ketidakmampuan itu menjadi jangkar yang menghambat untuk terus melangkah. Berat sekali untuk dipaksakan bergerak. Seperti beban tertuju semua di pundak.

Seberapa greget kamu, ketika memiliki kemampuan lebih, tapi acuh dengan masalah orang lain. Memiliki kuasa untuk mempermudah urusan orang lain, tapi menutup mata karena merasa tidak banyak gunanya. Tidak ada untungnya.

Kelebihan itu membuatmu terjungkir karena angkuh. Jumawa, merasa di atas angin. Terlalu percaya diri bisa mengatasi segalanya. Lebih mementingkan diri sendiri dan kenapa harus repot-repot dengan ketidakmampuan orang lain.

Seakan lupa, hidup ini harus selalu seimbang. Roda nasib itu masih terus berputar. Kekurangan itu bukanlah jangkar yang menghambat pergerakan langkah. Kelebihan itu bisa membuat terjungkir di kala dirimu angkuh.

@azurazie_

Februari 23, 2019

PERHITUNGAN DALAM PERUNTUNGAN

Bila sebesar zarahpun ada dalam perhitungan. Yakinlah, setitik kebaikanmu kelak ada dalam peruntungan.  

Sebagai muslim, yang perlu kita ingat adalah, yang dapat menyelamatkan kita pada hari perhitungan kelak, bukanlah semata-mata seberapa banyak ibadah kita. Entah itu shalat, puasa, dan amalan-amalan lainnya. Tapi, bagaimana Allah ridho dengan perbuatanmu.

Dengan kesadaran itu, membuat kita selalu mawas diri. Berusaha sepenuh hati apa yang akan kita lakukan, yang kita perbuat tidak keluar dari jalur yang diperintahkan-Nya. Jauh dari apa yang jelas-jelas dilarang-Nya. Menjadi seorang muslim yang tahu benar bagaimana mengupayakan taqwa.

Dengan kesadaran itu, kita jadi sungguh-sungguh dalam melakukan sesuatu. Sekecil apapun diperhitungkan. Berusaha sungguh-sungguh tidak berada di zona yang abu-abu. Yang halal sudah jelas halal. Yang haram pun jelas haram. Sedangkan yang makruh pun tidak ingin kita bersinggungan dengan itu.
Dengan kesadaran itu, kita jadi tambah yakin, sebesar zarahpun ada dalam perhitungan. Maka, kebaikan-kebaikan kecil bisa dijadikan kebiasaan. Karena kita tidak pernah tahu dimana letak Ridho Allah itu disematkan. Kebaikan kecil bisa jadi peruntungan. 

@azurazie_

Februari 22, 2019

MENGINGAT DALAM DOA

Pernah tidak, di suatu malam dirimu bermimpi ketemu teman-teman lama yang sudah tidak terdengar lagi kabarnya. Tidak diketahui apa kesibukannya. Di bumi bagian mana keberadaannya.

Di mimpi tersebut, mereka berkumpul di sebuah ruang kelas, dengan bangku-bangku dan meja yang nampak tak asing. Kita pernah duduk di sana lengkap dengan buku pelajarannya. Ya, masa-masa sekolah itu seperti terulang semalam di mimpi tersebut.

Lucunya, ada yang terasa ganjil. Di dalam kelas tersebut tidak hanya sekadar bertemu dengan teman-teman dalam satu periode. Sebagian teman SD, SMP, SMA berkumpul di sana dan terlihat begitu akrab. Dengan seorang guru yang sudah lupa-lupa ingat dulu pernah mengajar di periode yang mana. Entah SD, masa SMP atau SMA.

Pernah dirimu mengalami mimpi yang ganjil seperti itu? Hingga pada saat dirimu terbangun, senyuman itu mengembang hingga nyaris tertawa. Ada-ada saja pikirmu. Kok bisa bertemu dalam satu kelas seperti itu. Sejak kapan teman-teman itu saling mengenal satu sama lain? Meski dunia mimpi mah bebas saja.

Dan dirimu mulai teringat, masa-masa itu sudah berlalu jauh berpuluh tahun di masa lalu. Saat ini barangkali untuk mengupayakan pertemuan itu dengan mereka adalah satu hal yang sulit direalisasikan.

Maka, dirimu hanya mampu berdoa sepenuh harap, dimanapun kini mereka berada, berbahagialah dengan doa yang menjelma nyata.

Semoga kita masih bisa saling mengingat dalam doa.

@azurazie_

Februari 21, 2019

DOA MANA YANG DIDENGAR

Siang itu, selepas menunaikan shalat jum'at berjamaah. Aku memutuskan diam sejenak di dalam masjid. Masih lumayan banyak yang  bertahan di sana. Sebagian menunaikan shalat sunnah. Lebih banyak yang mengobrol atau bahkan tidur-tiduran saja.

Perhatianku tertuju kepada beberapa orang yang masih khusyu berdoa. Rasanya aku ingin mencuri dengar apa yang mereka pinta dalam doanya. Ada anak kecil di samping jendela menengadahkan tangan. Barangkali, di usianya itu belum banyak bendahara kata dalam doa-doanya. Paling juga yang ia rapal adalah doa untuk kedua orang tuanya. Doa yang diajarkan di  sekolahnya. Belum banyak tuntutan dalam hidupnya. Doa yang begitu polos tanpa tendensi apa-apa.

Lain hal dengan seorang pemuda dua langkah dari tempat duduk anak kecil tadi. Boleh jadi jauh lebih banyak kosa kata doanya. Sebanding dengan apa yang sedang ia resahkan dalam pikirannya. Tentang jodoh yang belum kelihatan kabar baiknya. Tentang rezeki yang berharap datang tak terduga, di tanggal-tanggal tua. Dan banyak tentang-tentang lainnya. Doa-doa itu penuh tekanan sana sini. Besar harapannya doa-doa itu cepat dikabulkan, agar sedikit berkurang beban dipikiran.

Lain hal lagi dengan doa-doa bapak-bapak yang ada di samping mimbar. Atau doa-doa pak tua di shaf kedua. Lebih dalam lagi makna doa-doanya.

Menarik sekali, aku bertanya-tanya, dari sekian banyak doa-doa itu menguntai ke udara, melewati kubah masjid dan terus menganak tangga menuju langit. Aku tidak tahu doa siapa yang lebih dulu didengar oleh-Mu? Pembendaharaan doa siapa yang lebih menarik perhatian-Mu? Aku benar-benar tidak tahu.

@azurazie_

Februari 19, 2019

EMP(A)TY

 Jangan kehilangan empati, hanya karena empty. Kebaikan itu bukan sekadar berharap timbal balik dari manusia. Tapi ada berkah manfaat yang kamu rasa setelah melakukannya.

Seharusnya kita tidak pernah memikirkan kebaikan apa saja yang telah dilakukan untuk membantu kemudahan orang lain. Karena tidak begitu cara ikhlas bekerja.

Seharusnya kita lebih memikirkan manfaat apalagi yang bisa kita upayakan untuk membantu kemudahan orang lain. Karena sudah seharusnya begitu cara kita menteladani Rasulullah tercinta.
Sebaik-baiknya manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain. Sebaik-baiknya perbuatan, itulah yang selalu perlu kita upayakan.

@azurazie_

Februari 12, 2019

BERHARAP BERLEBIHAN

Suatu hari
"Kita mah gimana Allah saja, ya." Kataku, di beberapa keadaan yang ternyata di luar ekspektasi sebelumnya. Harapan kami sedang tidak sejalan dengan yang terjadi.

"Iya, mungkin berharap memang tidak boleh berlebihan, ya." Masih ada raut sedih di wajahnya. Aku menggeggam tangannya lebih erat.

"Boleh. Berharap boleh berlebihan. Tapi..." sengaja aku menggantung kalimat itu. Di beberapa keadaan, tiba-tiba membuatnya antusias dengan sesuatu yang lain, bisa membalikan keadaan. Dari murung menjadi penasaran.

"Tapi apa?"

"Tapi, di saat mulai memupuk harapan itu, di ingat-ingat juga akan konsekwensinya. Harus mengukur juga kadar akibat setelahnya. Berharap perlu berlebihan, lebihnya bisa jadi doa, bisa jadi tambahan semangat. Pun bisa jadi nilai kesungguhan dalam usaha."

"Umm... berharap boleh berlebihan, tapi kecewanya jangan." Ia mengangguk menyimpulkan sesuatu.

"Nah. Berharap boleh berlebihan, tapi harus berlebihan juga keyakinan itu kepada-Nya. Bahwa sesuatu yang akan ditakdirkan untuk kita adalah yang terbaik."

"Harus berlebihan juga keyakinan kita bahwa Allah tidak pernah mengecewakan hambanya."

"Dalam berharap, dalam berusaha dan dalam berdoa." Percakapan itu membuat perasaan kami menjadi lebih baik.

@azurazie_

Februari 04, 2019

MELIBATKAN ALLAH

Suatu hari, pasti ada saja moment yang membuatmu begitu bersyukur atas keputusan yang dulu pernah kamu buat. Tentang pilihan Plan A atau Plan B yang dulu pernah menjadi pertimbangan yang berat. Saat itu kamu bersyukur telah menjalani keputusan yang benar. Kamu menemukan hikmah yang menambah dirimu untuk selalu sadar. Selalu melibatkan Allah atas tiap-tiap perkara yang baik adalah memang keputusan yang paling bijak.

Pernahkah kamu tiba-tiba mendengarkan cerita tentang seseorang yang baru saja ditimpa kemalangan karena akibat pilihan yang pernah  ia buat di masa lalu. Ibarat nasi telah menjadi bubur, ia begitu mengeluh dengan apa yang sedang dialaminya. Di sisi lain, dengan tanpa mengurangi rasa empati, dirimu justru begitu bersyukur tidak mengalami yang demikian. Bersyukur, karena kisahnya itu ada kemiripan dengan apa yang dulu pernah menjadi pertimbanganmu. 

Istikharah pernah memanggilmu untuk menyakinkan hatimu itu. Agar langkah-langkah berikutnya seiring dengan kebaikan dari keputusan yang dibuat. Langkah-langkah berikutnya menjadi ringan atas akibat dari hikmah yang didapat.

Maka, melibatkan Allah atas perkara-perkara yang belum kita ketahui adalah pilihan yang bijak. Untuk setiap skenario-Nya yang terbaik.

@azurazie_

Februari 02, 2019

TAK APA

Tak apa bila tiap-tiap mengusahakan sesuatu tak selalu berjalan dengan mulus, yang berharga adalah prosesnya. Pemahaman baik yang didapatnya. Komitmen itu memang penting. Lebih penting lagi kesadaran kita untuk selalu berjuang.

Sebab, secara naluriah segala sesuatu berharapnya berjalan menuju yang lebih baik. Menuju perubahan. Bila tak ingin ketinggalan belum cukup untuk memotivasi kita melangkah jadi lebih baik. Tak ingin ditinggalkan bisa jadi jalan keluar lain. Karena kita seharusnya tak ingin jadi penghambat untuk orang lain terlambat.

Karena tidak selalu (si)apa-apa itu akan secara sukarela memaklumi keterlambatanmu. Memaklumi ketidaktepatan komitmenmu. Karena kembali lagi dengan naluriah kita semua di atas, segalanya inginnya mendapat sesuatu yang lebih baik.

Mudah-mudahan dengan pemahaman itu, cukup menjadi alarm pribadi kita, jika sedang dalam keadaan futur, jika sedang di situasi yang tak teratur.

Semoga.

#azurazie_