November 20, 2014

Tentang kabar hati

malam ini aku ingin berdiskusi denganmu tentang kabar hati dan sketsa-sketsa kasar masa depan. ada waktu luang?

jika ada, silakan telusuri rangkaian tulisan ini. dan jika tidak keberatan, aku harap di ujung kalimat nanti, kamu sedia memberikan komentar satu dua hal saja.

baiklah, mari mulai saja diskusinya. pertama, bagaimana kabar hatimu? sudah cukup lama aku tidak benar-benar menengoknya. hanya sekedar diam-diam memperhatikanmu dari kejauhan dan berasumsi rasa dalam hatimu sedang baik-baik saja.

keberatankah jika aku ingin tahu bagaimana kabar hatimu yang sebenarnya?
di diskusi kita sebelumnya. kita sepakat urusan hati perlu di ungkapkan dengan hati-hati. tidak perlu terburu-buru sebelum benar-benar tahu apa yang ingin di tuju. kita sepakat akan menutupnya rapat-rapat hingga sekiranya datang waktu yang tepat.

malam ini aku ingin bertanya, bagaimana kabar rasa dalam hatimu? setidaknya biarkan aku tahu rasa itu masih menuju ke arah yang sama denganku.

diam-diam saja menjawabnya. jika iya, silakan dilanjut merunut tulisan ini. masih ada yang ingin aku diskusikan. jika jawabanmu tidak, cukuplah kamu berhenti di titik berikutnya.

berarti masih mau lanjut ya. kedua, aku ingin bertanya tentang sketsa-sketsa kasar masa depan. menurutmu ketika seorang ikhwan menjadi tulang punggung untuk keluarga kecilnya, minimal harus memiliki pendapatan berapa dalam sebulan? bagiku ini penting, mengingat kelak kaum akhwat lah yang akan menjadi bendahara rumah tangga.

menurutmu kegiatan apa yang akan kita lakukan ketika sabtu-minggu tiba? untuk yang satu ini aku rasa akan mudah, mengingat kita memiliki beberapa hobi yang sama. aku penasaran bagaimana nanti kita mengkolaborasikannya.

dan bolehkah aku tahu bagaimana rencanamu ketika kelak menjadi satu-satunya tulang rusuk seorang ikhwan? pembelajaran apa yang akan kamu sediakan setiap harinya. sebagai seorang istri menjadi penasehat yang baik untuk suami. sebagai seorang ibu menjadi sebaik-baiknya pendidik si buah hati.

barangkali cukup itu dulu di diskusi kita kali ini. terima kasih sudah mau meluangkan waktu berhargamu itu. di lain waktu kita akan bahas sketsa-sketsa kasar masa depan di atas menjadi lebih halus dan terperinci, bagaimana?







November 09, 2014

ada yang sedang aku perjuangkan

ada yang sedang aku perjuangkan. bukan lagi harapan, apalagi impian. melainkan tujuan.
ya, aku sedang memperjuangkan tujuan. kali ini aku sedang benar-benar menaruh perhatian besar ke arah itu.

tujuan. bukan lagi impian. impian telah lama berlalu, ketika masa aku tidak mengenal siapa-siapa. ketika tidak ada sosok yang aku ketahui keberadaannya sebelumnya. jangan tanya bentuk wajah dan tutur kata. saat itu aku tidak punya Ide untuk melukiskannya. aku hanya memanggilnya ‘si masa depan’ ketika membuat tokoh utama di tulisan-tulisanku.

tujuan. bukan sekedar memperjuangkan harapan. masa harapan pun sudah aku lewati. bukan berarti saat ini tidak lagi membutuhkan harapan. tapi aku sedang memperjuangkan hal yang sifatnya lebih serius.

masa harapan ku lewati ketika pada suatu hari aku mulai mengenal seseorang. nampak jelas wajah dan tutur katanya. jelas pula keberadaannya. meskipun baru sekedar alakadar. dari pertemuan yang tidak diduga sebelumnya. tidak banyak sapa. hanya senyuman sederhana - setelah itu kembali sibuk dengan dunia masing-masing. hanya saja semenjak itu ada hal yang sepertinya mulai berbeda. entah apa itu namanya. barangkali itulah yang sering disebut rasa.

setelah itulah tokoh utamanya berubah dari ‘si masa depan’ menjadi ‘dia’ di tulisan-tulisanku selanjutnya.
ada yang sedang aku perjuangkan. tujuan. rasa yang pernah muncul itu ternyata menjadi sebuah tujuan. semakin terang-benderang arahnya. sudah semakin dikenal setiap kepribadiannya. itulah tujuan. sesuatu yang sedang aku perjuangkan. dengan begitu tokoh utamaku sudah memiliki nama resmi. bukan lagi ‘dia’, lalu siapa? kalian ingin tahu? duh rahasia.

tunggu sampai aku berhasil memperjuangkannya ya. 








November 05, 2014

hidup di negeri dongeng

kita pernah berbicara layaknya hidup di negeri dongeng. memang seperti kekanak-kanakan, tapi kita sama tahu di sana penuh dengan harapan-harapan.

awalnya kamu yang mulai bercerita, bertingkah seolah-olah kamu adalah putri dari penyihir ternama. seorang putri yang memiliki ayah yang baik dan pengertian. selalu cekatan memberikan apa saja yang kamu butuhkan. hanya simsalabim seketika semua tersedia. meskipun aku tahu ayahmu terlalu memanjakanmu jika kutarik kesimpulan dari ceritamu itu. 

katamu, suatu hari nanti ingin berpetualang menggunakan permadani terbang. menyibak kumpulan awan berarak hanya untuk memastikan langitmu akan selalu cerah. 

"siapa tahu bertemu pangeran langit." katamu sembari memandang ke atas. 
aku nyaris tertawa lepas, jika tidak ingat ini percakapan di negeri dongeng. 

aku mengangguk - lanjutkan ceritanya. begitulah maksudku. 

berlanjutlah dongeng harapanmu itu. mulai bercerita saat bertemu pangeran langit dan bagaimana kepribadiannya. tentang kebaikan dan tutur katanya.

kamu bercerita seakan memang sudah sangat mengenalnya. padahal bertemu saja belum. kataku mencibir, yang tentu hanya di dalam hati. mana berani aku membuyarkan dongeng harapanmu itu.

kita terus berbicara seperti hidup di negeri dongeng, hingga matahari beranjak pulang. 

sungguh cerita putri sang penyihir yang penuh harapan.

dan percakapan itu ditutup dengan pertanyaanmu yang membuatku seketika gugup. bagaimana cerita negeri dongeng versimu? kamu tiba-tiba bertanya seperti itu.

"eh? aku ingin bertemu dengan putri angsa mungkin."

"kenapa dia?"

"biar nggak perlu repot-repot ke langit." jawabku asal.