Mei 31, 2018

BANTING TULANG

Saudaraku,
Bukan bermaksud menyinggung perasaanmu. Alhamdulillah kalau masih ada sedikit ketersinggungan atas tulisan ini. Itu artinya, sedikit ada kesadaran bahwa yang aku tulis memang ada benarnya. Bahwa sudah sejauh ini kamu memang terbiasa melakukannya.

Sungguh aku hanya ingin berdoa, semoga hidayah itu akan selalu membersamai keseharian kita.

Adalah benar mencari nafkah adalah ibadah yang amat utama. Soal rezeki memang sudah ditentukan kadar dan takarannya. Tak akan tertukar. Dan Allah pun Maha Luas Pemberiannya.
Tapi saudaraku,

Sampai segitunya kah engkau mengais rezeki. Berangkat gelap pulang gelap getol sekali mencari pundi-pundi harta. Sedang, waktu datangnya panggilan shalat engkau bergeming seperti tidak terdengar di gendang telinga. Sedang di bulan suci Ramadhan ini engkau dengan asyik merokok, makan, minum seperti tidak ada beban di dada.

Sampai segitunya kah engkau mengais rezeki, hingga melupakan hakikat engkau berada di dunia. Sebegitu semangatnya kah engkau mengumpulkan harta sampai lupa bersujud kepada pemberi-Nya. Bukankah Allah adalah sebaik-baiknya pemberi rezeki?

Apa mungkin inilah sebab musababnya dirimu masih tidak merasa berkecukupan. Sedangkan usaha sudah sampai memeras keringat membanting tulang. Jauhlah berkah atas apa yang engkau sedang usahakan. Tersebab ibadah tidak lagi engkau anggap sebagai keutamaan.
Mau sampai kapan?

15 Ramadhan 1439H
#Ramadhanberkualitas
@azurazie_

Mei 30, 2018

PEMIMPIN

Setiap diri adalah pemimpin. Dan bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Pemimpin secara personal di dalam diri adalah hati. Hati dengan pemahaman yang baik akan menuntut anggota tubuh yang lain ke arah yang baik-baik saja. Jalan yang lurus. Jalan yang di ridhoi. Hati yang memiliki iman yang teguh tidak akan mudah goyah dari bisikkan-bisikkan yang menyesatkan. Karena tujuannya adalah akhirat, tidak tergiur dengan pesona dunia yang sesaat.

Pimpinan dalam rumah tangga adalah suami, bagaimana mendidik seorang istri agar keluar rumah dengan pakaian dan perbuatan yang baik. Yang menjaga kehormatan rumah tangganya. Sebab, surga seorang istri ada pada ridho suaminya.

Pimpinan dalam keluarga adalah seorang ayah. Bagaimana membesarkan anak-anaknya dengan nilai-nilai agama yang baik. Pemahaman-pemahaman yang lurus. Sebab, ayahlah yang mengemban tugas itu, menjaga diri dan ahli keluarganya dari api neraka. Mutlak ada di dalam Al-Qur'an.

Dan seorang pemimpin yang dicenderungi adalah teladannya. Yang selalu menuntun lebih bijak, bukan menuntut dapat lebih banyak.

14 Ramadhan 1439H
#Ramadhanberkualitas
@azurazie_

Mei 29, 2018

BEBAN

Allah tidak pernah membebani suatu kaum melebihi batas kemampuannya. Pun demikian nasib suatu kaum akan berubah sesuai dengan apa yang mereka upayakan.

Kita berjalan di bumi ini tergantung niat masing-masing. Dan kekuatan sebuah niat adalah luar biasa. Seseorang bisa bertahan sedemikian rupa karena niat yang ia genggam di dalam dada. Niat mempertahankan akidah, mempertahankan kehormatan. Itu soal yang sangat krusial. Yang boleh jadi sampai harus mempertaruhkan nyawa. Perkara yang lebih sederhana adalah niat menjalankan puasa.

Bila seseorang yang dalam syariatnya sudah berkewajiban berpuasa. Tanpa ada udzur apa-apa. Apa puasa itu sudah terlalu membebani hidupnya? Bila puasa itu ia anggap sebagai beban.   Lalu apa yang bisa mengubah nasibnya agar sadar diri untuk tidak lagi enteng berbuka? Atau memang tidak pernah terbersit sedikit pun niat di dalam hatinya?

13 Ramadhan 1439H
#Ramadhanberkualitas
@azurazie_

Mei 28, 2018

SEPARUH AGAMA

Ramadhan tahun ini, saya teramat sangat bersyukur sudah didampingi oleh istri. Meskipun tidak selalu berbuka bersamanya, karena rutinitas masing-masing. Tapi, bisa dipastikan menyantap sunnah sahur selalu bersama. Nikmat kan?

Saya jadi merenungi satu hal, bahwa dalam pernikahan itu artinya menyempurnakan separuh agama. Barangkali, untuk seseorang yang masih sangat dangkal ilmu agamanya. Tidak mengerti benar tentang definisi sebenarnya dengan istilah menyempurnakan separuh agama. Yang saya bisa renungi dan ambil hikmahnya adalah, dengan adanya istri, selalu ada kesempatan untuk shalat berjamaah. Bila situasi dan kondisi tidak memungkinkan untuk shalat berjamaah ke masjid. Selalu ada ia yang siap sedia menjadi makmum dan mengaminkan tiap-tiap doa selepasnya. Jadi 27 derajat itu selalu bisa diraih sempurna.

Maka, demi Nama-Mu yang Agung, pemilik alam semesta dengan anugerah-anugerah nikmat yang tiada tara. Hamba bersyukur Ramadhan tahun ini di dampingi olehnya. Seorang istri solehah yang menyempurnakan separuh agama. Alhamdulillah... alhamdulillah...

12 Ramadhan 1439H
#Ramadhanberkualitas
@azurazie_

Mei 27, 2018

IMAN & MALU

Iman itu naik turun. Kadang teratur, sering juga futur. Kalau lagi turun bisa bahaya kalau dibiarkan berlarut-larut. Ada rasa enggan untuk memulainya lagi. Lebih bahaya lagi kalau sudah semakin lunturnya rasa malu. Maka, iman harus dididik dengan rasa malu. Malu kalau terus-terusan masbuk, malu kalau terus-terusan malas. Malu kalau terus-terusan mengumbar maksiat. Dan sebagainya dan sebagainya.
Nah, perkara malu. Adalah sebaik-baiknya fitrah sebagai seorang muslimah. Makanya yang sadar diri atas kodratnya dari hati, muslimah-muslimah yang solehah akan menutup sedemikian rupa auratnya. Akan menjaga lisan dan pandangannya. Mahkota yang mereka miliki amatlah berharga. Di matanya sendiri. Apalagi di mata orang-orang yang memandangnya.
Mirisnya di zaman sekarang ini, rasa malu rasanya semakin terkikis dari pribadi seorang perempuan. Contoh sederhana, di grup-grup atau pun social media. Ada saja satu dua perempuan yang sengaja benar meng-share video-video yang agak sedikit 'nyeleneh' 'vulgar'. Yang kalau direnungi itu sama saja menjatuhkan harga dirinya sebagai seorang perempuan yang memiliki rasa malu. Bayangkan saja, tidak sampai lama komentar komentar genit mulai muncul dari kaum laki-laki. Yang memang notabenenya 'doyan' dengan hal-hal seperti itu. Isi video/gambar itu menjadi bahan guyonan, bahan ledekan meraka. Yang lucunya lagi si perempuan ikut tertawa. Ikut komentar. Seakan lumrah saja.
Duh, begitulah di zaman sekarang. Banyak hal-hal yang seharusnya tidak dijadikan bahan lucu-lucuan, yang tidak berfaedah, tidak menambah manfaat. Tapi sangat digandrungi oleh kita semua. Setiap hari secara tidak sadar kita konsumsi bersama-sama.
Maka, adalah benar. Adakalanya iman itu naik turun. Bila sedang naik, apapun menjadi teratur. Bila sedang turun, menjadi kendur dan futur. Dan rasa malu menjadi kontribusi yang cukup besar untuk mempengaruhi keadaannya.
Semoga kita semua mampu menjaga kestabilan hati. Untuk senantiasa memupuk iman dan rasa malu.
11 Ramadhan 1439H
#Ramadhanberkualitas
@azurazie_

Mei 26, 2018

ADAB

Attitude. Orang tua bijak pernah berkata, bahwa sikap itu tidak ada di bangku sekolah. Tindak tanduk, tutur kata seseorang, terbentuk dari kebiasaanya bersosialisasi dengan sesamanya. Makanya, setinggi apapun seseorang sekolah, sebanyak apapun ilmu yang dimilikinya, tidak akan ada nilainya bila attitudenya tidak baik. Dalam ajaran agama disebut adab.

Betapa, keseharian kita dibentuk oleh kebiasaan-kebiasaan yang sering kita lakukan. Bila kebiasaan itu baik, pribadi kita pun semakin hari menjadi semakin baik. Pun sebaliknya, bila semakin hari bertambah buruk. Orang lain akan mudah kehilangan respect, hanya karena kita kehilangan adab.

Tentang attitude ini, sering kali kita merasa iba, kenapa mudah sekali adab kesopanan itu luntur seiring bertambahnya usia. Contoh kecil, anak-anak di usia sekolah dasar tiap sehabis shalat berjama'ah, tertib ikut salam-salaman bersama para orang tua. Semua orang yang lebih tua dari mereka, mereka cium tangannya dengan khidmat. Termasuk kakak-kakak kelasnya. Itu semasa kecil. Coba beberapa tahun berikutnya. Ketika usia mereka tambah matang, pertumbuhan badannya semakin besar. Sangat disayangkan satu-dua dari mereka (anak-anak kecil tersebut) menjadi kehilangan sopan santun. Salam tidak lagi dibarengi dengan cium tangan. Mungkin karena merasa tubuh mereka sudah sama-sama besar. Sepantaran dalam artian fisik. Padahal usia mah tetap saja terpaut jauh.

Keberadaan Rasulullah pun sebagai suri tauladan yang baik. Untuk menyempurnakan akhlak. Bila, attitude kita tidak lagi baik. Adab kita jauh sekali dari kesopanan. Tutur kata tindak tanduk lebih banyak yang meresahkan. Saudara kita menjadi tidak merasa aman dari tangan dan lisan. Terus sebenarnya siapa yang menjadi teladan kita selama ini? Termasuk umat siapa kita?

10 Ramadhan 1439H
#Ramadhanberkualitas
@azurazie_

Mei 25, 2018

HATI YANG BERNIAT

Tidaklah Allah ciptakan jin dan manusia adalah untuk semata-mata beribadah kepada Allah Subhanahu wa ta'ala. Fitrah itu jelas termaktub di dalam Al-Qur'an. Makanya, ada sepotong nasihat yang sering kita dengar, bahwa segala sesuatu yang baik jangan lupa diniatkan ibadah. Segala niat yang baik, belum dikerjakan pun sudah ada ganjarannya. Apalagi kalau sampai ditunaikan.

Dan niat letaknya ada di dalam hati. Shalat tanpa niat tidak sah sholatnya. Pun demikian puasa. Lalu, menurutmu kenapa letak niat itu ada di dalam hati? Wallahu 'alam. Mohon maaf, belum ada ilmu untuk menjawab itu.

Barangkali, bagian tubuh yang paling jujur bersaksi adalah hati. Mulut sering berdusta - bahkan pada diri sendiri. Sedangkan hati, selalu jujur tanpa pernah memungkiri.

Maka hikmahnya, niatlah di dalam hati. Agar apa-apa yang telah diniatkan selalu dibersamai dengan kejujuran. Tanpa kepura-puraan. Semoga dengan demikian, apa-apa yang kita tunaikan kemudian, ada dalam kesungguhan. Dikerjakan dengan penuh kesiapan.

Barangkali, hal itu pun selaras dengan sabda Rasullullah yang mengabarkan, ada segumplah daging yang menentukan hasil akhir yang baik atau sebaliknya menjadi buruk. Segumpal daging itu adalah hati. Ya muqollibal qulub. Semoga hati kita selalu dalam hidayah Allah Subhanahu wata'ala.
Mari perbaharui niat.

08 Ramadhan 1439H
#Ramadhanberkualitas
@azurazie_

Mei 24, 2018

PRASANGKA

Allah selalu bersama prasangka hamba-Nya. Sedangkan manusia cenderung mudah berprasangka karena penglihatannya. Langsung menilai apa adanya, tanpa mencari tahu dulu ada apanya.

Begitulah, keterbatasan manusia tidak mampu mengetahui suara hati seseorang, tidak mampu mengetahui secara detail apa yang sedang terjadi, apabila tidak ada di depan matanya.
Tapi prasangka itu mudah sekali menelanjangi tanpa ampun. Jadi berburuk sangka. Lucunya pula, mulut selalu gatal untuk tidak mengomentarinya.

Maka demikianlah, Allah selalu bersama prasangka hamba-Nya. Semoga kita pun bijak untuk selalu berprasangka baik kepada sesama.

08 Ramadhan 1439H
#Ramadhanberkualitas
@azurazie_

 



Mei 23, 2018

KONSISTEN

Hari ke-7. Itu artinya babak pertama sudah hampir genap di Ramadhan ini. Bagaimana? Sejauh ini masih kondusif kah? Apa kabar dengan ekspektasi ketika menyambut kedatangan Ramadhan? Tentang niat-niat baik selama mengisinya. List-list yang ingin sekali dicapai, yang niat hati bertekad tahun ini ada kemajuan dari tahun-tahun terdahulunya. Sejauh ini masihkah tercontreng dengan baik? Niat mengejar shalat berjamaah di masjid? Taraweh yang full? Qiyamulail yang rutin? Duha? Tilawah onedayonejuz?

Masya Allah, inilah beratnya sebuah konsisten. Istiqomah. Jangankan list-list yang disinggung di atas ya, konsisten untuk mulai bangun sahur dari pukul 02.00 saja misalnya, kita tidak bisa mewujudkannya. Alih-alih sahurnya hampir kesiangan.

Begitulah, niat di hati saja tidak cukup. Perlu azam yang kuat untuk menunaikannya. Belajar istiqomah saja tidak cukup, butuh konsisten untuk memperkuatnya. Dan ironisnya, diri kita  untuk membiasakan konsisten untuk kepentingan sendiri saja masih sering belang-bentong. Baik perkataan dalam artian niat, maupun perbuatan dalam artian realisasinya. Alih-alih di beberapa hal enak benar menuntut orang lain konsisten dengan perkataannya, dengan perbuatannya.

07 Ramadhan 1439 H
#Ramadhanberkualitas
@azurazie_

Mei 22, 2018

MENAHAN

Menahan.
Barangkali, untuk seseorang yang terbiasa berpuasa, menahan lapar dan dahaga tidak lagi menjadi perkara yang berat. Lain hal yang enteng sekali berbuka tanpa ada uzur yang dibenarkan oleh syariat islam. Dirinya sehat, gagah, merdeka, tapi enteng sekali berbuka di tengah-tengah muslim yang berpuasa? Wajar saja berat baginya menahan, karena menjaga iman saja masih kelimpungan. Itu menahan untuk hal-hal yang membatalkan puasa.
Bagaimana dengan menahan diri dari yang menghanguskan pahalanya? Barangkali bagi yang sudah terbiasa puasa pun, hal satu ini masih terbilang berat. Beraat sekali menahan diri untuk tidak tergoda. Baik dari faktor intern, maupun dari luar.
Contoh kecil membicarakan orang lain. Boleh jadi kita sudah sungguh-sungguh menahan diri dari ghibah, dari mulai tidak ikut nimbrung di kelompok yang sedang berghibah, tidak menghiraukan hiruk-pikuk obrolan di grup social media. Tapi, kadang kala kita masih tetap tidak berhasil menahan diri dari keingintahuan kita sendiri. Bertanya-tanya, lagi bahas apa sih rame banget? Siapa sih yang lagi diomongin. Bla bla bla... gatal sekali keingintahuan itu. Ujung-ujungnya ikut tenggelam memakan 'bangkai' saudara sendiri. Innalillah.
Maka, semoga ramadhan kali ini, semoga kita mampu untuk tidak sekadar menahan diri dari yang membatalkan puasa. Tapi, mampu untuk menghindari dari hal-hal yang menghanguskan pahalanya. Semoga.
06 Ramadhan 1439H
#Ramadhanberkualitas
@azurazie_

Mei 21, 2018

MUBADZIR

Mubadzir. Baiklah, kali ini yang kita akan review adalah soal sesuatu yang cenderung mubadzir. Coba diingat-ingat, sepanjang berbuka puasa, nafsu inginnya menyantap apa saja, dan setelah dug.. dug.. bedug.. dan adzan, sebanyak apa makanan yang berhasil kita makan? kita nikmati tanpa kekenyangan? Sekali lagi perlu digaris bawahi : dinikmati tanpa kekenyangan.
Toh, kalau mengikuti nafsu mah, semua bisa saja habis walaupun sudah benar-benar kenyang.
Sesuai dengan teladan Rasulullah, membagi sepertiga perut untuk tiga hal, makan, minum dan bernafas.
Barangkali, kita sudah terbiasa mengamalkan sunnah-sunnah Rasulullah, dengan membaca doa sebelum makan, menggunakan tangan kanan dan tidak berdiri. Mengambil makanan yang paling dekat. Tidak mencelanya bila makanannya tidak kita suka. Tapi, kita sering lalai dengan sesuatu yang bersifat mubadzir. Senang benar berkawan dengan syaitan. Naudzubillah.
Maka, mulai buka hari ini, perlu ada perenungan lebih dalam. Bukan lagi sekadar bersyukur telah melalui satu hari berpuasa. Bukan lagi sekadar bersyukur, masih adanya rezeki untuk dinikmati saat berbuka. Merenungi dalam-dalam, kita mampu berbuka dengan keadaan yang lapang. Lapang di sini, bukan karena tidak dalam situasi perang. Lapang, karena kita jauh dari berkawan dengan syaitan, tidak lagi memubadzirkan makanan. Yuk! Sama-sama bertekad demikian.
05 Ramadhan 1439H
#Ramadhanberkualitas
@azurazie_

Mei 20, 2018

DOA YANG DIIJABAH

Hari ke empat. Bagaimana puasanya? Terasa nikmat? Atau yang lebih dirasa tentang lapar dan dahaganya? Aw.. aw... hati-hati, pandai-pandailah memperbaharui niat dalam hati. Jangan sampai ciloko yang Rasulullah pernah sabdakan, menjalankan puasanya yang didapat hanya lapar dan dahaganya saja. Atau di sabda yang lain, puasa sih puasa, tapi tetap ciloko karena di akhir ramadhan tetap tidak mendapatkan ampunan. Alih-alih mendapat gelar takwa.
So, mumpung masih empat hari, bukan sekadar memperbaharui niat hati. Tetapi memperkuat azam diri. Puasa ini bukanlah sekadar menggugurkan kewajiban, tapi tuntutan diri sendiri, untuk senantiasa menuntun hati, dengan sepenuh jiwa raga, memperbaiki kualitas iman. Kan, biasanya kalau yang menuntut diri sendiri jadi lebih bersemangat, bukan lagi karena paksaan. Karena diri sendiri yang memang mau.
Kalau sedang terasa futur, ingat-ingat lagi, bukankah hari ini adalah jawaban atas doa-doa kita sepanjang Rajab dan Sa'ban. Waballigna Ramadhan... Waballigna Ramadhan... atas anugerah-Nya, doa itu sudah diijabah sampai hari ini. Alhamdulillah.. Alhamdulillah... maka sudah seyogyanya, menjalani puasanya dengan sepenuh kesadaran. Penuh kesabaran. Penuh kehati-hatian. Menjaga perkara-perkara yang membatalkan puasa dan menghanguskan pahala. Betul.. betul.. betul..
04 Ramadhan 1439H
#Ramadhanberkualitas
@azurazie_

Mei 19, 2018

BERBUKA DENGAN SAUDARA

Berbuka dengan saudara
Bagi seorang muslim yang berpuasa, waktu yang paling di nanti adalah saat-saat berbuka. Bahkan di beberapa grup saja sudah mulai menggaung tentang rencana-rencana bukbernya kapan dan di mana? Padahal baru jalan tiga hari ya.
Nah, soal bukber tahun ini saya sendiri bertekad untuk meminimalisirnya. Karena mempertimbangkan banyak hal. Tentas efektivitas waktu dan sebagainya.
Itu bukber yang terencana, atau bukber undangan. Lain hal dengan bukber karena kondisi dan situasi. Semisal pengalaman dua hari ini. Alhamdulillah, tahun ini ramadhan saya bertambah aktivitas penting, antar-jemput istri. Yang dituju adalah stasiun bojong.
Setelah mempertimbangkan banyak hal, saya memutuskan tidak mengejar buka puasa di rumah. Dan lebih memilih buka puasa di jalan, agar semua urusan bisa lebih efesien. Taraweh, dan jemput istri tepat waktu. Hingga istri pun bisa ikut solat taraweh berjamaah.
Nah, dua hari inilah yang saya sebut bukber karena kondisi dan situasi. A.k.a memburu takjil di masjid-masjid. Masya Allah, betapa persaudaraan sesama muslim begitu hangat di rasakan di bulan Ramadhan. Bayangkan, saya baru sampai parkiran masjid saja, sudah ada saudara seiman saya yang memanggil mengajak untuk ikut serta kumpul riung menunggu waktu berbuka. Tentu saja dengan hidangan yang berbagai rupa. Itulah hangatnya saudara seiman.
Cerita ini pun melunturkan kecemasan istri yang memikirkan saya berbukanya dengan apa. Hehe... dia tidak tahu beberapa tahun kebelakang saya sudah melakukan hal yang sama. Berburu takjil di kala perjalanan pulang dari tempat kerja, waktu masih di jakarta.
Maka, adalah benar. Tiap-tiap muslim adalah bersaudara, bahwa doa-doa selepas sholat, doa-doa di kala kutbah jum'at bukan sekadar isapan jempol. Selalu disebut-sebut namanya, minal muslimin wa muslimatin.. dalam artian, wahai saudaraku seiman, di manapun kini dirimu berada. Aku memikirkan keselamatanmu, aku mendoakan kebaikan-kebaikan untukmu. Masya Allah, indah kan?
03 Ramadhan 1439H
#ramadhanberkualitas
@azurazie_

Mei 18, 2018

NAFSI-NAFSI

Nafsi-Nafsi.
Benar sekali, perkara ibadah adalah urusan masing-masing. Makanya, banyak yang berkoar-koar, jangan sok paling alim, urus saja ibadah sendiri. Jangan ikut campur, belum tentu ibadah sampean lebih baik dari ane.

Ya memang belum tentu lebih baik. Hanya sekadar berusaha lebih aktif.

Pun demikian soal menjalankan ibadah puasa. Yang bersangkutan sendiri, yang paling tahu sedang/masih atau tidaknya berpuasa. Dan Allah pulalah yang paling mengetahui derajat ganjaran pahalanya.

Nafsi-nafsi, terkadang menjadi topeng untuk membela nafsu sendiri. Melakukan pembenaran akan tindakannya sendiri. Kalau perihal itu terkadang masih di anggap wajar saja. Toh memang urusannya masing-masing. Resiko ditanggung masing-masing.

Yang sudah melampaui batas adalah, apabila seseorang sudah bangga dengan aibnya sendiri. Memberitahukan terang-terangan ke khalayak ramai bahwa ia enteng sekali meninggalkan kewajibannya sebagai seorang hamba. Apalagi bila ditambah mengajak orang lain melakukan hal yang sama. Sudah tidak adakah rasa malukah pada dirinya sendiri?

Maka demikian, menjalankan puasa adalah urusan nafsi-nafsi, tentang menggenggam teguh kejujuran pada diri sendiri. Bila nafsu yang berkata lain,  yang bersangkutan sama saja sudah membohongi diri sendiri. Dengan berpura-pura di depan manusia. Sedangkan Allah Maha Mengetahui segalanya. Jangan heran apabila Allah pun berpura-pura masih memberikan rasa cukup dan bahagia, padahal hanya sedang menunda azab hingga pada waktunya. Naudzubillah.

Semoga kita selalu diberi kesadaran untuk menjalankan kewajiban pada tiap-tiap napas yang dianugerahi oleh-Nya. Aamiin.
@azurazie_
02 Ramadhan 1439H

Mei 17, 2018

MARHABAN

Marhaban. Sebelum melangkah lebih jauh, yuuk coba raba dalam hati masing-masing. Sudah sedalam apakah kita menyambut bulan Ramadhan dengan hati yang paling lapang. Bergembira dengan sebenar-benarnya penerimaan. Kaffah. Menyeluruh. Ta'at atas kewajiban yang Allah serukan dalam Al-Qur'an. Hingga tamat menunaikan, memang karena kita juga yang membutuhkan.

Bukan apa-apa, karena bila kita benar-benar menerimanya dengan menyeluruh, pun demikian kita wajib menghormatinya dengan sungguh-sungguh. Dengan begitu, tidak akan adalagi kita dengar lelucon-lelucon yang mungkin niatnya hanya untuk lucu-lucuan, tapi hakikatnya lucu tidak, ada manfaat apalagi.

Bukankah kita masih sering mendengar, entah langsung, entah obrolan di grup, entah berupa status, selentingan sederhana yang menurut pendapat saya pribadi sama saja dengan melecehkan kehormatan tamu agung kita. a.k.a bulan Ramadahan.

Misal :

H-1 nih, hari terakhir puas-puasin makan siang, atau yaah besok udah nggak boleh makan siang nih.
Ya ampun, segitu bebannya kah kedatangan Ramadhan sampai kita tega mengeluarkan statment seperti itu?

kasus lain :

BC berupa daftar warteg-warteg yang buka selama ramadhan, dengan ditutup dengan candaan "siapa tahu ada yang mau bukanya siang."

Ya salam, dan banyak kasus lain yang tak serupa tapi senada, sama-sama mengentengkan candaan, guyonan, untuk lucu-lucuan, tapi sebenarnya bila lebih direnungi sama saja kita sudah tidak menghargai bulan suci ini. Tidak lagi ada rasa hormat untuk sekadar menjaga lisan dan 'tulisan', dari statement yang tidak seharusnya. Tidak pada tempatnya. Loh kok perihal ibadah di guyonin?
Apalagi yang terang-terangan tidak puasa ya?

Maka dari itu, sudah benar-benar kah kita mengucap 'Marhaban' dengan sebenar-benarnya penerimaan. Tidak lagi terasa berat harus bangun malam untuk sahur, tidak lagi mengeluh siang hari haus dan lapar. Tidak lagi merasa berat untuk shalat taraweh. Dan blabla keberatan lainnya.
Tidakkah kita takut, tamu agung yang kita hormati ini, merasa tersinggung, tidak terima perlakuan kita, lalu berkahnya tidak sampai ke kita?

Marhaban Ya Ramadhan, aku menyambut kedatanganmu dengan sepenuhnya penerimaan. Dan menghormati kesucianmu dengan sepenuh penghargaan.

@azurazie_
01 Ramadhan 1439H

Mei 10, 2018

MERASA (TIDAK) MEMILIKI

Menurutmu, dari kedua celoteh yang sering didengar :
1.  Begitulah, kebanyakan yang lebih menghargai dan menjaga justru yang tidak merasa memiliki.
2. Karena merasa memiliki, makanya dia menjaga dan menghargainya lebih dari siapapun.
Mana yang menjadi kecenderungan sifat manusia?
Teori yang mendasarinya adalah : Bila sesuatu itu adalah benda, sudah tentu semua memiliki batas kegunaannya, batas fungsionalnya. Tiap-tiap sesuatu ada umur-umurnya. Sudah selayaknya dirawat dan dijaga. Agar selalu berfungsi dengan baik. Minimal jadi lebih lama bisa dimanfaatkan.
Bila itu sesama makhluk hidup, sudah lebih
pasti ada ajal-ajalnya. Maka, tidak bisa sekadar berharap kebersamaan itu lebih lama, kebahagiaan itu awet adanya. Tanpa berjuang untuk selalu menjaga dan menghargainya.
@azurazie_

Mei 03, 2018

TENTANG BERHARAP KEPADA MANUSIA

Menaruh harapan kepada manusia, tidak memiliki garansi apa-apa. Maka, seyogyanya kita, menjatuhkan harapan hanya kepada Allah semata. Dengan doa. Berharap dengan perantara doa. Tak harus memikirkan tentang : kapan dikabulkannya, bagaimana cara Allah memberinya, apa yang akan digantikannya. Gimana Allah aja. Berdoa tanpa tendensi apa-apa. Toh, kita memang selalu butuh. Tempat bergantung dan mencari untung. Perihal harapan yang genap menjadi utuh, adalah hak Allah Sang Maha Pengasih.

Dan tentang harapan kepada manusia. Baiknya, diganti dengan selalu berbuat baik. Tanpa pamrih. Tak perlu memikirkan manusia itu membalas kebaikan kita atau tidak. Gimana Allah aja. Yang kita yakini, bahwa tiap-tiap kebaikan digaransikan akan menjadi kebaikan untuk kita jua.

Maka, cukuplah sudah terlalu berharap kepada manusia. Cukuplah kita selalu berbuat baik saja. Kapanpun, di manapun, dengan siapapun. Agar harapan-harapan yang membersamai doa-doa itu. Allah qobul sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh kita. Sesuai dengan kemampuan kita untuk menerima tiap-tiap ketetapan-Nya.