Juni 26, 2018

DUA JARI KELINGKING

"Kamu nyadar nggak sih, cerita kita tuh kayaknya siklusnya cepat sekali?"
"Maksud a?"
"Iya, misal kemarin ceritanya yang bikin senang, bahagia, Ketawa-ketawa. Hari ini tahu-tahunya harus banyak merenung, lebih banyak bersabar. Tapi nggak lama kita udah bisa ketawa-ketawa lagi."
"Iya ya. Karena kita selalu lewatinya nggak pake berlebihan. Nggak lebay teuing. Yang aku rasa sih lebih banyak memaknai hidup selepas nikah."
"Maksudnya?"
"Pertanyaan a itu, kemarin aku baru nemu jawabannya sewaktu diam-diam memperhatikan mata a."
"Kok jadi ke mata?"
"Semua jadi terasa lebih ringan karena tahu kita selalu lewatinya bersama-sama. Terasa lebih mudah karena di sampingku selalu ada a."
"Masa? Ciyee terciduk dia. Dari matamu.. ku lihat..."
"Yee... serius."
"Hee... Sepakat untuk selalu menerima sepaket ya. Saat di bawah selalu bersabar. Saat senang selalu bersyukur. Dan selagi selalu sama-sama, semua jadi lebih ringan."
Dua jari kelingking bertemu. Saling mengkait kuat.
"Tunai ya. Tunai."
26 Juni 2018
@azurazie_
@sekitar_putri

TITIP SALAM

Sayang,
Terima kasih sudah menetap selama
6minggu 3hari dalam rahim,
memang terlalu singkat kebersamaan kita, tapi tidak apa, yakin Allah telah menetapkan yang terbaik untuk kita, dengan mengambil kamu kembali pada-Nya,
Sayang,
Meski kamu belum terwujud dalam bentuk yang utuh, tapi bagi kami kamu sudah dalam bentuk futuh, seperti nama panggilan untukmu,
Sayang,
Hujan pun mengiringi kembalinya kamu, dengan doa dengan asa dengan cinta,
Sayang,
Terima kasih sudah titip salam dan memperkenalkan diri kepada Ibu. "Ibu.. ini De Futuh." di saat Ibu sedang berada di antara sadar dan tidak sadar melepasmu. "De Futuh mau di sini aja di taman Allah." Katamu. "Ibu panggil ayah aja." Kamu salim tangan ibu, memakai peci putih. Selepas itu ada nama Allah yang bercahaya amat terang, yang memberikan ibu kekuatan untuk membuka mata. Saat itu ayahmu sudah berada di samping ibu. Memegang erat tangan ibu.
Bogor, 26 juni 2018
#FUTUH
#sekitar_Putri
#azurazie_

Juni 23, 2018

MENANTI APA MENUNGGU?

Pada suatu senja.

"Putri, lagi apa?"

"Menanti suami aku pulang."

"Menanti apa menunggu?"

"Memang beda, ya?"

"Beda atuh, menunggu itu untuk sesuatu yang pasti datang. Baik waktu atau kabarnya. Sedangkan menanti untuk sesuatu yang belum tentu pasti datangnya."

"Oke di ralat. Berarti menunggu. Suami aku lagi apa?"

"Menanti."

"Menanti apa?"

"Menanti, dapat kejutan bahagia apalagi yang Allah kasih, sampai rumah."

"Bukannya menunggu?"

"Nggak perlu menunggu lagi, kan sudah merasa bahagia."

"Terus kenapa bahasanya menanti? Berarti belum pasti dong sifatnya."

"Karena kita nggak pernah tahu bentuk kejutannya seperti apa. Meskipun belum pasti, a nggak masalah. Karena tanpa kejutan pun bahagia itu selalu dirasa apa adanya."

"😙 Menunggu sambil menanti ini mah jadinya."

23 Juni 2018
@azurazie_
@sekitar_putri

DE UTUN?

"Putri, kalau utun artinya apa ya?" Pada suatu malam. Sambil menunggu waktu isya.

"Utun?" Putri mengkonfirmasi.

"Iya, kalau a perhatikan, pasangan-pasangan yang baru hamil manggilnya De Utun. Emang itu bahasa apaan?" Sambil sibuk lihat-lihat status di whatsapp.

"Aku juga nggak tahu, panggilan umum buat jabang bayi kali, ya?"

"Oooh..  macam tu. A juga mau ikutan cari nama khusus, ah. Tapi jangan ikut-ikutan 'utun'. Ada ide?"

"Umm... apa ya?" Ia berpikir sejenak. "De Kaffah?"

"Kaffah? Sempurna maksudnya?"

"Kaffah alias... kinanti dan fauzi." Putri tersenyum manis.

"Lho? H nya punya siapa? Kepikiran aja lagian haha..." sambil menjawil hidungnya.

"Ya, kan cuma saran." Wajahnya sedikit cemberut.

"Kaffah, kaffah, umm..... gimana kalau Futuh, aja?"

"Setujuuu, 😍"

"Yes, De Futuh. Biar beda dari yang lain." Sambil mengusap-usap perut. "Assalamu'alaikum De Futuh."

Begitulah cerita Futuh ini dimulai. Sambil berdoa sepenuh harap, ia bertumbuh dengan baik.

23 Juni 2018
@azurazie_
@sekirar_putri

Juni 16, 2018

SELEPAS HARI RAYA

Sobat, satu hari selepas ritual ramah-tamah hari raya. Setelah terasa 'kenyang' mendapati pertanyaan 'kapan' dan tentu saja dibersamai dengan bisikkan doa-doa kebaikan juga. Maka, hari ini adalah langkah berikutnya.

Yang kebagian ditanya, 'kapan nikah?' Kebagian doa, 'semoga segera ketemu jodoh'. Itu artinya selepas ini, ada azam yang lebih kuat dari sebelumnya. Lebih giat menabungnya, lebih giat ikhtiar menemukan jodohnya. Lebih giat memperbaiki kualitas dirinya. Lebih sungguh-sungguh untuk segera menghalalkannya. Ayo, lekas jangan ditunda lagi.

Pun demikian, yang kebagian ditanya, 'Udah isi belum?' Kebagian doa, 'semoga segera punya momongan, ya'. Itu artinya selepas ini, harus lebih harmonis hubungan dengan pasangannya. Lebih saling mendukung dalam ikhtiarnya. Saling menguatkan satu sama lain. Lebih giat lagi nabung untuk masa depannya. Lebih giat memperbaiki kualitas diri untuk keduanya. Kualitas waktu luang. Kualitas perhatian dan kasih sayang. Kualitas kebersamaan.

Begitu juga yang kebagian ditanya, 'kapan wisuda?' Dan kebagian doa 'semoga cepat lulus ya' selepas ini, harus lebih giat lagi menyelesaikan skripsweetnya, lebih giat membaca dan mengumpulkan bahan-bahan pendukungnya. Lebih giat lagi bimbingan dengan dosennya. Lebih giat lagi menabung untuk biayanya. Lebih giat memperbaiki kualitas diri. Untuk lebih rajin. Lebih ulet. Pantang menyerah dan tidak mudah untuk mengeluh.

Dan begitu juga yang kebagian pertanyaan-pertanyaan lainnya. Baik yang serupa ataupun yang tak sama. Tentu saja selain lebih giat dari yang disebutkan di atas. Ada yang lebih penting lagi. Lebih giat memperbanyak doa. Dengan begitu semoga Allah mudahkan jalannya

Kenapa harus begitu?Sebab, apalah arti banyak 'menelan' pertanyaan-pertanyaan itu. Apalah arti menampung banyak sekali doa-doa dari saudara, orang tua, sahabat-sahabat kita. Bila kita sendiri tidak lebih tergerak untuk merealisasikannya. Pertanyaan dan doa-doa itu hanya sekadar rutinitas ceremonial tahunan. Bila sedang bertemu dan berkumpul. Padahal jauh di lubuk hati kita, semua itu adalah yang paling kita harapkan. Yang sejauh ini sedang kita perjuangkan.

Selamat menjadi lebih giat dari biasanya. Ganbatte kudasai yoo.

@azurazie_

Juni 15, 2018

IDUL FITRI 1439H

Dear pembaca Lakaran Minda  yang bijaksana. Barangkali banyak kata-kata yang terlanjur tertulis, menyinggung hingga menyakiti hati. Dan menjadi tabungan tuntutan di yaumil kiamah nanti. Besar harapan kami selagi masih ada di dunia, sudilah kiranya kau bantu hapus kesalahan itu dengan kata yang lebih bijak darimu. Maaf dari setulusnya hatimu.

salam dari kami yang sedang membuka pintu hati.
@azurazie_
@sekitar_putri

Juni 14, 2018

HAK YANG TERTANGGUH

Sobat,
Sebelum lebaran datang. Di penghujung Ramadhan ini. Mari ingat-ingat kembali, adakah hak-hak adami yang masih tertanggung pada dirimu? Bila ada dan mampu, ditunaikanlah dengan segera. Bila ada dan masih belum cukup mampu, kabari dan berikepastian akan waktunya. Jangan sampai hak-hak itu menggantung tanpa kejelasan. Karena waktu terus mengalir tanpa menunggu kesiapan.

Maka, adalah penting untuk diingat-ingat kembali, adakah hak adami itu yang belum tertunai. Baik harta benda, janji harapan, maupun hak-hak yang menyangkut keluasan hati mereka. Adakah hati yang masih terlanjur sakit hati karena ulah tangan dan lidah kita? Menjadi hak-hak permintaan maaf dari kita.

Apalah arti lebaran tiba. Hari kemenangan itu datang. Akan tetapi masih ada hak-hak adami yang masih tertangguhkan tanpa kejelasan. Masih ada yang belum mau saling memaafkan dengan hati yang lapang.

Apalah arti kemenangan, bila masih banyak banyak yang belum merdeka dari ulah kita punya lisan dan perbuatan.

Apalah artinya lama hidup di dunia, bila diakhir hayat hanya mengumpulkan banyak tuntutan-tuntutan. Karena waktu terus berjalan tanpa menunggu kesiapan. Tetangga kita pun ada yang menghembuskan nafasnya, satu hari sebelum lebaran. Innalillahi wainnailahi rajiun. Cukup menjadi nasihat untuk kita semua renungkan.

29 Ramadhan 1439H
#Ramadhanberkualitas
@azurazie_

Juni 13, 2018

TARAWEH TERAKHIR

Bagaimana bila malam ini adalah malam taraweh terakhir di dunia? Saat itu posisimu ada di mana? Sedang sungguh-sungguh berduyun-duyun memenuhi masjid-masjid. Berlomba-lomba untuk mendapatkan shaf paling depan. Persis di belakang imam. Atau dirimu justru sedang singgah-singgah. Pindah dari satu mall menuju mall berikutnya untuk mengejar diskon.

Bagaimana bila malam ini adalah malam taraweh terakhir di dunia? Ya ini bukan lagi tentang membicarakan kesempatanmu sendiri. Tapi tentang kesempatan semua orang. Kita sedang membicarakan dunia. Sebab, bagaimana bila tahun-tahun berikutnya ramadhan tidak lagi datang. Dan malam ini gerbang rahmat itu akan segera ditutup. Gerbang ampunan itu sudah habis batasannya. Di manakah posisimu saat itu? Sedang sungguh-sungguh untuk meraihnya? Berusaha menjadi salah satu orang-orang terpilih yang mendapatkan kemuliaan ramadhan. Atau dirimu justru sedang singgah-singgah, macet-macetan. Euporia karena ini buka bersama terakhir. Canda tawa melewatkan kesempatan malam ini begitu saja.

Bagaimana bila malam ini adalah taraweh terakhir di dunia? Akankah akan dilewatkan begitu saja?

28 Ramadhan 1439H
#Ramadhanberkualitas
@azurazie_

Juni 12, 2018

BATAS

Tiap-tiap sesuatu ada batasan-batasannya. Itu sudah fitrah bagi semua makhluk. Dan kalau sudah bertemu batasnya, manusia bisa mengupayakan apa? Diberi sakit yang 'agak' serius saja kita butuh bantuan orang lain. Apalagi sudah menyangkut batasan usia. Sudah pasti lebih banyak lagi bantuan orang lain untuk mengurusnya.

Dan lucunya, manusia itu walau sudah tahu begitu banyak memiliki batasan-batasan kemampuan. Akan tetapi, suka tidak serius untuk membekali batas kesempatannya. Seringnya penyesalan datang di akhir. Waktu yang selalu berakhir. Tidak diisi dengan bijak dan pintar.

Dalam konteks Ramadhan, batasan ini adalah sisa hari-hari berpuasa. Lalu timbul pertanyaan dalam benakmu, bagaimana bila dua hari sisa ramadhan ini adalah batasan kesempatanmu untuk berpuasa? Bagaimana bila tidak akan dirimu jumpai puasa-puasa di tahun-tahun berikutnya? Bagaimana bila dalam dua hari ini adalah batasan Allah menurunkan rahmat dan ampunan-Nya? Sedangkan dirimu sudah terlanjur membatasi diri untuk tidak sungguh-sungguh beribadah.

Maka, tiap-tiap sesuatu ada batasan-batasannya. Tidaklah bijak bila upayamu hanya sebatas menggugurkan kewajiban. Hanya sebatas menjalani rutinitas.Tidak sungguh-sungguh menambal kekurangan. Sedangkan kesempatan untuk memperbaiki sesuatu, waktunya terbatas.
27 Ramadhan 1439H
#Ramadhanberkualitas
@azurazie_

Juni 11, 2018

MENYESUAIKAN

Dalam tiap-tiap keadaan, yang paling bijak adalah bagaimana bisa menyesuaikan. Bukan ingin selalu menang dan egois mengikuti mau sendiri atau sudah saja mengalah karena merasa tidak memiliki daya apa-apa.

Belajar menyesuaikan tanpa harus kehilangan jati diri. Semata-mata untuk tetap menyeimbangkan keadaan.

Seperti bijaknya air, ia mengalir menyesuaikan dengan keadaan. Apabila melewati turunan, dengan mudah mereka mengalir tanpa hambatan. Apabila menghadapi tanjakkan. Mereka tetap berusaha membendung hingga melampaui batasan. Meluber hingga akhirnya mengalir lagi sesuai dengan arahan.

Seperti bijaknya air, meski dari berbagai penjuru air mata sungai yang mengalir ke lautan. Mengalir air tawar itu, sampai laut menyesuaikan menjadi asin. Berbaur dengan keadaan. Tahu diri karena sifat air laut adalah asin. Tahu tempat. Tahu situasi.

Begitu pula dengan ibadah puasa, tubuh yang terbiasa menjalani puasa, ia tidak lah sulit menyesuaikan keadaan. Makan dan minum disesuaikan dengan kebutuhan waktunya. Yang tadinya makan di waktu siang. Disesuaikan di saat buka dan saur. Tidak lagi menuntut makan sepanjang hari, karena itu bisa membatalkan. Menyesuaikan dengan peraturan.

Makanya nyeleneh sekali apabila ada statment : hormatilah yang tidak berpuasa. Sebab, seharusnya yang tidak berpuasalah yang harus pandai menyesuaikan. Yang berpuasa sedang menjalani kewajibannya. Menyesuaikan dengan waktu-waktunya. Sedangkan yang tidak berpuasa menyesuaikan apa? Kewajiban saja tidak dijalani. Seharusnya lebih tahu diri untuk menghormati yang taat.

Maka, belajar untuk selalu menyesuaikan adalah bijak. Untuk berbagai keadaan. Untuk tiap-tiap kebutuhan.

26 Ramadhan 1439H
#Ramadhanberkualitas
@azurazie_

Juni 10, 2018

TUJUAN PERJALANAN

Sebuah perjalanan semestinya selalu dibersamai oleh tujuan. Hendak ke mana. Guna menemukan apa. Sebab, tanpa tujuan, perjalanan itu akan kehilangan maknanya. Seperti tidak ada yang harus diperjuangkan. Seperti tidak memiliki target perjalanan itu sampai kapan. Alih-alih hanya lelah dan waktu yang dilaluinya sia-sia.

Seperti halnya hidup. Seseorang yang beruntung adalah yang mengetahui tujuan hidupnya. Hingga ia memahami benar hendak digunakan untuk apa waktu dua puluh empat jam dalam ke sehariannya. Kalau tidak tahu, boleh jadi sisa-sisa usianya hanya dihabiskan untuk makan minum buang air besar saja. Hingga tiba-tiba tak terasa semakin hari usia semakin tua.

Seperti halnya ramadhan. Seseorang yang beruntung adalah yang memahami betul apa tujuan puasanya. Apa yang harus di isi/ditunaikan sejak niat berpuasa hingga berbuka. Terus menerus hingga lebaran tiba. Dengan begitu ia berpuasa dengan bersungguh-sungguh. Tak sekadar menahan lapar dan dahaga. Tapi menjaga dari apa-apa yang bisa membatalkan pahalanya juga. Tentu saja tujuan puasa adalah gelar takwa.

Maka, sebuah perjalanan sudah semestinya dibersamai dengan tujuannya. Kalau tidak begitu, perjalanan sejauh ini untuk apa?  Perjalanan ini akan berakhir ke mana? Ada yang dihasilkan atau sia-sia.

25 Ramadhan 1439H
#Ramadhanberkualitas
@azurazie_

Juni 09, 2018

MERASA CUKUP

Bukan tentang seberapa banyak, tapi tentang seberapa cukup.
Begitulah. Adakalanya kita menginginkan apa-apa yg didapat banyak. Tanpa memikirkan bahwa yang kita butuhkan adalah apa-apa yg dicukupkan.
Apa makna banyak jika tidak mencukupi?
Allah Maha Baik, selalu mencukupi apa-apa yang kita butuhkan, bukan selalu apa-apa yang kita inginkan.
Allah Maha Kaya, bisa saja jika sudah berkehendak, Allah akan memberi banyak. Adakalanya Dia tidak memberi banyak bukan karena tidak kuasa. Sungguh Allah Maha Kuasa untuk demikian, Allah menguji seberapa dalam dirimu merasa cukup. Seberapa mudah dirimu untuk bersyukur.
Semoga, cukup itu selalu mengutuhkan rasa syukur, tanpa kufur.
Ramadhan adalah latihan untuk memupuk rasa cukup. Bahwa, seringnya kita di siang hari memikirkan banyak sekali menu untuk berbuka puasa. Menginginkan segala macam jenis makanan yang menggugah selera kita. Tapi saat berbuka, yang diutamakan adalah rasa cukup. Cukup segelas air putih. Cukup tiga butir kurma. Cukup makan sekadarnya. Karena perut hanya bisa menampung secukupnya. Semua yang sejak siang begitu diinginkan, seolah bukan prioritas lagi. Bukan yang dibutuhkan lagi.
Maka, bukan tentang seberapa banyak, tapi tentang seberapa cukup.
24 Ramadhan 1439H
#Ramadhanberkualitas
@azurazie_
@sekitar_putri

Juni 08, 2018

BAPER

Kelak, kamu akan merindukan yang dulunya pernah begitu dekat. Yang setiap harinya membersamaimu. Yang kedatangannya ditunggu-tunggu dengan degub hati yang gembira membuncah rindu. Dan kamu akan merasakan kehilangan itu. Quality time sejak membuka mata hingga memejamkannya lagi di waktu malam.

Saat ia benar-benar hilang. Saat ia benar-benar pergi.

Kamu akan merasakan itu. Sebab, mulai menyadari tanpa kehadirannya, ada sesuatu yang terasa kurang. Tanpa adanya, ada hal berharga yang terasa hilang. Dan kamu mulai menyesalinya, kenapa selagi dekat tidak benar-benar menjaganya. Selagi ada tidak sigap untuk senantiasa menggembirakannya. Dan mulai bertanya-tanya, sebenarnya sudah melalukan apa saja selama ini? Apa yang sudah benar-benar diupayakan?

Duh Gusti, perkara ini tidak pernah terasa sederhana. Kehilangan yang berawal dari ketidakseriusan untuk menjaganya. Padahal dulu ketika menunggu kehadirannya sampai gemas dan semenggerutu itu. Kapan ia datang, kapan ia sampai. Adakah kesempatan itu. Adakah kabar gembira itu. Adakah waktu untuk menemuinya lagi?

Kini semua sudah terlanjur berubah. Terlanjur berbeda. Air mata kehilagan seperti apa yang bisa menebus semua kesalahan itu?

Hmm... iman kita apa sampai sebaper itu ya ketika yang pergi itu adalah Ramadhan. Jangan-jangan biasa-biasa saja. 

23 Ramadhan 1439H
#Ramadhanberkualitas
@azurazie_

Juni 07, 2018

OLEH-OLEH RAMADHAN

Sisa-sisa di penghujung ramadhan itu ibarat kita dalam perjalan pulang dari suatu tempat. Tinggal sisa-sisa tenaganya, badan yang mulai lelah, keroncongan dan mudah sekali mengeluh. Ya begitulah biasanya kondisi seseorang kalau dari perjalanan jauh menuju pulang. Sudah tidak lagi prima dalam tenaga. Cuma satu yang di mau, ingin cepat sampai rumah.

Begitu juga dalam beribadah puasa, makin ke sini makin banyak kendurnya. Makin banyak alakadarnya. Shalat jama'ah tidak lagi lima waktu. Jumlah rakaat shalat sunnah semakin berkurang. Tilawahnya tidak lagi onedayonejuz. Begitu pisan kan ya gambarannya. Bawaannya udah kepingin cepat-cepat lebaran.

Makanya seperti dalam perjalanan pulang. Padahal nih ya, kalau dari mana-mana itu, kita selalu ingin menyempatkan diri membawa oleh-oleh. Untuk keluarga di rumah. Walaupun cuma sekadar satu tentengan plastik. Rasanya beda tuh sama yang pulang cuma pulang aja, tak membawa apa saja.

Seharunya juga begitu dalam puasa di bulan Ramadhan. Kita pikirkan juga apa oleh-oleh terbaiknya untuk setelah lebaran. Misal, oleh-oleh kebiasaan baiknya selama ramadhan. Yang tadinya tidak pernah bangun shalat malam. Jadi seterusnya tetap bangun. Yang tadinya jarang baca Al-Qur'an, tiap hari jadi berasa ada yang kurang bila belum buka mushaf dan membaca Al-Qur'an. Ada oleh-oleh yang bisa kita banggakan menuju 'pulang'.

Maka, semoga di sisa-sisa penghujung Ramadhan ini. Tidak ada hari yang terlewati sia-sia. Bila diibaratkan seperti perjalanan pulang. Bawalah oleh-oleh terbaiknya. Untuk sebelas bulan kemudian.
Di sisa-sisa hari Ramadhanmu, masa mau menghabiskan sisa-sisa usiamu dengan biasa-biasa saja.

22 Ramadhan 1439H
#Ramadhanberkualitas
@azurazie_

Juni 06, 2018

PENTING ITU, SOBAT

Sobat, tiba-tiba saja aku teringat sepotong nasihat itu : berlomba-lombalah dalam berbuat kebaikan dan ketaqwaan. Maka dari itu, sobat. Apabila kau dapati diri ini sedang khilaf mengajak berbuat yang tidak baik, maka jauhilah. Sebab, kelak aku tidak ingin dituntut olehmu karena pernah mengajak berbuat yang tidak baik. Dan sebaliknya, Sobat. Bila dirimu akan berbuat banyak kebaikan. Jangan sungkan untuk mengajak diriku. Sebab, kelak aku ingin diaku olehmu, pernah sama-sama berlomba-lomba dalam kebaikan dan ketaqwaan.

Begitulah sobat, konon katanya kita akan berkumpul dengan orang-orang yang semasa hidupnya sering bersama. Saling mencintai dan selalu tolong-menolong. Dikumpulkan dengan orang-orang yang memiliki kebiasaan yang sama. Menghabiskan waktu bersama dengan kesukaan yang sama. Maka, apabila kebersamaan itu baik akan menambah dan membawa kebaikan, serta perbaikan. Apabila kebersamaan itu justru melalaikan, akan menambah futur dan menjadi lebih kufur.

Makanya, sobat. Bijak-bijaklah memilah-milah seorang teman. Mana yang sebaiknya sekadar menjadi kenalan. Mana yang sepaputnya dijadikan sahabat dalam beramar ma'ruf nahi mungkar di keseharian. Penting itu, sobat. Lebih bermanfaat dan tentu saja menambah taat.

21 Ramadhan 1439H
#Ramadhanberkualitas
@azurazie_

Juni 05, 2018

MENGGERAKKAN HATI

Ternyata pacaran setelah nikah itu memang menyenangkan ya. Ups! Pembuka tulisan ini bukan sengaja membuat baper. Tapi, memang benar, setelah menikah apa-apa yang dijalankan menjadi lebih istimewa. Ada teman perjalanan yang selalu asyik diajak diskusi di mana saja. Kapan saja.  Tentang apa saja.

Contoh sederhananya perjalanan pada hari minggu kemarin. Dalam perjalanan itu, saya bercerita bahwa di malam minggunya merasa beruntung karena baru pertama kali dalam seumur hidup, berpengalaman di imami shalat taraweh oleh syaikh dari palestina di salah satu Masjid Besar di Bogor.

Masya Allah, terenyuh saya mendengar bacaannya. Meski dengan ayat yang panjang-panjang tetap terasa nyaman dan lebih khusyu. Maka saya menarik kesimpulan, barangkali itu salah satu hikmah kepada salah satu memilih imam dalam shalat itu adalah yang paling fasih bacaannya. Agar supaya makmumnya lebih khusyu dalam shalatnya.

Setelah saya menceritakan pengalaman itu, istri saya berkomentar sederhana. Tapi membuat saya merenungi banyak hal.

Katanya, "Allah yang menggerakkan hati a hingga sampai di masjid itu."

Benar juga, karena masjid itu terbilang cukup jauh dari rumah ataupun dari kantor tempat saya bekerja. Niat awalnya sih hanya untuk mencari suasana baru, sambil menunggu istri yang masih ada kuliah.

"Sama seperti sekarang kita ada di sini ya." Kata saya kemudian.

"Maksudnya?"

"Iya, dari sekian banyak tukang dagang, setelah putar sana, putar sini. Allah ternyata menggerakkan hati kita sampai akhirnya memilih belinya di tempat ini." Kami memang sedang mencari sesuatu di minggu siang kemarin.

"Itu artinya rezeki si abang hari ini dititipinnya sama kita a. Rezeki kita, sesuatu yang kita sedang butuhkan Allah titipkan juga di si abang ini." Katanya sambil tersenyum manis.

"Ah, istri aa luas sekali." Kata saya jujur. Membuat wajahnya bersemu merah.

Alhamdulillah. Begitulah bila Allah sudah menggerakkan hati kita, menuju ketetapan-Nya yang terbaik. Semoga Dia senantiasa memberi hidayah untuk kita, selalu cenderung menuju yang baik-baik saja.

20 Ramadhan 1439H
#Ramadhanberkualitas
@azurazie_

Juni 04, 2018

PIHAK YANG MANA?

Tak terasa ini tulisan sudah ke-19 selama ramadhan, beberapa hari ini terasa ada beban bila belum mem-posting sesuai komitmen. Onedayonepost. Bukan terbebani dengan harus ada tulisan-tulisan yang di posting, tapi lebih ke merasa punya hutang. Kan, di awal inginnya dirutinkan, di awal inginnya lancar tidak ada satu pun yang kelewat. Ini tentang tanggung jawab dengan omongan sendiri.
Begitu pula dengan perjalanan bulan Ramadhan di tahun ini. Semalam saat saya taraweh sempat bertanya-tanya di dalam hati, pada ke mana orang-orang yang sebelum ramadhan menanti dengan gembira. Sebelum ramadhan begitu antusias menyambutnya. Dengan serempak mem-viralkan di dunia maya. Pun demikian dengan semarak mendengungkan di dunia nyata. Munggahan. Siap-siap dengan menu berbukanya. Siap-siap dengan taraweh pertamanya.
Mereka pada ke mana? Apa udahan gembiranya? Apa segitu aja antusiasnya? Kok begitu doang endingnya? Ga seru banget.
Apa kamu juga mempertanyakan hal yang sama? Ketika melihat shaf solat taraweh semakin maju, warung-warung nasi sudah mulai leluasa membuka lagi warungnya dengan kaki-kaki yang menggantung di bangkunya.
Apa memang selalu begitu di tiap tahunnya. Bergembira hanya sekadar mengikuti trend. Tapi di hati tidak benar-benar paten.
Apa semerbak harumnya ramadhan di hidung mereka hanya ibarat parfum saja, yang perlahan-lahan hilang wanginya. Lalu ditinggalkan begitu saja.
Maka, beruntunglah bagi mereka-mereka yang masih menjaga rasa gembira itu. Dibarengi dengan rasa sedih karena sebentar lagi akan sampai di penghujungnya.
Kita ada di pihak yang mana?
19 Ramadhan 1439H
Ramadhanberkualitas
@azurazie_

Juni 03, 2018

ISI HATI

Allah Maha Mengetahui Segala Isi hati. Maka, tidak malu kah kita bila masih meragukan tiap-tiap ketetapan-Nya. Masih berkecil hati atas tiap-tiap pemberian yang telah kita pinta.

Meragukan, bahwa adalah benar : Wallahu Khairur Roozikiin.. Allah sebaik-baiknya pemberi rezeki. Dan isi hati kita masih menyangkal, merasa rezeki orang lain lebih luas sedangkan kita hanya apa adanya. Kita merasa sudah kerja keras, tapi upah yang diterima masih jauh dari sejahtera.

Meragukan, bahwa adalah benar : Wa'anta Khoirul Waaritsin.. Dan Allah sebaik-baiknya mewarisi. Sedangkan isi hati kita masih meragu, jodoh tak kunjung datang setelah penantian yang panjang. Padahal melihat yang lebih muda banyak yang menikah duluan.

Meragukan, bahwa adalah benar : Wa'anta khoirul faatihiin.. Dan Allah sebaik-baiknya pemberi keputusan.
Sedangkan isi hati kita tidak terima bila harapan itu tidak sesuai dengan kenyataan. Merasa keputusan-keputusan Allah merugikan apa yang telah kita upayakan.

Allah Maha Mengetahui segala isi hati. Tidakkah kita malu bila masih terbersit keraguan atas tiap-tiap ketetapan-Nya. Merasa malu karena Allah Mengetahui tiap-tiap perasangka buruk kita kepada-Nya.

18 Ramadhan 1439H
#Ramadhanberkualitas
@azurazie_

Juni 02, 2018

LADANG PERNIAGAAN

Bila dunia ini adalah ladang perniagaan. Maka sepatutnya yang ada dalam pikiran manusia adalah soal untung rugi. Boleh jadi demikian, kelak ada manusia-manusia yang sederhana, dengan hati yang penuh ikhlas, selalu berbagi, selalu memberi, selalu mengalah, tanpa pernah mengeluh walaupun sering kali didzolimi. Manusia-manusia sederhana di mata manusia yang lainnya, tapi di yaumil kiamah mendadak timbangan kepunyaannya paling berat. Timbangan kebaikan-kebaikan. Ia menjadi manusia yang paling beruntung karena amal jariah selama di dunia.

Ada pula manusia-manusia yang sangat teramat dermawan, paling sosialis, berperikemanusiaan. Dan ia amat jumawa dengan timbunan amalan-amalannya. Merasa akan aman, di dunia dicintai banyak manusia. Digandrungi oleh manusia-manusia yang membutuhkan pertolongannya. Di akhirat ia merasa aman. Tapi sayangnya, tak disangka-sangka timbangan kebaikannya ringan sekali. Tersebab amalan-amalan jariahnya dibarengi dengan riya. Penuh pencitraan.

Bila dunia ini ladang perniagaan. Adalah waktu yang menjadi 'produk' paling unggulan, paling 'wah' dan bernilai harganya. Maka, tidaklah kau sadar, di beberapa waktu milikmu, selalu bersinggungan dengan waktu kepunyaan orang lain. Apabila kau biarkan ia menunggu terlalu lama, hanya tersebab kelalaianmu, hanya karena kebiasaanmu yang sering tidak tepat waktu. Tanpa disadari kau telah merugikan hak orang lain. Merugikan 'waktu' kepunyaan orang lain. Yang seharusnya sudah berbuat banyak hal. Sudah menjelajahi banyak tempat. Orang lain itu tertunda melakukan hal terbaiknya. Hanya karena ketidaktepatanmu.

Bila dunia ini adalah ladang perniagaan. Sering kali kita mengurangi dengan sengaja takaran 'waktu' orang lain. Dengan datang terlambat. Dengan kebiasaan buruk yang menghambat.
17 Ramadhan 1439H
#Ramadhanberkualitas
@azurazie_

Juni 01, 2018

TIDAK BERUNTUNG

Tahukah kamu, siapa orang-orang yang tidak beruntung itu. Adalah ia yang berdiam lama di dalam masjid, tapi tidak berniat iktikaf. Tidak beruntung, karena hidangan pahala ada di depan matanya, ia tidak mau mencicipinya.

Tahukah kamu, siapa orang-orang yang lebih tidak beruntung itu. Adalah ia yang kesehariannya berada di sekitar masjid, tapi enggan untuk masuk dan shalat berjamaah. Lebih mau menjaga gerobak dagangannya.

Tahukah kamu, siapa orang-orang yang lebih tidak beruntung lagi. Adalah ia yang hatinya tidak pernah condong kepada masjid. Sekadar untuk singgah, apalagi untuk beribadah.

16 Ramadhan 1439H
#Ramadhanberkualitas
@azurazie_