November 23, 2013

Kepedulian dan kasih sayang di gerobak siomay

Betapa bentuk kepedulian dan kasih sayang itu berwujud sederhana.

Aku meyiapkan pesanan untuk satu porsi. Ada-ada saja permintaan pembeli. Beli siomay tapi nggak pake siomay. Lah? Aku mengambil dua potong tahu, satu kol, satu kentang sesuai pesanan. Dan mulai memotong-motongnya di atas piring.

Setelah dibumbui kacang, sedikit saus dan kecap, aku hidangkan di atas meja. Pembeliku seorang perempuan berkaca mata. Ia membawa banyak sekali buku yang ia taruh di pangkuannya. Mungkin baru dari perpustakaan dekat sini untuk mengerjakan tugas. Ia tidak memesan minum, karena sudah ada air mineral kemasan botol yang sebenarnya sudah mau habis.

Berjualan di pinggir terminal ini tidak heran jika makan sambil melihat lalu lalang pengamen, pengemis atau pemulung. Itu sudah biasa. Kulihat pembeliku melahap siomay tanpa siomaynya dengan lahap. Hingga pemandangan itu tiba. Ia berhenti menyuap. Mungkin merasa risih karena ada bapak-bapak pemulung yang membawa karung dan gancu memperhatikannya dari tadi.

"Ada yang bisa saya bantu Pak?" Tanya pembeliku dengan ramah.

"Eh nggak Neng, bapak cuma nungguin botol bekas minum Neng. Dilanjut aja makannya." Bapak-bapak pemulung itu sedikit malu. Iyalah aku saja malu kalau berada di posisi itu.

"Udah makan Pak? Nunggunya sambil makan aja sekalian." Tanya pembeliku lagi. Ia benar-benar tidak merasa terganggu dengan kehadiran pemulung ini.

"Eh, nggak usah Neng. Terima kasih." Pemulung itu hendak berlalu. Mungkin udah nyadar nggak enak.

"Tunggu Pak. Makan dulu aja, saya yang bayar. Bang satu lagi ya buat bapak ini." Aduh Neng baik pisan ini mah. Aku mengangguk.

"Eh, Neng...." Pemulung itu mau menolak.

"Nggak apa-apa Pak. Saya mah makannya lama." Kata pembeliku tersenyum ramah.

"Bisa nggak dibungkus aja siomaynya. buat anak istri saya di rumah." Pinta bapak pemulung tadi. Alah ngerepotin urang si bapa mah. Aku memasukkan potongan siomay ke kertas bungkus nasi. 

"Kalau gitu, tiga porsi bang, dua dibungkus yang satu di makan di sini. Buat si bapak." Kata pembeliku lagi. "Ayo Pak silakan duduk."

Pemulung tadi nggak berkata apa-apa. Langsung duduk di bangku bakso yang ditunjuk si Neng geulis tadi. Ah entahlah apa yang ada di pikirannya. Yang penting daganganku laris manis.

Sejam berlalu. Bapak-bapak pemulung tadi sudah entah ke mana. Setelah makan ia langsung pergi dengan membawa dua bungkus siomay dan bekas botol air mineral. Dan si Neng pembeliku juga sudah pulang naik Bus Pusaka. Satu hal yang masih tertinggal di gerobak siomayku. Kepedulian dan kasih sayang yang mereka kisahkan di depanku. Kepedulian seorang pembeli kepada pemulung yang menggangu waktu makannya. Dan kasih sayang pemulung tua kepada keluarganya.

Ah, sepertinya aku perlu membeli satu loyang martabak manis buat keluargaku di rumah.

  

4 komentar:

  1. wah, ciri-ciri perempuannya aku banget B)
    haha ;p

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jangan-jangan memang kamu si neng pembeli itu :D

      Hapus
    2. tidak tidak. siomay masih menjadi ada di daftar makanan impian setelah aku sembu. hahaha :D

      Hapus

Jejakmu akan sangat berarti dan tak akan pernah sia-sia :)