November 12, 2013

TAK LUPUT DARI PERHATIAN-MU



Aku percaya, penggenggam jiwa-jiwa yang hidup adalah Dia.

Aku menjalani takdirku di tempat ini, tumbuh dan besar sebatang kara. Di tengah-tengah lapangan luas yang permukaannya sudah hampir separuh beraspal. Ketika matahari sedang terik-teriknya, tubuhku seakan terbakar. Berada di antara aspal-aspal yang terbakar panas bukan lah pilihan yang menyenangkan bukan? Belum lagi hampir setiap hari harus mau menghirup polusi-polusi kendaraan yang berlalu lalang, tidak memedulikan keberadaanku.

Terkadang hawa kematian begitu terasa dekat. Seakan malaikat maut sedang mendenguskan napasnya sejengkal berada di sampingku. Aku bergidig ngeri. Hanya malam hari yang mampu membuatku bernapas lebih lega. Udaranya terasa lebih menyegarkan. Dan tentu saja tempat tinggalku begitu terasa lapang. Ya hanya malam lah yang melindungiku dari rasa was-was. Meski aku tahu kematian tetap saja bisa datang kapan pun itu.

Sudah sejak kecil aku sudah menjalani kehidupan seperti ini. Seorang diri. Hanya memegang kepercayaan. Bahwa kehidupan di mana pun itu tetap lah berharga. Harus dijalani dengan lapang dada. Membukakan mata hati untuk selalu bertasbih, tahmid dan takbir mengesakan Dia. Tuhan yang Maha Hidup dan menghidupi. Sebab sesuai ketentuan yang sudah berlaku, adanya kehidupan adapula batas usia menjemput kehidupan yang lebih kekal, lewat pintu kematian. Dan untuk itulah aku berusaha memanfaatkan rezeki nyawa ini dengan sebaik mungkin. Percaya di manapun aku ditakdirkan untuk hidup, akan selalu ada perhatian, kasih-sayang dan penjagaanNya. Tuhan yang telah menitipkan nyawa kepada makhluk kecil sepertiku.

Demi nyawaku yang berada digenggamanNya, lagi-lagi aku merasakan hawa kematian seakan mulai menjalar ke sekujur tubuhku. Terdengar bunyi bising itu lagi. Seperti suara benda yang sengaja digarukkan ke aspal. Sekarang-sekarang semua terasa semakin gelap, seperti cahaya matahari sedang terhalang sesuatu. Apa benar inilah hari kematianku?

Kudengar suara gaduh di atas sana. Apa itu suara malaikat yang berebut mengangkat rohku? Aku menutup mata, menelan ludah.

“Boy, tolong buatkan kopi susu dua ya.”

“Siap Bos. Tunggu sebentar saya simpan sapu dulu.”

Tapi tunggu dulu, suasana tiba-tiba kembali terang. Kembali aku bisa memandang birunya langit. Aku masih hidup. Sungguh aku masih hidup. Oh Tuhan, lagi-lagi aku percaya akan penjagaanMu. Bahwa seonggok rumput yang tumbuh di antara aspal-aspal halaman perkantoran manusia pun tidak luput dari penglihatanMu.

Aku menghela napas lega, lagi-lagi aku selamat dari pencabutan paksa manusia yang tadi menyapu halaman kantor tempat ia bekerja.
 

2 komentar:

  1. dan masih berkesempatan untuk memperbaharui amalan-amalan, serta benar-benar dalam semangat nasuha.

    BalasHapus

Jejakmu akan sangat berarti dan tak akan pernah sia-sia :)