November 14, 2019

DOSA JEMARI TANGAN

Rasanya, memang lebih mudah jika sok paling benar dengan menasehati orang lain, dibanding muhasabah untuk diri sendiri. Mungkin memang begitulah sifat manusia pada dasarnya. Maka, izinkanlah saya dengan tulisan ini untuk sekadar menuangkan keresahan-keresahan yang tiba-tiba membenak di pikiran. Di awali dengan pertanyaan : Hari ini sudahkah kita menegur jemari tangan kita, tentang apa-apa yang sudah ia perbuat?
Mungkin kita pernah mendengar bahwa dosa yang paling sulit dihindari adalah dari penglihatan mata. Karena, biasanya yang pertama kali kita kenali atau kita cari itu diawali dengan melihatnya. Baik sengaja maupun awalnya tidak sengaja. Mata menjadi penentu tindakan kita selanjutnya akan berdampak apa. Untuk menambah kebaikan, atau menambah tumpukan aib sendiri yang suatu saat akan ditampakkan juga.
Tapi, pernahkan kita merenungi bahwa kita tidak bisa menampik, sebenarnya lebih terbiasa menumpuk dosa dengan jemari kita. Dengan ponsel yang lebih sering berada di genggaman. Apalagi kalau bukan interaksi di social media. Entah itu secara personal maupun yang bertebaran di grup-grup sejenis whatsapp dan lainnya. Ngerumpi online istilahnya, jika tidak ingin dibilang ghibah yang modern.
Seberapa sering di dalam sharing sesuatu itu, kita melupakan istilah ‘saring’ lebih dulu. Adakah manfaatnya membagikan sesuatu itu? Adakah nilai kebaikannya? Perlukah kita sebar? Semisal membagikan potongan video (yang lebih seringnya berisi konten yang menjerumus ke vulgar.)  atau membagikan potongan gambar yang sebenarnya tidak menambah nilai kebaikan apa-apa. Hanya untuk mengundang tertawaan,
Jemari tangan kita dengan mudahnya menumpuk dosa, dengan dalih hanya guyon, untuk lucu-lucuan, biar seru-seruan. Padahal kalau dipikirkan ulang, kelak dihari perhitungan semua itu akan di nampakkan kembali dengan detail, lengkap dengan historynya. Bahwa si fulan bin fulan pada tanggal sekian, waktu sekian, membagikan dosa jariah kepada si fulan, si fulan dan si fulan lainnya. Yang si fulan tersebut membagikan kembali kepada si fulan bin fulan, dan seterusnya, dan seterusnya. Hingga panjang sekali daftar riwayatnya. 

Makanya, terkadang hati kecil saya mah inginnya tidak perlu lah di undang di grup-grup mana pun. Dalam komunitas apapun. Karena biasanya apapun nama grupnya ada saja satu dua orang yang usil nyepam hal-hal di atas. Cukuplah kalau sekiaranya ada perlu atau sesuatu yang penting untuk dibagi ke saya, via japri saja. Tapi sayangnya kita sebagai manusia memang sudah selayaknya menjadi mahkluk sosial yang mau tidak mau, suka tidak suka ikut membaur. Sekalipun di social media.

Innalillah, maka, pertanyaan itu layak sekali untuk kita renungkan sesering mungkin,  
Hari ini sudahkah kita menegur jemari tangan kita, tentang apa-apa yang sudah ia perbuat?
Alih-alih menambah kebaikan-kebaikan dengan sharing yang bermanfaat, dan menjaga kualitas diri dengan setiap harinya menjadi pribadi yang lebih baik. Kita lebih sering lupa untuk menjaga kehormatan diri sendiri dengan tidak bijak dalam membagikan sesuatu di social media. Perkara sederhana yang perlu kita renungi dalam-dalam. Kemudian perbanyak istighfar diam-diam.

Semoga kita bisa lebih bijak dalam memilah-milah dan menahan diri untuk sesuatu yang tidak perlu.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jejakmu akan sangat berarti dan tak akan pernah sia-sia :)