April 25, 2019

MUNGKIN MEMANG TIDAK SEBERAPA


Waktu sudah menunjukkan pukul 21 lebih 15 menit, sudah cukup larut untuk para pekerja yang seharian berjuang untuk menafkahi diri sendiri dan keluarganya. Aku satu di antara yang selarut ini belum sampai rumah. Perjalanan cukup macet, sehingga aku memutuskan menepi untuk sekadar mencari minuman dingin di salah satu minimarket yang cabangnya makin menjamur saja.

Toko ini sedang tidak terlalu ramai, di depan kasir hanya ada satu pelanggan yang sedang bertransaksi. Seorang bapak yang aku taksir usianya sekitar 40-42 tahun. Kebetulan tadi masuknya berbarengan denganku. Ia membawa beberapa berkas di tangan kirinya.

Si bapak tersebut membeli beras 5kg, susu formula, tissue, dan 2 snack ukuran 200gr. Meski belanjaannya hanya 5 item produk, tapi transaksi itu belum juga selesai. Setelah diperhatikan, ternyata si bapak membayar dengan kartu debit. Dan mesin EDC-nya seperti sedang bermasalah, sehingga prosesnya gagal terus.

Ada yang menarik dengan transaksi yang sedang aku perhatikan ini. Sejak pertama masuk toko ini, aku menilai si penjaga kasir (laki-laki usianya sekitar 30-31 tahun) pelayanannya tidak terlalu ramah. SOP standartnya tidak jalan. Seperti 3S yang menjadi kewajiban sebagai pelayan di sebuah minimarket pun tidak ia jalankan.

Beberapa kali si penjaga kasir ngedumel sendiri, karena mesin EDC yang bermasalah. Si Bapak pembeli terlihat begitu sabar sembari menahan kantuk dan berulang kali melirik jam tangan. Sudah pasti keluarganya sudah menunggu di rumah.

“Ada uang cash, aja pak?” tanya si penjaga kasir tanpa memandang ke arah pembeli.

“Totalnya berapa emang?”

“64 Ribu, Pak.” Si penjaga kasir mengembalikan kartu ATM.

“Ya udah saya ke atm dulu.”

Kebetulan di dalam toko memang tersedia mesin ATM salah satu Bank. Kena biaya admin tambahan karena tarik tunai antar Bank.

Sembari menunggu si bapak tadi menarik uang di ATM, aku maju untuk bertransaksi. Tidak banyak yang aku beli, satu minuman dingin, satu lagi roti isi strawbery. Tidak lama kemudian si Bapak tadi kembali ke meja kasir dan menyodorkan dua lembar pecahan 50an.

“Kembaliannya pak 46ribu.” Si penjaga kasir memberikan uang 2 lembar pecahan 20an dan 3 lembar pecahan 2 ribuan, lengkap dengan struk belanjaannya.

“Terima kasih.” Jawab Si Bapak sambil siap-siap membawa belanjaannya. Tangan kanan membawa beras, tangan kiri ada berkas dan 4 belanjaan lain. Kebijakan baru walikota sudah melarang menyediakan kantung plastik untuk membawa barang belanjaan.

Melihat si bapak sepertinya kerepotan, aku menawarkan diri untuk membantu membawakan sebagian belanjaanya. Tapi, si bapak menolak dengan ramah karena merasa masih mampu sendiri. Aku hanya membantu membukakan pintu keluar saja.

Sesampainya di parkiran tiba-tiba si Bapak berhenti.

“Ada apa pak? Apa ada yang ketinggalan?” tanyaku basa-basi.

“Ternyata uang kembaliannya kelebihan 10ribu, nak.” Si bapak terlihat memastikan ulang hitungannya. “Kalau sekiranya sedang tidak buru-buru, bapak minta tolong, jagain sebentar barang-barang ini ya, nak.”

Aku mengangguk bersedia dan memperhatikan si bapak masuk kembali ke dalam toko demi untuk mengembalikan uang kembalian yang lebih. Masya allah, aku tersenyum memperhatikan kejadian ini. Meski sudah semakin larut, dan sudah pasti merasa lelah karena aktivitas seharian. Masih ada yang teliti dan bersedia untuk mengembalikan sesuatu yang bukan menjadi haknya. Meski mungkin untuk sebagian orang uang 10ribu itu nilainya tidak seberapa.

“Terima kasih loh, Nak sudah dibantu.” Kata si Bapak setelah kembali ke parkiran. “Alhamdulillah, Allah masih menjaga bapak.”

“Maaf, maksudnya gimana, pak?” Aku penasaran ingin tahu.

“Iya, Allah masih menggerakkan hati bapak untuk teliti menghitung kembalian. Jadi hak orang lain tidak terbawa pulang sampai rumah.”

“Walaupun hanya uang selembar senilai 10ribu ya, Pak?”

“Bagi karyawan toko tadi, selembar 10ribu itu bisa jadi sangat berarti, Nak. Karena termasuk gaji hariannya. Yang sudah menjaga amanah toko ini selama 8 jam kerja. Sedangkan bagi kita mungkin tidak ada apa-apanya, tidak banyak menambah tabungan atau terlalu sedikit juga untuk tambahan uang belanja. Tapi, satu lembar itu bisa jadi sumber penyakit yang bisa termakan oleh keluarga kita di rumah. Rezekinya jadi tidak berkah. Alhamdulillah, Allah masih menjaga keluarga bapak dari kemudhorotan yang bisa saja timbul karena hal itu.”

“Masya Allah, Pak. Terima kasih atas nasihat berharganya ini.” Kataku benar-benar merasa beruntung mendengarnya.

“Sama-sama, Nak. Bapak sedang mengingatkan diri sendiri. Mari lanjutkan perjalan lagi. Masih jauh toh sampai rumah?”

“Lumayan jauh, Pak.”

“Kalau begitu hati-hati di jalan. Bapak duluan.” Si Bapak pamit lebih dulu meninggalkan parkiran

“Assalamu’alaikum.”

“Wa’alaikumsalam.”

Aku tersenyum seraya berdoa, semoga selalu termasuk golongan orang-orang yang mampu menjaga diri dari amanah. Ada amanah dalam diri sendiri, yaitu memastikan tidak ada barang yang haram, bukan milik sendiri yang termakan atau terpakai oleh kita. Ada amanah dalam diri sendiri untuk menjaga keluarga juga dengan hal yang sama.


@quotezie



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jejakmu akan sangat berarti dan tak akan pernah sia-sia :)