April 22, 2019

AKU ADALAH SAJADAH

Aku adalah sajadah

Satu benda yang orang-orang tidak merasa jijik untuk bergantian sujud di atasnya. Padahal, kalau boleh jujur, sudah hampir tiga pekan ini, marbot yang biasanya membawaku ke laundry, seakan lupa dengan nasibku. Nasib, ya nasib. Barangkali budget untuk kebersihan bulan ini dikurangi atau entahlah.

Aku adalah sajadah.

Meski sudah beladus begini, orang-orang masih mau memakaiku. Entah karena memang sudah tabiat mereka yang beribadah dengan alas seadanya. - padahal dianjurkan oleh Rasulullah memakai pakaian yang paling bagus dan wangi. Atau mereka masih meyakini, aku hanyalah alas untuk sarana sujud. Hakikatnya yang berhadapan dengan Allah langsung, kala luruh bersimpuh adalah jiwanya.

Aku adalah sajadah.

Kau tahu, dari sekian banyak manusia yang pernah bersujud di atasku. Selalu ada yang menarik perhatianku. Sebagai alas yang menyentuh langsung kening-kening itu, aku bisa mendengar dan merasakan segala kegundahan mereka. Tiap-tiap embusan napas mereka. Tiap-tiap keluh kesah mereka. Apa yang dicurhatkan kepada Allah Ta'ala. Ya, kebanyakan tentang hajat di dunia. Malahan untuk akhirat porsinya lebih sederhana. Hanya seputaran ingin husnul khotimah. Padahal, ya. Setelah mati, justru perjalanan manusia mempertanggungjawabkan perbuatannya di dunia memakan waktu lebih lama.

Semisal, pemuda yang sekarang malah sibuk dengan ponselnya itu di pelataran masjid. Tadi, sujudnya hanya sebentaran saja. Itu pun posisi kedua lengannya tidak menyempurnakan sujud yang sebenarnya. Sepanjang sujud, di pikirannya tidak jauh-jauh dari jodoh yang tak kunjung datang. Padahal, ya. Seandainya ia tahu, jodoh itu cerminan diri. Siapa yang berusaha memperbaiki diri akan bertemu atau ditemukan oleh ia yang juga memperbaiki diri. Seandainya pemuda itu tahu, sebaiknya ia mulai memperbaiki kualitas shalatnya. Agar berefek pada kualitas hidupnya.

Lain hal dengan bapak-bapak hampir 40th yang sekarang sedang tidur-tiduran dengan kedua tangan menopang kepala. Dalam sujudnya tadi ia resah sekali. Tentang rezeki yang sulit sekali bertambah. Seandainya bapak itu sadar, tiap-tiap kepala makhluk hidup sudah diatur sedemikian rupa rezekinya oleh Allah. Kalau saja aku bisa memberitahu bapak itu, rezekinya sering tersumbat karena ada hak-hak orang lain yang masih menyangkut kepadanya. Walaupun ia tidak sengaja. Ia pernah menunda membayar hutang dengan segera. Padahal saat itu sedang lapang. Seringnya lagi ia takut kekurangan bila memberi lebih untuk bersedekah. Padahal Allahlah sebaik-baiknya pemberi rezeki dalam berkah.

Dan pak tua yang masih terjaga menggilir biji tasbih itu yang sempat membuatku terenyuh. Dalam sujudnya yang panjang pak tua itu terisak. Bukan karena takut dengan azalnya yang semakin dekat. Ia terisak karena merasa bekalnya belum lah cukup. Aku tahu sepanjang hidupnya pak tua ini ahli ibadah. Tapi, ia masih tidak percaya diri akan selamat meniti sirat. Hmm… bisa jadi demikian pak tua. Karena, meski ia rajin beribadah, tapi lalai mendidik anak-anaknya dengan pemahaman agama yang baik. Anak-anak perempuannya santai saja keluar rumah tanpa menutup aurat. Anak laki-lakinya sering bolong-bolong dalam mengerjakan shalat.

Aku adalah sajadah.

Dari sekian banyak manusia-manusia yang pernah sujud di atasku. Tak ada yang mampu menandingi rindunya seorang anak berusia 10th malam ini. Dalam sujud panjangnya ia hanya bershalawat. Hatinya bergetar menahan rindu. Hingga tersujud-sujud menyebut namamu Rasulullah Muhammad. Sujud itu begitu tulus bukan sekadar mengutarakan keinginan, tapi sujud untuk mengutarakan kecintaan.

Aku adalah sajadah.

Banyak sekali yang bisa aku ceritakan tentang perilaku orang-orang yang sujud di atasku. Dari seorang ibu yang tak pernah lupa menyelipkan nama anak-anaknya di sepertiga malam. Meski anak-anaknya itu pun sudah jarang sekali pulang. Sudah jarang menengoknya. Anak-anaknya lebih sering lupa mendoakan Rabbigfirli Waliwaalidayya…

Atau seorang ayah/suami yang bersujud mohon ampun untuk dirinya dan keluarganya. Terutama untuk perempuan-perempuan yang menjadi tanggung jawabnya. Bagaimanapun mereka sadar di pundaknya ada amanah besar untuk menjaga keluarganya agar jauh dari api neraka. Mereka sadar sebagai pemimpin kelak akan dimintai pertanggungjawabannya.

Aku adalah sajadah.

Aku hanya bantu berdoa, airmata-airmata tulus yang terlanjur tumpah membasahi tubuhku ini, semoga kelak menjadi saksi yang memberatkan timbangan amalan baik. Dan Allah Ridho memberi balasan yang terbaik.
Aamiin.

Aku adalah sajadah.

Ah, semoga saja selalu ada yang menyempatkan diri membersihkan tubuhku yang lusuh ini. Menyemprotnya dengan wewangian yang harum. Agar mereka-mereka yang masih mengandalkanku untuk menjadi alas bersujud. Lebih betah berlama-lama di atas sajadah. Lebih khusyu jiwanya berbincang-bincang dengan Allah.
Semoga saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jejakmu akan sangat berarti dan tak akan pernah sia-sia :)