Januari 04, 2019

MEMANDANG NAMA-MU

Ini hari ketiga aku ikut memandanginya. Dari sebuah teras masjid kota ini. Kota yang beberapa hari ini sengaja aku telusuri titik keramaiannya. Pernah mendengar istilah sepi di tengah ramai? Aku sedang menjalani kesepian itu.
Awalnya aku merasa heran, ketika melihat anak kecil umur kira-kira 7tahun. Berdiri mematung, memandang ke dalam masjid. Kala adzan berkumandang. Pakaiannya lusuh, rambut berantakan. Tidak beralas kaki. Sangat tidak ideal untuk dipakai melakukan shalat.

Ia sama sekali tidak bergeming ketika aku hampiri. Matanya tetap memandang lurus ke depan. Aku lihat sang muadzin masih lantang mengumadangkan adzan, berdiri di samping mimbar. Apa mungkin muadzin itu adalah sang ayah anak ini? Ia sengaja menunggu di depan teras, mungkin juga sesuai pesanan ayahnya. Itu yang aku kira di hari pertama aku menemukan anak itu. Berdiri mematung tak bergeming. Sayangnya, tidak sesuai perkiraanku. Setelah adzan selesai dikumandangkan. Anak itu berbalik arah dan pergi begitu saja. Membuat aku tambah heran. Kok bukannya malah mengambil wudhu? Ia malah pergi begitu saja meninggalkan masjid. Ah, sial! Aku sendiri malah ikutan belum wudhu.

Di hari kedua, ritual itu kembali digelar. Anak yang sama. Di waktu shalat yang sama. Dengan muadzin yang berbeda. Aku tambah yakin ini semua bukan tentang muadzinnya. Lalu sebenarnya apa yang dipandangi oleh anak itu? Kenapa ia begitu khusyu melakukannya. Tidak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulutnya. Meskipun beberapa kali aku penasaran bertanya. Hari kedua aku tidak terlalu ambil pusing. Kutinggalkan anak itu sebelum ia menyelesaikan ritualnya. Sebelum sang muadzin menyelesaikan tugasnya. Aku memilih ikut antri mengambil wudhu. Masjid ini selalu ramai. Aku tidak ingin bernasib seperti kemarin. Lalai berwudhu karena memperhatikan anak kecil itu.

Apa mungkin manusia itu dirancang untuk mengikuti rasa penasarannya? Dan tak akan mudah berhenti, bila sesuatu yang ia ingin tahu, belum juga ada yang benar-benar memberitahu.

Bagaimana mungkin aku dibuat penasaran oleh ulah anak kecil kumal ini. Sudah hari ketiga ia membuatku gemas dengan perilakunya. Hari ketiga aku ikut mematung memandang ke dalam sebuah masjid kota ini. Saking penasarannya, sebelum waktu adzan dzuhur, tadi aku sengaja mengambil wudhu lebih dulu. Dan sengaja pula berdiri lebih dulu di tempat anak kecil itu biasa mematung sendiri. Benar saja, tidak lama kemudian ia datang kembali tanpa basa-basi. Seolah tidak terganggu dengan keberadaanku. Pandangannya fokus ke depan, sejak kumandang adzan berlangsung.
Kini ada 2 orang yang tengah mematung memandang jauh ke dalam sebuah masjid kota ini. Barangkali sudah banyak mata yang merasa heran. Atau perasaanku saja, biasanya orang lain tidak terlalu peduli dengan orang-orang sekitarnya.

Satu menit bertahan, kakiku mulai pegal-pegal. Mulai merasa konyol dengan apa yang aku lakukan. Kenapa pula aku ikut-ikutan kebiasaan anak kecil ini.

Hingga tiba-tiba entah kenapa hatiku mulai bergetar. Aku tahu, apa yang ia pandangi dalam tiga hari ini. Ukiran nama-Mu, ya Rabb. Nama Agung itu menempel indah di dinding sebelah kanan dari posisi muadzin mengajak panggilan shalat. Masya Allah, sungguh hatiku tambah bergetar. Memandangi nama-Mu dengan fokus. Apa ini yang dalam 3 hari kemarin dirasakan oleh anak kecil itu? Seolah waktu berhenti berputar. Seolah ia sedang berdiri sendiri di dunia ini. Menikmati memandang nama Agung-Mu dengan begitu takjub. Meninggalkan hiruk-pikuk dunia di sekitarnya.

Tak sadar mataku mulai memanas. Rembas. Seolah baru saja diberi kesadaran, bukankah sudah seharusnya begitu bila ada panggilan adzan. Mendengarkan dengan fokus tanpa melakukan aktivitas apa-apa.
Saat sedang begitu terhanyut dengan perasaan yang baru saja terjadi. Aku sedikit terkejut ketika anak kecil itu tiba-tiba berlari meninggalkan teras masjid. Adzan sudah berakhir. Meninggalkan pertanyaan baru, kenapa ia tidak pernah ikut shalat di masjid ini?

@azurazie_ 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jejakmu akan sangat berarti dan tak akan pernah sia-sia :)