Januari 05, 2019

MENYEBUT NAMA-MU

Kota ini selalu ramai. Kontras sekali dengan perasaanku yang rasanya makin sepi saja. Barangkali memang kesepian tak bisa diakali dengan berada di tengah-tengah keramaian.

Selepas kemarin hatiku yang tiba-tiba bergetar hebat dikala memandang Nama-Mu. Rasanya aku mengerti, sepi ini bukan soal situasi di sekitar. Tapi, ketenangan hati yang kian hari semakin memudar.

Sepanjang perjalanan hari ini, aku bertemu banyak orang. Sekadar bertanya basi-basi, ingin tahu lebih banyak tentang situasi kota ini. Tiba-tiba saja aku melihat anak kecil kemarin sedang menjunjung sebuah tampah kosong di kepalanya. Jujur saja aku masih penasaran dengan anak ini. Aku buntuti saja, ingin tahu ia akan pergi ke mana. Untuk ukuran anak sekecil itu, langkah kakinya cepat sekali. Hampir saja aku kehilangan jejaknya. Hingga tiba-tiba ia berhenti di sebuah gubug sederhana di sudut gang kecil.

Ada seorang nenek yang sedang duduk di bale-bale kecil depan gubug itu. Sedang membuat anyaman tampah.

Aku pun memutuskan untuk bertamu dan memberi salam.

"Silakan duduk, Nak." Ujar nenek dengan ramah. Kulihat mulut sang nenek tidak pernah berhenti bergerak. Begitu juga dengan tangannya yang selalu bekerja. "Salman, tolong ambilkan minum untuk nak..."

"Saya, Jim, Nek. Nggak perlu repot-repot, Nek. Cuma sekadar lewat saja." Kataku memperkenalkan diri. Ternyata anak kecil itu bernama Salman.

"Nggak apa-apa, Nak Jim. Gubug ini jarang kedatangan tamu. Memuliakan tamu itu bisa membawa berkah. Alhamdulillah." Aku tersenyum, entah kenapa setiap nenek berbicara, terasa nyaman untuk didengar. 

Sekarang pun aku tahu, dari mulut sang nenek selalu terdengar lirih Nama-Mu. Allah... Allah... Allah.. sepanjang hembusan napasnya. Hatiku tiba-tiba mencelos.

Salman keluar membawa segelas air putih dan beberapa potong gorengan. Melihat kedatanganku seolah biasa saja di mata anak itu. Tidak terganggu sama sekali, seperti kami sebelumnya tidak pernah bertemu. Ia pun kembali masuk ke gubug. "Ayo, silakan Nak Jim dinikmati ala kadarnya." Allah... Allah... Allah..

"Terima kasih banyak, Nek." Aku meneguk air untuk menghargai. "Nek, boleh saya bertanya sesuatu?"

"Semenjak kedua orangtuanya meninggal, anak itu memang jarang mau bicara." Allah... Allah... Allah... Ujar sang nenek menjawab kepenasaranku, sebelum ditanya. Aku benar-benar kagum, nenek selalu menyebut-nyebut nama-Mu sepanjang deru napasnya.

Aku mengangguk sembari mencicipi goreng pisang, ternyata rasanya enak sekali.

"3 hari ini saya ketemu Salman di Masjid Agung, ia selalu berdiri mematung saat mendengar adzan. Tapi, nggak ikutan shalat di sana."

"Mak tahu, itu yang mendorong nak Jim sampai ke sini." Allah... Allah... Allah... "Rasa penasaran yang berlebihan itu bahaya loh, Nak."

Aku menyeringai, seperti baru saja tertangkap basah. Mau bagaimana lagi, memang itulah faktanya.

"Nak, Salman itu tinggal satu-satunya keluarga yang mak punya. Hampir setiap malam, mak memikirkan masa depan anak itu. Bagaimana nanti kalau sudah hidup sebatang kara. Yang namanya umur, rahasia gusti Allah. Semakin tua, sudah seharusnya semakin mawas diri. Ya, dalam kondisi seperti ini, mak hanya bisa bergantung dengan Salman. Hanya anak itu mahrom mak yang bisa membantu menjaga komitmen seumur hidup." Allah... Allah... Allah...

"Komitmen seumur hidup, Nek? Boleh saya tahu apa itu?" Penasaranku bertambah banyak.

Nenek tersenyum meletakkan anyaman tampah yang selesai. "Menjaga wudhu dan shalat tepat waktu, Nak." Allah... Allah... Allah.... "Selepas adzan Salman pulang membantu mak untuk itu." 

Aku mulai paham alasannya.

"Terus kalau soal mematung di saat adzan, Nek?" Tak tahan aku untuk tak bertanya. "Soal itu hanya Salman yang tahu alasannya. Bukankah memang di saat panggilan agung itu, kita harus khusyu mendengarkan?" Allah... Allah... Allah...

Aku mengembuskan napas kecewa. Sepertinya rasa penasaranku kembali mengganjal untuk beberapa waktu ke depan. Apa yang membuat anak itu mematung di saat adzan berkumandang? Apa aku harus bertanya langsung ke orangnya? Sebenarnya untuk apa aku ingin tahu alasannya? Ya Allah benar adanya perkataan nenek tadi, penasaran yang berlebihan itu bahaya.
@azurazie_ 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jejakmu akan sangat berarti dan tak akan pernah sia-sia :)