Agustus 05, 2013

MATI RASA ATAU HAMPA?

"Pernah ngerasain mati rasa nggak?"

"Sepertinya belum. Yang seperti apa itu?"

"Felling empty."

"Itu sih kosong, hampa. Bukan mati rasa."


"Nggak ngerasain apa-apa. Hambar! Mau senyum saja feel-nya nggak dapat."

"Itu bukannya galau ya? Penyebabnya apa?"

"Ooh. Bedanya apa? Galau macam apa kayak gitu? Nggak tahu."

"Menurutku, mati rasa itu kalau sudah kebal sama sesuatu. Kebal disakiti, kebal kecewa yang berulang-ulang. Tapi dia tetep keukeuh bertahan. Nah yang seperti itu udah mati rasa namanya. Kalau merasa kosong atau hampa pasti awalnya ada sesuatu yang mendasari. Masih percaya nggak ada yang kebetulan kan?"

"Kalau dari definisi yang udah dijelasin sama kamu, berarti masih masuk kategori kosong atau hampa."

"Yoi, kosong pun ada sebabnya."

"Contohnya?"

"Bukankah sesuatu yang kosong itu diawali dengan ada? Mungkin karena hilang, lepas, pindah. Makanya sesuatu itu jadi kosong. Lain hal kalau kita sebutnya 'belum terisi' berarti tempat itu memang belum ada apa-apanya. Bukan kosong."

"Oh iya, aku paham sekarang."

"Nggak ada yang kebetulan, begitupun dengan apa yanga kita rasakan. Pasti ada sebab-akibat yang mendasari. Kecuali orang gila yang udah di luar batas kesadaran. Jadi jika ada seseorang yang mengaku lagi kosong, lagi hampa atau apalah itu. Tapi dia sendiri nggak tahu apa penyebabnya itu aneh. Karena pasti ada yang mendasari. Ada yang sedang menggangu kinerja rasa atau pikirannya. Yang mungkin belum ia sadari."

"Terus gimana caranya supaya nggak kosong lagi?"

"Kalau udah tahu penyebabnya gampang, kalau sesuatu itu belum selesai, ya diselesaikan. Misalnya, kalau harus dilepas, ya dilepas. Kalau harus dilanjut, ya pertahankan. Kalau sesuatu itu dirasa udah selesai, ganti dengan hal yang baru. Jangan diam di tempat, yang pada akhirnya jadi merasa kosong atau hampa. Benar nggak?"

"Iya."

"So, saat seseorang merasa kosong atau hampa. Dengan kata lain dia itu hanya sedang bingung. Bingung mengambil sikap. Kalau mundur harus bagaimana. Kalau maju harus ke mana. Seolah dia sedang berada di zona abu-abu. Kalau diibaratkan dua mata koin yang dilempar ke udara. Dia lagi mengambang di tengah-tengah. Menunggu koin itu sempurna jatuh dan memberi keputusan."

"Umm.. jadi solusinya?"

"Pada akhirnya semua jawaban berujung ke sebuah pilihan. Pilihan yang membawa sikap selanjutnya. Kalau skak di tempat sih bukan pilihan. Jadi tergantung diri sendiri yang memutuskan kelanjutannya." 


Bahkan kadang kala ada percakapan yang tidak membutuhkan kesimpulan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jejakmu akan sangat berarti dan tak akan pernah sia-sia :)