Mei 04, 2016

OH KAMU YANG WAKTU ITU?




Udara di Kota Hujan ini semakin panas saja. Sudah macet merata di mana-mana pula. Oh apa bedanya dengan ibu kota kalau sudah seperti ini?
Aku mengeluh dalam hati sambil tetap konsentrasi mengendarai motor. Mengucek mata yang sedikit ngantuk. Lampu merah di sini lama benar berganti dengan warna hijau. Bising pula, bunyi klakson di mana-mana. Rasanya setengah ion-ion dalam tubuh menguap sudah.
Setelah ada kesempatan melajukan kendaraan, aku menggas motor cepat-cepat. Sepertinya harus mencari minuman segar pelega tenggorokan. Perjalanan masih jauh, kondisi mengantuk tidak bagus untuk keselamatan. Baiklah, sebuah kepala muda dengan es sepertinya pilihan paling tepat saat ini.
Langsung aku mencari warung-warung pinggir jalan yang menjualnya.
Wah ternyata yang bernasib sepertiku banyak juga, terlihat di warung es kelapa ini sudah berjejer rapi motor-motor yang parkir. Barangkali mereka dalam perjalanan touring.
Aku mencari sudut meja yang cukup nyaman dijadikan tempat duduk. Tidak ingin ikut ‘nimbrung’ dengan kelompok anak-anak touring itu. Syukurlah ada satu tempat yang kosong. Aku langsung memesan satu kepala muda tidak lupa dengan es batunya. Rasanya sudah tidak sabar untuk menikmatinya.
Sambil menunggu datangnya pesanan, aku mengecek ponsel yang sejak tadi bergetar. Ada dua misscall yang tidak terangkat. Ah abaikan dulu saja. Saat itulah aku terkejut tiba-tiba sebuah tas berwarna hijau lumut tiba-tiba mendarat mulus di depan mejaku.
“Ups! Sorry.... tidak tahan panas benar.” Ujar si pemilik helm. Sambil mengipas-ngipas bajunya. Menggeser tasnya agar tidak terlalu berada di depanku. “Aku ikut gabung duduk di sini boleh ya?” katanya kemudian sambil celingak-celinguk. Memang tidak ada tempat kosong yang tersisa.
Iya langsung duduk saja tanpa perlu menunggu persetujuanku. Aku menyeringai melihat tingkah gadis itu.
“Pak, kelapa mudanya satu lagi ya!” aku berseru mewakili.
“Terima kasih.” Kata gadis itu paham dengan maksudku. “Kalau tiba-tiba hujan mantap nih.”
“Sebentar deh, sepertinya kita pernah bertemu?” Kataku sambil mengingat-ingat. Wajahnya memang familiar sekali.
“Masa?” gadis itu mengerutkan dahi. Terlihat ikut mengingat-ingat.
“Ah lupakan. Mungkin akunya yang salah orang.” Kataku sambil menyeruput es kelapa.
Gadis itu mengangguk-angguk.
“Terima kasih pak.” Ia mengambil sedotan ketika kelapa mudanya datang. Langsung menyeruput dengan antusias. Lagi-lagi aku menyeringai melihat tingkahnya.
“Oooh.... kamu yang waktu itu ya?” tiba-tiba ia berseru.
“Yang waktu itu?” jadi aku yang malah bertanya.
“Bazar buku. Gramedia. Botani Square.” Ia menyeringai.
“Ooooh.... iya iya. Kamu yang waktu itu rupanya.” Kataku ikut berseru. Potongan ingatan itu lengkap sudah. Pantesan tadi wajahnya seperti familiar.
Aku jadi teringat saat pertama kali bertemu dengan gadis itu. Saat sama-sama sedang antusias mengubek-ubek stand bazar buku. Yang bukunya selalu saja berantakan. Tidak tersusun dengan rapi. Sampai gemas dengan penjaganya. Kenapa sih tidak sigap merapikan. Biar para pengunjung mencari bukunya lebih mudah. Wajar juga sih kalau sedang ada bazar buku banyak yang antusias. Jadi mana sempat dirapikan kalau sebentar lagi juga sudah awut-awutan lagi.
Saat itu aku yang sedang merasa beruntung karena menemukan judul buku yang sudah lama aku cari. Yang sudah tidak banyak beredar di toko buku - toko buku besar. Saat hendak mengambilnya, tahu-tahunya sudah keduluan sama tangan gadis itu. Ternyata dia juga sudah lama mengincar judul buku itu. Singkat cerita akhirnya aku yang mengalah. Membiarkan gadis itu memilikinya sambil berharap siapa tahu masih ada lagi buku itu di stand buku yang lain.  Tapi sayangnya buku yang dipegang gadis itu adalah satu-satunya.
“Sebentar deh, sepertinya aku bawa buku waktu itu.” Gadis itu mengubek-ubek tasnya. “ah ini dia.... ceritanya memang bagus banget.”
Ia menyodorkan buku itu kepadaku.
“Baca deh.....”
Aku mengambilnya. Ah iya ini memang bukunya waktu itu.
“Baca saja. Aku sudah selesai membacanya.”
“Serius nih?” tanyaku ragu-ragu.
“Iyalah, buku kan memang untuk dibaca.”
“Terus ke mana harus aku kembalikan?”
“Tidak perlu. Di simpan saja. Atau estafet lagi ke orang yang mau membacanya.”
“Baiklah... dengan senang hati aku terima bukunya.” Aku menyeruput es kepalaku sampai habis. “Sepertinya aku harus duluan.”
Gadis itu mengangguk. “Sampai ketemu lagi.”
“Bazar buku bulan depan?”
“Ya... di tempat yang sama.”
Aku tersenyum. Berpamitan.
Udara Kota Hujan memang sedang terlalu panas hari ini. Rasanya aku sudah ingin buru-buru sampai rumah. Ingin buru-buru mulai membaca cerita di dalam buku itu. Ah aku lupa menanyakan namanya. Siapa nama gadis itu?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jejakmu akan sangat berarti dan tak akan pernah sia-sia :)