Agustus 13, 2012

Dini Hari

Hembusan angin segar menyeruak dari sela kaca jendela dan pintu, menggigilkan ragaku yang tak bermantel. Cukup lumayan untuk mengusir kantuk yang bergelantungan di kelopak mata. Dari balik setir ini aku mengontrol laju kendaraan, teman... lebih tepatnya rumah keduaku ketika di jalan. Di jok yang sudah tak lembut permukaannya ini aku bertahan sepanjang hari. Menahan terik panas yang memantul dari kaca depan. Dari macetnya jalanan ibu kota. Tapi kali ini benar-benar masih dini, jalanan masih tampak lenggang, meskipun ada beberapa titik sudah mulai merapat. 

Belum begitu banyak penumpang, masih terlalu dini untuk mereka berkeliaran, bercengkrama dengan dinginnya kota. Baru dua orang yang aku bawa untuk aku antarkan ke tujuannya, satu di antaranya sedang tersunut-sunut menahan kantuk, aku asumsikan ia baru saja pulang kerja, mungkin melembur, terlihat dari pakaiannya yang sudah tidak rapi, rambut berantakan dan peluh seumur jagung masih menetes di pelipisnya, meskipun aku sendiri merasakan dingin yang teramat. Satunya lagi tampak lebih segar, berkebalikan dengan yang pertama, aku terka ia akan pergi kerja jika melihat pakaian yang ia kenakan cukup rapi dengan rambut yang baru selesai di sisir. Sangat kontras pemandangan yang ku lihat, hanya satu yang sama dari keduanya, sama-sama berjuang untuk keluarganya di rumah. Aku yakin itu.

Lima meter perjalanan berlalu, satu di antaranya turun, membayarkan satu lembar uang dua ribuan, sebagai rezeki pertamaku pagi ini. Tidak berselang waktu, satu ibu sedang menenteng beberapa ikat kangkung, dan memanggul karung kecil men-stop mobilku, sudah di pastikan ia dari pasar. Lalu di susul oleh dua anak berseragam sekolah, mengingat fajar sudah mau usai. Ya... hampir tiap hari aku dapati mereka... para penumpangku, dengan karakter dan tujuan berbeda aku antarkan satu persatu sampai tujuannya, dari fajar sampai pekat malam aku tekuni sebagai ibadah dan kebutuhan.

Untuk itu aku harus selalu bangun lebih awal agar saat mereka butuh tumpangan aku sudah ada, jauh lebih awal ku jemput rezekiku yang di titipkan melalui mereka. Salah satu yang bisa aku ambil pelajaran untuk hidup, bahwa semua ini datang dan pergi, naik turun menemui tujuan masing-masing, sama-sama berjuang untuk diri dan keluarga mereka. Meskipun tanpa ada yang mau singgah lebih lama untuk sekedar menggantikan posisiku, di balik setir ini. Setidaknya aku nikmati perananku ini. Seperti mereka, karena aku juga punya tujuan, keluarga kecilku di rumah.


 

4 komentar:

  1. Kisah seorang pemandu pengangkutan awam...

    menarik kisah nya, walaupun berbeza namun tujuannya sama ^_^

    BalasHapus
  2. smga kita bsa mnjalankan peranan masing2 agar smpai k tujuan..

    BalasHapus
  3. cerita sinetron paling menyentuh adalah cerita kehidupan dimana para tokohnya berakting sangan menjiwai bagian per bagian sesuai porsinya masing-masing dan sutradara paling tenar adalah takdir sedangkan produsernya adalah nasib ^^

    jika kita ingin mencari kenyamanan dalam pekerjaan, satu-satunya jalan adalah melakukannya dengan hati ^^

    BalasHapus

Jejakmu akan sangat berarti dan tak akan pernah sia-sia :)