Februari 10, 2013

KISAH SI KABUT TEBAL & MENTARI

Hai Mentari, yang selalu mengajarkan arti sebuah kehangatan. Penggegas harapan baru ketika pagi menyapa. Pelopor keceriaan untuk senyum semesta.

Ini bukan kisah baru yang aku paparkan kepada penduduk langit, dalam desahan napas yang berderu. Karena sebelumnya aku pernah menceritakan persoalan ini kepada awan berarak. Semoga saja selepas itu, awan putih kembali bugar dan secara tidak sengaja ia menyebarluaskan aura positif kepada gumpalan awan lain. Hingga langit benar-benar cerah oleh awan-awan berarak yang mendapatkan kembali semangat hidupnya. Itu harapanku waktu itu, dan menjadi harapan yang sama kali ini (untukmu).

Ini kisah seseorang tiga tahun silam. Jika hidup itu selalu menakjubkan, ia percaya. Jika Tuhan begitu baik kepadanya, ia sangat percaya. Jika senang dan sedih berada di dalam kordinat yang sama, ia pun lebih dari pernah merasakannya. Tertarik untuk mendengar? Begini kisahnya :

Sebut saja seseorang itu si Kabut Pekat. Suatu ketika Ia berjibaku antara manisnya hidup dan getirnya mendekati jurang kematian. Ramadhan yang seharusnya jadi tumpuan kerinduan, ia harus gadai dengan membaringkan diri di salah satu bangsal rumah sakit. Ketika bulan mulia menjadi moment spesial untuk bermesraan dengan Tuhannya, ia justru diasingkan jauh dari keluarga. 


Semua berawal dari satu pagi, ketika seorang dokter spesialis tanpa tedeng aling-aling berkata, "Wah ini sudah cukup parah, hampir seluruh bagian sudah bolong dan harus dirawat. Untung segera diperiksa Pak. Sudah berapa lama seperti ini?" dokter itu menjelaskan, sambil memperlihatkan hasil rontgen kepada ayah si pasien pada hari yang mendadak menyeramkan itu.

Saat itulah Kabut Pekat tertegun, mencoba mengakumulasikan kabar yang baru ia dengar, semua ini ujian atau teguran? Alih-alih satu bulan penuh, ketika saudara-saudaranya sedang berlomba-lomba memetik kerinduan, berpuasa, tadarrus Al-Qur’an, berbuka dengan keluarga, ia justru harus menelan dua belas jenis tablet obat setiap harinya. Serta mulai hafal dengan pertanyaan wajib sang dokter ketika memeriksa, “Masih berdarah batuknya?” 

Kamu tahu mentari, sepanjang manis pahit kisah itu apa yang ia rasa? hampa tanpa air mata. Ya, ia memang terlahir memiliki hati yang teramat keras. Sehingga tidak mampu mengkontaminasi mata untuk mengeluarkan butiran kristalnya. Sepi, tanpa keinginan. Tapi coba tebak apa yang terjadi setelah itu?

Inilah garis besar yang ingin aku ceritakan. Suatu ketika ada seseorang yang berempati menjenguknya. Bukan, orang itu tidak menanyakan bagaimana keadaan dirinya. Atau kapan pulang, atau pertanyaan penuh iba lainnya. Hanya satu pertanyaan yang masih mengiang-ngiang di gendang telinga Kabut Pekat.

"Sudah shalat?"

Deg!
Seolah hatinya tersengat petir yang menggelegar. Setengah bulan Kabut Pekat tidak pernah lagi mengerjakan shalat. Hanya terbaring dan terbaring. Ia hanya bisa menggeleng pelan. Untuk sekedar ke kamar mandi saja harus di tuntun oleh dua orang. Pikirnya sewaktu itu. Tapi orang yang berempati itu malah menampar keras-keras tanpa iba dengan celoteh tajam berikutnya.

"Shalat, nggak ada alasan untuk nggak shalat."

Seakan Kabut Pekat tertohok.

"Kan bisa tayamum di tembok ruangan ini. Kalau nggak kuat berdiri shalatnya bisa sambil duduk atau tiduran. Yang penting sebisa mungkin shalat, jangan sampai nggak. Bagaimana Allah mau dekat, kamunya saja menjauh."

Itu teguran yang meluluhkan mata hati si Kabut Pekat, dan ternyata juga yang membawa semangatnya untuk kembali sembuh. 

Lalu bagaimana kisah Kabut Pekat sekarang? Alhamdulillah, ia kembali sehat seperti sedia kala, dan kali ini tengah mencoba menjadi semilir angin lembut untukmu, membawa kisah ini. Kisah yang akan menjadi pelajaran berharga semasa hidupnya.

Syafakillah Mentari, cepat kembali bersinar dengan kehangatan dan semangat memberi.


Allah selalu tepat waktu, hanya kita yang selalu saja terburu-buru untuk mengeluh dan berhenti ber-asa. Padahal janjiNya selalu nyata.

*Geist!




29 komentar:

  1. ini pengalaman pribadi apa fiksi yah? terus kok bolong itu penyakit apa loh .... kok obatnya banyak banget

    BalasHapus
  2. yang sakit derajatnya diangkat Tuhan, kalo mau menjalankan kewajiban Masya Allah luar biasa itu ^^

    BalasHapus
  3. Bagus
    Visit back
    cutecutehave.blogspot.com

    BalasHapus
  4. syukurlah, kabut pekat udah sembuh, kenapa tetap pekat, bukankah bisa berganti nama menjadi kabut terang...

    BalasHapus
    Balasan
    1. kalau ganti nama harus tumpengan dulu kali bang :D

      Hapus
    2. bubur merah putih dong, ngundang tetangga minimal 10 orang, haha

      Hapus
    3. Nyiapin besek buat dibawa pulang :D

      Hapus
  5. dalam kondisi apapun jangan lupa ninggalin sholat,..

    BalasHapus
  6. Solat mampu menentramkan jiwa, dengan dekat sama yang Maha Kuasa hidup akan terasa indah dan lebih bermakna.

    BalasHapus
  7. gak da alasan tuk gak shalat....

    like this...
    salam knal...

    BalasHapus
  8. kunjungan perdana mas, ijin baca ^_^

    BalasHapus
  9. Alhamdulillah mendapat teguran dari orang yang bijaksana.
    Coba yang nanya malaikat, kena pukul itu. Itu artinya Allah masih sayang.

    *alamat url-nya berubah ya kang?

    BalasHapus
    Balasan
    1. sereeem bang itu mah hehe...

      Hehe iya, lagi dirombak ini juga belum selesai.

      Hapus
  10. Emg enggak pernah bosen-bosennya baca gaya tulisan kang uzay yang keren ini :D

    BalasHapus
  11. Kabut pekat itu beneran ada bang? apa boongan?
    kalo beneran dan udah sembuh ya syukurlah. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Banyak ka kalau lagi mau ujan banyak menggelung awan-awan di langit.

      Hapus
    2. maksudnya kan dicerita ini baaaang -_-

      Hapus
    3. OOOh gitu ya ka.... *manggut-manggut

      Hapus
  12. Izinkan aku tertawa sejenak....

    BalasHapus

Jejakmu akan sangat berarti dan tak akan pernah sia-sia :)