Juli 21, 2013

Berbagi Bukit Senja (1)

Senja kembali menguasai langit sore. Lagi-lagi ia datang dengan wajah berbinar. Hmm... pantas saja, ini sudah hampir pukul setengah lima sore. Aku tak heran. Bahkan aku sudah terbiasa menyebutnya ini konspirasi langit. Senja memang sengaja menampakkan diri seceria itu ketika menaungi dua pengunjung setianya yang tak jemu memelototinya. Selalu begitu di setiap akhir pekan. 

Ya, dari tempatku berjualan ini aku diam-diam terbiasa memperhatikan mereka. Bahkan hafal mati kebiasaan yang keduanya lakukan. Menarik dan menggelitik. Sampai seberapa lama mereka berdiri pun aku catat baik-baik dalam memori kepala.

Di sana, tanah yang membukit, ditumbuhi ilalang tingginya sepinggang orang dewasa. Meliak-liuk mengikuti buaian angin. Pemandangannya memang cukup indah untuk tempat menyendiri atau sekedar mencari angin segar. Jika sedang cerah, sejauh mata memandang terlukis bayangan gunung salak dengan awan-awan putih yang mengelilinginya.  

Pengunjung yang pertama bernama Faza. Ia mengaku dari jakarta, aku tahu namanya karena ia memperkenalkan diri ketika meminjam korek api untuk menyulu sebatang rokok. Ia perokok yang aktif. Aku perhatikan tak pernah lepas batang rokok dari sela kedua jarinya. Selalu membawa ransel besar di punggungnya. Sudah setengah tahun Faza ke bukit itu. Entah apa tujuannya. 

Yang satunya lagi namanya Indri. Aku pernah membaca ID card yang tergantung di lehernya. Aku tak tahu dari mana asalnya, sepertinya ia seorang wartawati. Mungkin juga dari ibukota. Kalau Indri tercatat tiga minggu ke bukit itu. Entah apa pula yang ia tunggu.

Ada yang menarik dari mereka. Keduanya penanti senja di pukul setengah lima sore. Sebelum Indri datang, Faza selalu menjadi satu-satunya orang yang menguasai bukit itu. Bagian yang paling nyaman untuk ditempati. Tapi dua minggu terakhir, ia selalu keduluan oleh Indri yang datang lebih awal. Hanya selisih beberapa menit. Akhirnya Faza mengalah mencari sudut bukit yang lain.

Seminggu kemudian giliran Indri yang harus mundur ketika melihat ada seorang lelaki yang sudah berdiri tegak di bukit itu. Ia pun mencari tempat yang baru. Sampai akhirnya mereka sudah sama-sama tahu kalau tidak sendirian saja menjadikan tempat itu istimewa.  

Aku jadi menerka-nerka siapa dari mereka berdua yang akan mendapatkan bukit favorit mereka di senja kali ini. Hmm... sungguh menarik bukan? Senja selalu saja berbaik hati menampakkan wajah sumringahnya ketika jadwal mereka berkunjung. Aku bisa berulang kali tersenyum ketika menyadari itu. Alam yang berbicara.

Ketika tepat pukul setengah lima sore, rupanya kali ini keduanya sampai beriringan. Keduanya sempat salah tingkah, pura-pura melempar senyum. Aku ingin tertawa melihat kekikukkan mereka. Tebakan yang sulit, kali ini siapakah yang akan mengalah?
         

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jejakmu akan sangat berarti dan tak akan pernah sia-sia :)