Oktober 17, 2013

Azalia, Nantikanku Di Batas Waktu

Pernahkah kalian ketika hendak mengunjungi seseorang mendadak jadi mencemaskan banyak hal? memikirkan banyak polah dan tutur sapa yang diupayakan lebih berkesan. Belum lagi soal penampilan dan buah tangan apa yang sebaiknya perlu dibawa. Pernahkan sebegitu mendebarkannya pertemuan itu?

Ini kunjunganku yang kedua, dan nyaris satu jam sebelumnya perasaanku tidak karuan. Merasa ada saja hal yang kurang pas, sebentar-sebentar melirik laju jam, menghembuskan napas, kembali memeriksa segala hal yang sebenarnya sudah lebih dari siap dan rapi. Sungguh satu jam yang konyol dan menguras tenaga.

Semua berawal dari kunjunganku yang pertama beberapa minggu lalu. Aku sedang menyusun tugas akhir dan perlu bimbingan untuk beberapa hal, menunjang proses tugas akhirku itu. Profesor Zaky, sebagai dosen pembimbingku memintaku menemuinya di rumah jika memang ada hal-hal yang ingin ditanyakan. Awalnya aku sudah biasa bertamu ke rumahnya di luar proses tugas akhirku ini. Aku mengenal baik keluarga kecilnya. Keluarga yang begitu sederhana dan ramah. Rumahnya pun sangat nyaman. Apalagi di waktu petang, kalian akan bebas memandangi pesona danau katumiri dari pelataran rumahnya. Menikmati senja bergerak perlahan di kaki langit.

Dan pada kesempatan itu, dikunjunganku yang pertama -dalam proses tugas akhir ini. Ketika hendak pamit pulang, tiba-tiba saja pandanganku terpusat lama di satu arah, ada sosok asing yang baru kali pertama ini aku lihat. Aku seakan terpaku akan pandangan pertama itu. Ada desiran-desiran aneh di hati yang sulit aku jelaskan. Mungkin karena Prof Zaky membaca gurat wajahku yang dipenuhi keingintahuan, akhirnya beliau mengenalkanku dengan sosok itu. Namanya Azalia Azzahra, ia adalah keponakan Prof Zaky yang sedang menginap. Azalia juga sedang menyusun tugas akhirnya.

Aku mengangguk, berusaha tersenyum senormal mungkin ke arahnya. Ia pun membalas senyum kemudian pamit ke kamarnya. Hmm.... beberapa menit -hanya senyuman tanpa percakapan- yang benar-benar mengacaukan suasana hati di beberapa minggu kemudian. Alih-alih hari ini, aku sibuk bertanya-tanya sendiri apakah gadis itu masih ada di rumah Prof Zaky, apa aku masih ada kesempatan untuk bertemu lagi dengannya. Apa aku akan salah tingkah lagi kalau berpapasan. Bahan obrolan apa yang sebaiknya aku keluarkan.

Benar-benar kunjungan ke sekian yang tidak senatural yang sudah-sudah ke rumah Prof Zaky. Aku menghela napas yang tertahan.

Ketika sampai, Prof Zaky sedang memberi makan burung kakaktuanya. Aku mengucap salam, sembari ekor mataku melirik kanan-kiri memerhatikan sekitar. Denyut jantungku berdebar-debar lebih kencang. Sosok yang aku cari tidak ada. Entah ini perasaan kecewa atau malah lega.

"Ayo silakan masuk Nak. Bagaimana catatan kecil minggu lalu sudah kau perbaiki?"

"Oh, sudah Prof. Sudah saya revisi." Pertanyaan Prof sedikit banyak mengembalikan pusat pikiranku yang ke mana-mana menjadi lebih fokus, "mohon masukannya lagi Prof."

"Baik, nanti saya pelajari. Sebentar ya saya cuci tangan dulu. Santai-santai saja dulu, anggap rumah sendiri. Anakku sedang di teras belakang lagi belajar membaca sama kakaknya. Azalia masih tinggal di sini. Kalau kau mau ikut gabung dengan mereka, langsung saja ke teras belakang. Pemandangannya juga lagi bagus. Lumayan untuk menyegarkan mata." Deg, perasaan aneh itu seketika menjalar hebat ketika nama gadis itu disebut. "Aku tinggal dulu ya."

"Oh, i... iya Prof." Ah semoga Prof tidak menangkap salah tingkah ku barusan. Anggap rumah sendiri? tentu saja, rumah ini sudah lama aku anggap jadi rumahku sendiri. Karena kebaikan-keramahan keluarga kecil Prof Zaky. Hanya saja kali ini ada satu sosok lagi yang ingin aku kenal lebih dekat. Azalia. Apa sebaiknya aku gabung dengan mereka? atau harus bagaimana?

Karena bosan menunggu Prof yang tak kunjung keluar. Bosan mengajak main kakaktuanya. Aku putuskan untuk melihat-lihat teras belakang. Aku kira tidak ada salahnya. Dan benar saja kata Prof Zaky, pemandangannya memang sedang indah, bahkan memesona. Bukan semata-mata kemolekan air danau katumiri yang memanjakan mata. Tapi sosok itu. Lekat-lekat aku pandangi dari kejauhan, ia memakai kerudung merah muda, tampak anggun dengan setelan bajunya. Dengan penuh kelembutan membimbing adiknya belajar membaca. Suaranya, duh suaranya, oooh Tuhan yang Maha menciptakan bentuk keindahan. Aku merasa bersyukur bisa diberi kesempatan menyaksikan ini. Perasaan kagum itu merekah sudah.

"Assalamu'alaikum, sudah lama datang Kang?"

"Eh, Wa.... wa'alaikum salam." Aduh konyol sekali aku ketahuan memperhatikannya. Telingaku terasa panas karena malu. "Ma... maaf sudah mengganggu." Aku berusaha senormal mungkin mengeluarkan suara. Tersenyum ganjil.

Ia hanya membalasnya dengan senyuman. Kemudian kembali ke buku bacaan adiknya. Aku mengusap dahi, berusaha menetralkan degup jantung yang semakin tidak beraturan. Memilih memandangi danau katumiri, sambil sesekali masih mencuri pandang ke arahnya. Membujuk-bujuk hati untuk mencoba menyapanya lagi. Ah konyol, aku terlalu pengecut untuk itu. Oh Tuhan benarkah demikian, ada seseorang yang ketika memandangnya, semua keberanian, kemampuan yang ada pada dirimu akan tidak berfungsi dengan baik. Gugup, tidak ada kata yang berhasil keluar, selain debaran-debaran yang semakin tidak stabil.

Angin senja mendesir-desirkan pori-pori kulit. Tidak banyak ide yang bisa aku lakukan selain mematung sambil menunggu Prof datang.

Oh, Tuhan melalui angin sejuk ini aku berbisik, jika memang desiran rasa di hati ini baik untukku, peliharalah ia sampai aku pantas menyatakannya. Sungguh, apa yang tertulis di hati yang paling dalam ini Engkau Maha Tahu ada harapan-harapan yang baik. Tentang penantian-penantian yang terpelihara baik, bersabar akan kepastian hendaknya pupuki hati dengan kesabaran-kesabaran. Di batas waktu ketetapanMu pertemukan aku dengannya. Atas caraMu yang paling bahagia, aku menitipkan asa.

"Ini sudah cukup Nak. Tinggal sedikit diperbaiki yang saya kasih point kecil." Prof Zaky hampir saja mengagetkanku. Demi mendengar suara Profesor aku melega.

***

*Azalia - Ali Sastra
kulihat bintang-bintang
tersenyum saksikan kau merekah
sang kumbang datang hap hap hinggap perlahan
bunganya merekah berkembang kembang

warnamu merah merah
semerah danau di katumiri
aku melangkah tu wa ga mendekati
betapa indahnya ku suka

detik detik waktuku kian berlalu
tak jemu aku memandangnya
detak detak jantung ku berdenyut selalu
ku jatuh hati memetiknya
azalia kau bunga yang ku cinta

detak-detak jantungku berdenyut slalu
ku jatuh hati memetiknya
azalia kau bunga yang ku cinta

 
*Nantikanku Di Batas Waktu - Edcoustic

Di kedalaman hatiku tersembunyi harapan yang suci
Tak perlu engkau menyangsikan
Lewat kesalihanmu yang terukir menghiasi dirimu
Tak perlu dengan kata-kata

Sungguh walau kukelu tuk mengungkapkan perasaanku
Namun penantianmu pada diriku jangan salahkan
Kalau memang kau pilihkan aku
Tunggu sampai aku datang nanti
Kubawa kau pergi ke syurga abadi

Kini belumlah saatnya aku membalas cintamu
Nantikanku di batas waktu


5 komentar:

  1. wahh, koq postingan bang Uz nggak ada di list saya ya.. saya follow lagi kalo gitu

    BalasHapus
    Balasan
    1. nggak bisa ternyata follow ulang

      Hapus
    2. hoho saya juga nggak bisa komen di blog abang :D

      Hapus
  2. abaaaaaaaaaang.... kemana aja?
    kok nggak ada kabar?
    kok nggak aktif?
    kok nggak BW?
    kok nggak kayak dulu lagi?
    Banyak yang kangen loooh sama bang Uzay...

    BalasHapus
    Balasan
    1. aaaaaaaaaaa ocha :D

      ada aja di sini, di rumah sendiri. cuma baca-baca nggak ninggalin jejak kalau ada tetangga yang baru menjamu tulisan :D

      Hapus

Jejakmu akan sangat berarti dan tak akan pernah sia-sia :)