Juli 11, 2012

Surau Usang

“Nak bagaimana shalatmu sempurna, wudhunya saja belum benar!” suara itu berlalu begitu saja sebelum aku sempat melihat siapa yang berbicara. Yang aku dapati hanya punggung seseorang berbusana serba putih, sepertinya baru selesai mengambil air wudhu di sudut agak jauh dariku. Aku perhatikan sosok itu dari belakang tampak bersahaja, berwibawa dan lembut.

Aku terpaku, sampai-sampai hanya membiarkan kucuran air kran mengalir jatuh. Aku akui kalimat sederhana yang aku tangkap itu mampu mempengaruhi kosentrasiku menyelesaikan basuhan wudhu yang belum sempurna semua.

“Apa benar wudhuku belum benar selama ini? Astagfirullah.” Kembali aku mengulang wudhuku, sayup-sayup sudah terdengar suara iqomah dari dalam Masjid.

Terlihat barisan rapi ribuan jamaah serba putih mulai berdiri memagari hamparan Masjid yang begitu luas, sejauh mata memandang. Serentak bersahutan mengumandangkan takbiratul ihram, siap bertamu kepada Sang Maha Pemilik Kehidupan. Berbincang dalam irama do’a penuh penghambaan.  Mengakui kelemahan dan kealpaan diri, hina penuh noda duniawi. Larut dalam untaian merdu kalam Ilahi, bacaan fasih Imam. Menggetarkan relung-relung jiwa, menyejukan hati sanubari.  Menundukan kepala ke arah sujud mengharapkan kekhusyuan.

Seusai shalat empat rakaat berjamaah, sang imam membalikan badannya, bertatap dengan makmum. Aku baru tersadar rupanya beliau (imam itu) adalah orang yang sama yang  menegurku sewaktu mengambil air wudhu tadi Serasa memanjatkan bait-bait do’a, serentak di amini oleh para jamaah. Aku terhanyut dengan suasananya, terasa damai. Ingin rasanya aku nikmati terus menerus, hingga suara itu semakin mengecil, mengecil dan terus mengecil dan lama-lama hilang.

“Alhamdulillah!” Rupanya aku baru saja terbangun dari selimut malam. Dari mimpi yang baru saja aku alami. Lekas aku mengambil wudhu, tanda syukurku masih di berikan kesempatan bercakap private dengan Tuhanku. Di sepertiga malam itu aku menghamba. Bersimpuh menyendiri mengadukan dosa dan segala permasalahanku.
***
Sehari Sebelumnya

“Anzar, lagi nyari apa sih lo? Ayolah santai dulu di sini, nggak cape apa?" Tanya Indra sambil meluruskan otot-otok kakinya, setelah beberapa saat mereka sampai di tujuan. 
Sudah hampir dua jam mereka mendaki Curug Cibeureum, salah satu Curug di Gunung Gede Pangrango. Haduuuh, lumayaaan.” Katanya lagi, pegal otot kakinya telah berkurang.

“Gue nyari tempat shalat Ndra, sepanjang perjalanan gue nggak lihat ada Mushola. Sudah hampir jam satu nih, tapi belum shalat zuhur. Mata Anzar masih terus mencari, yang tertangkap oleh matanya hanyalah orang-orang yang sedang asyik bermandikan panuran air terjun.   Di sudut lain terdapat beberapa orang yang sedang asyik berpose untuk mengabadikan keindahan alam. Melihat aliran air yang mengalir deras, menghantam batu-batu besar di bawahnya. Sorak-sorai candaan bersama kerabat, untuk sejenak melepaskan penat.

“Owh, Mushola mah ada di bawah Zar. Kalau pas puncak curugnya sih nggak ada. Paling ada tukang makanan doang.” Terang Indra.  Ia terlihat mulai menyatu dengan alam. Menghirup napas segar. Menetralisir butiran-butiran darah beku dalam otak.  lalu ia menggulung celananya sampai ke atas mata kaki dan mulai bercengkrama dengan aliran air curug yang sejuk dan dingin.

Sedangkan Anzar masih terlihat resah, masih merasa memiliki hutang yang belum bisa ia bayar. Sesekali melihat ke arah jarum jam untuk memastikan semua itu belum terlambat. Lantas ia pun turun untuk menuju lokasi Mushola yang Indra maksud.
***
“Ya Allah, tempat se-indah ini, Musholanya justru nggak terawat. Astagfirullah!” Sebelum menunaikan kewajibannya, Anzar berinisiatif membersihkan ruangan dalam Mushola yang berdebu. Banyak ranting-ranting pohon yang hampir membusuk. Kotoran tikus berserakan. Setelah itu barulah  ia menunaikan shalat Zuhur dengan sisa waktu yang ada.  


Ya Allah ya  Kariim, 
yang aku takutkan adalah kealpaanku dalam kesengajaan.
Mengulur-ulur waktu dalam kelapangan.
Tak sadar diri dalam kesenangan.
Dan selalu larut dalam kesedihan.
Maka, a
mpunilah hamba-Mu dalam keridhoan. 
Amiin..

9 komentar:

  1. saya pengin bertanya sebetulnya. ilustrasi pertama, soal mimpi, meski saya sempat kebawa ini lagi menunaikan ibadah haji apa ya.. ohh, ternyata mimpi yang lalu menggugah untuk shalat lail. lalu ilustrasi sehari sebelumnya, fokus cerita ada di keadaan mushalla kan.. benang merah yang menghubungkan ilustrasi pertama dan ilustrasi kedua adalah kealpaan yang menganggap sepele peribadatan. benarkah?

    BalasHapus
  2. aamiin...mg qt slalu jd hamba yg slalu ingat allah
    zay, ini fiksi atw dr pngalaman niih?

    BalasHapus
  3. Masya Allah, astaghfirullah

    :'(

    jangankan di tempat yang *mungkin* gak tiap hari dan gak serame mall dikunjungi, yang tiap hari rame kayak mall aja, *sigh* walopun ga seusang itu, tapi yaah.. gitu deh :(

    BalasHapus
  4. Allahumma amin :)
    iya ya bang,kalo diamati,sekarang banyak tempat ibadah yg nggak terawat...
    ah,semoga kita semua termasuk orang2 yg waktunya bermanfaat :)

    BalasHapus
  5. Ternyata intinya pada musholla nggak terawat yang di bawah air terjun *daerah*

    Salut sama karya'nya, hemh! (Y)

    BalasHapus
  6. wahhh,, manusia memang lupa akan dirinya, terlena harta duniawi dan sibuk dengan urusan sendiri...
    lupa akan tempat ibadah yg mestinya menjadi tempat naungan :)
    saya turut prihatin

    BalasHapus
  7. Aamin...
    sebuah posting yang menarik, terima kasih ^_^

    BalasHapus
  8. Astagafirullah. Sepertinya saya harus lebih banyak-banyak istighfar..

    Postingan kali ini benar-benar #jleb sekali uzi.( eh sy manggilnya uzi atau uzay enaknya ya)

    Jagalah selalu rumah Tuhan kita :))

    BalasHapus

Jejakmu akan sangat berarti dan tak akan pernah sia-sia :)