September 15, 2015

TITIKTEMU - LEBIH BAIK

F
a, kita sama tahu. Firman Tuhan dalam Al-qur’an adalah sebuah keniscayaan. Sebagai seorang yang mengimaninya kita tidak berhak untuk menyangkal kebenarannya.
            Suatu ketika, di mataku sebagai seorang yang awam. Dengan sedikit sekali ilmu yang membuatku paham. Aku menanyakan salah satu kalam-Nya yang berbunyi :
Perempuan-perempuan yang keji untuk laki-laki yang keji. Dan laki-laki yang keji untuk perempuan-perempuan yang keji (pula). Sedangkan perempuan-perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik. Dan laki-laki yang baik untuk perempuan yang baik (pula)……  (Qs. An Nur : 26)
Bukan berarti menyangkal kebenarannya. Aku hanya penasaran dengan korelasi ayat itu di kehidupan nyata.
Bukankah banyak di sekeliling kita perempuan yang di mata kita adalah seseorang yang berkepribadian baik, ditakdirkan hidup bersama dengan lelaki berperangai sangat buruk. Dan juga sebaliknya. Lelaki yang soleh beristrikan seorang istri yang durhaka kepada Allah.
Dan bukankah sejarah lebih banyak mencatatkan kisah semacam itu, tentang Fir’aun dengan Siti Asiah Binti Mazahim. Tentang Nabi Nuh a.s dengan Istrinya yang kafir.
Lalu bukankah akan sangat lancang jika kita berani meremehkan janji-janji-Nya? Meragukan kalam-Nya.
Sungguh aku menanyakan hal itu. Membuatku dahaga akan penjelasan. Seperti kala itu ketika ku pertanyakan tentang jodoh dan tulang rusuknya yang satu. Ketika itu yang kupertanyakan mereka yang memiliki atau pernah berpasangan lebih dari satu. (Sudah ku ceritakan di tulisan-tulisan sebelumnya).
Dan ketika berupaya mencari jawaban itu. Aku bertemu dengan salah satu sahabatku yang memang mumpuni pengetahuan agamanya.    
“Ayat itu bukannya janji Allah kepada manusia. Bahwa yang baik akan ditakdirkan dengan pasangan yang baik. Sebaliknya ayat itu adalah peringatan agar umat Islam memilih manusia yang baik untuk dijadikan pasangan hidup.” Demikian sahabatku menerangkan.
Aku mengerutkan dahi, masih tidak puas dengan jawabannya. Hingga ia pun dengan senang hati menjabarkan sebab musabab kenapa ayat itu diturunkan. Dan kepadamu, dengan senang hati aku akan kembali ceritakan.
  “Ayat ini diturunkan untuk menunjukkan kesucian ‘Aisyah r.a. istri Rasulullah SAW. dan Shafwan bin al-Mu’attal r.a. dari segala tuduhan yang ditujukan kepada mereka.”
Sahabatku mulai bercerita. Aku antusias mendengarkannya.
“Pernah suatu ketika dalam suatu perjalanan kembali dari ekspedisi penaklukan Bani Musthaliq, ‘Aisyah terpisah tanpa sengaja dari rombongan karena mencari kalungnya yang hilang dan kemudian diantarkan pulang oleh Shafwan yang juga tertinggal dari rombongan karena ada suatu keperluan.”
“Kemudian ‘Aisyah naik ke untanya dan dikawal oleh Shafwan menyusul rombongan Rasullullah SAW. dan para shahabat, akan tetapi rombongan tidak tersusul dan akhirnya mereka sampai di Madinah.”
“Peristiwa ini akhirnya menjadi fitnah dikalangan umat muslim kala itu, karena terhasut oleh isu dari golongan Yahudi dan munafik jika telah terjadi apa-apa antara ‘Aisyah dan Shafwan.”
“Masalah menjadi sangat pelik karena sempat terjadi perpecahan diantara kaum muslimin yang pro dan kontra atas isu tersebut. Sikap Nabi juga berubah terhadap ‘Aisyah, beliau menyuruh ‘Aisyah untuk segera bertaubat. Sementara ‘Aisyah tidak mau bertaubat karena tidak pernah melakukan dosa yang dituduhkan kepadanya, ia hanya menangis dan berdoa kepada Allah agar menunjukkan yang sebenarnya terjadi. Kemudian Allah menurunkan ayat ini yang juga satu paket. Surat An-nur ayat 11 sampai 26. Bunyi ayat dan terjemahannya nanti bisa kau baca sendiri.”
Aku mengangguk.
“Semoga lelaki yang baik mendapatkan jodoh perempuan yang baik, aamiin..” sahabatku menutup penjelasannya.
            Aku ikut meng-aamiin-kan doa baiknya. Bukankah beruntung sekali rasanya memiliki sahabat yang baik? Sahabat yang sewaktu-waktu bisa memberikan nasihat-nasihat yang baik.
Kau tahu, Fa. Seketika ada keresahan di sini, di hati. Ketika menyinggung perihal penilaian baik dan buruk. Apalagi jika berbicara lebih spesifik “lelaki yang baik” Aku tidak cukup percaya diri mengenai hal itu. Dan bertanya-tanya pada diri sendiri. Sudah sebaik apakah diri ini? Sudahkah mendekati kategori golongan manusia yang baik? Sedangkan aku berharap mendapat pendamping hidup yang baik. Secara agama dan keperibadiannya.
Tentu saja baik dan buruk di mata manusia adalah sesuatu yang relatif. Dan penilaian Tuhan ada pada rahasia-Nya. Pada akhirnya rahasia itu terkuak di Surga atau Neraka.
Aku cukup tahu diri mengakui, aku adalah lelaki yang tidaklah baik. Jika bukan karena kasih sayang Allah yang masih menutupi segala macam bentuk aib-aib ini. Ke arah mana wajah malu  ini akan kupalingkan nanti?
Meskipun begitu, aku beranikan diri untuk selalu berharap. Takdirku berada di jalan yang baik. Hidup bermasa depan dengan teman hidup yang baik. Ia yang setiap harinya belajar bersamaku menjadi manusia yang lebih baik. Manusia yang mau memperbaiki diri.

Ia yang setia membersamai langkahku menempuh perjalanan jauh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jejakmu akan sangat berarti dan tak akan pernah sia-sia :)