September 25, 2013

Melunasi kepastian

Aku tengah terbaring. Menampa kepala dengan kedua telapak tangan yang saling merekat. Seketika terbesit satu nama dalam ingatanku. Tentang seseorang yang rasanya sudah cukup lama aku tidak sapa. Pun demikian dengannya, barangkali juga ia tidak merasa perlu untuk menghubungiku lebih dulu.

Kami sedang membentangkan jarak lebih lebar dari biasanya. Dan secara tidak sengaja, seperti sepakat untuk memutuskan segala macam bentuk komunikasi dua arah. –meski rangkaian doa tidak pernah benar-benar putus karena hal itu. Akan dan selalu terhubung.

Dan malam ini, tiba-tiba saja aku ingin sekali mendengar kabarnya. Apa ini bagian dari permainan rindu? Mungkin saja.

Aku menghela napas perlahan, berbarengan dengan getar ponsel di saku celana. Satu pesan masuk. Rupanya lagi-lagi bahagia sedang datang sederhana. Berupa jarak yang perlahan terasa memendek.

Beberapa orang mungkin melupa, disadari atau tidak, pernah menjatuhkan harapan. Dan ada hati yang polos sekali memungutnya. Kemudian merasa perlu menyimpannya.

Aku mengernyitkan kening setelah membacanya. Buru-buru aku mengetik balasan.

Maksudnya?

Tidak selang lama ponselku bergetar lagi.

Ada beberapa janji yang pernah terlahir, janji yang malang, lambat sekali pertumbuhannya.

Tetiba saja aku merasa perlu mengingat banyak hal. Barangkali benar, banyak yang terlupa atau terlampau tidak disadari. Gemas, langsung ingin membalas pesan itu. Tapi keburu dijejali dengan rentetan pesan berikutnya.

Ada waktu yang tidak pernah mau menunggu seseorang, kapan ia mampu melunasi perkataannya.

Aku menarik napas dalam-dalam. Ada yang terasa tertohok. Ulu hati yang tiba-tiba nyeri.

Ada kepastian yang termenung lugu, menunggu seseorang datang menjemput keberadaanya.

Aku bergeming. Cemas akan pesan-pesan selanjutnya.

Ada pula asa yang mulai cemas, takut-takut ia sebenarnya berjalan sendirian. Tidak satu tujuan.
Ada hati  yang ingin mendengar sekali lagi, seseorang akan berbisik tentang kepastian, tentang sisa waktu penantian.

Aku terdiam cukup lama, menunggu kelanjutan. Tapi tak lagi ada getaran pertanda ada pesan berikutnya. Sejenak merasa bisa menghirup napas lebih lega. Kemudian mengetikkan pesan balasan untuknya.

Tentang seseorang itu, bisakah kau tunjukkan jalan lurus untuk lebih cepat menujumu? Terkadang si pengelana, diperjalanan sesekali dibayangi hal-hal yang membuatnya ragu. Apa benar yang ia jejaki adalah jalan yang pada akhirnya membuat ia selamat. Tempat seharusnya hati itu tertambat.

Baru kali ini aku menunggu balasan pesan darinya dengan hati yang bergetar.

Bantu aku juga, pastikan lebih cepat memacu langkahnya.

Aku menatap langit-langit. Mencoba merangkaikan mimpi-mimpi masa depan. Bagaimana pun caranya, aku harus lekas melunasi kepastian itu, satu hal yang pernah aku rencanakan dulu. Secepatnya.

 *ide/alur cerita terinspirasi dari cerpen aratiararismala.com yang berjudul : Tunggu saja


4 komentar:

  1. khem......keren....apa hanya sampai disitu?

    BalasHapus
  2. duhai hati kalau lagi galau menunggu atau menjemput mimpi pasti roman2 tulisannya mengiris hati eh.. membius hati seperti ada yang beda heleh.
    selamat menikmati kata2ku saat aku memang sedang menikmatinya.

    secepatnya menemukan aamiin. meski hanya fiksi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aduhhh komentarmu berat dicerna nih hehe...

      Aamiiin. untuk yang nyata. :)

      Hapus

Jejakmu akan sangat berarti dan tak akan pernah sia-sia :)