Februari 02, 2014

CERURY : Dua Rencana



Aku percaya tidak ada yang kebetulan untuk sebuah perkenalan –pertemuan. Selalu ada rencanaNya yang terselubung, yang mungkin kita tidak selalu tahu akan maksudnya. Sederhananya itu bagian dari takdir perjalanan hidup kita.

Setahun ke belakang aku mengenal seseorang –satu di antara banyak perkenalan lain, lewat aktivitas dunia maya. Lebih spesifiknya kami ‘dikenalkan’ oleh tulisan. Dari blog pribadi kami. Dan setelahnya kami seperti terhubung satu sama lain, karena ternyata sama-sama memiliki takdir dilahirkan pertama kalinya oleh ibunya. Ya, kami anak pertama yang memiliki golongan darah O, sama-sama keras kepala dan memiliki kesamaan sifat-sifat anak pertama lainnya.

Aku sempat tidak habis pikir, aku seakan sedang bercermin jika sedang berbincang dengannya. Bahkan disatu kesempatan aku menyangka memang memiliki saudari kembar yang selama ini terpisah jarak. Meski sampai saat ini belum pernah sekalipun bertemu dengannya.

Belakangan ini aku mulai memanggilnya Ksatria Penyihir. Setidaknya ada dua alasan yang mendasari hal itu. Pertama : ia perempuan yang sangat enerjik dan suka sekali tertawa, mirip sekali dengan gambaran penyihir di negeri dongeng. Kedua : ia suka sekali menghayal, bahkan di setiap cerita khayalannya ia selalu ingin menempatkan diri menjadi pemeran utama. Meskipun lebih condong yang berkarakter antagonis. Rasa-rasanya itu panggilan yang paling tepat untuknya. Ksatria Penyihir. Si penghayal yang gemar tertawa.

Aku mengasumsikan perkenalan dengannya adalah bertujuan untuk saling berbagi cerita. Setidaknya itu yang aku tahu sejauh ini. Kami pun mengisi celoteh wara-wiri di whatsApp. Membahas apa saja. Mengomentari apa saja. Hingga ia bercerita sedang memiliki rencana besar untuk masa depannya. Katanya baru-baru ini ada seorang laki-laki asing yang memberanikan diri meminangnya, mendatangi kedua orang tuanya.  Wow, sebuah berita yang sangat membahagiakan tentunya.

Ia sedang menjalani proses ta’aruf dengan lelaki calon imamnya itu. Dan ia bermurah hati mau berbagi sedikit tentang ciri-ciri lelaki beruntung itu denganku. Katanya lelaki itu pekerja keras, terpaut beberapa tahun lebih tua di atasnya. Dan ia mulai merasa nyaman karena lelaki itu bisa membuatnya tetap menjadi diri sendiri secara utuh.

Aku tertawa mendengar penuturannya itu. Aku rasa sudah mulai ada benih-benih cinta yang tumbuh di hati keduanya. Terlihat dari bagaimana cara ia menceritakan lelaki itu.

“Barangkali lelaki itu memang sudah menjadi jodohmu.” Kataku menanggapi ceritanya.    

“Seperti mau mendapatkan hadiah tapi aku tidak tahu itu apa.” Katanya, ketika aku jahil bertanya bagaimana rasanya berta’aruf dengan orang yang sebelumnya asing. Dan baru datang dalam hidupnya.

Aku tersenyum, seperti itukah rasanya berta’aruf dengan seseorang yang nantinya akan mengisi hari-hari kita di masa depan? Sungguh akupun memiliki satu rencana besar tentang ini. Yang beberapa tahun lalu aku sudah melayangkan bundel proposal sederhana kepada penciptaku. Kini aku masih menunggu proposal itu diterima, dan aku mulai membangun apa-apa yang terencana di dalamnya.

“Aku ikut senang rencana besarmu lebih dulu terlihat perkembangannya.” Kataku di sela-sela ia ketawa.

“Ah, kamu membuat suasananya tiba-tiba jadi sedih.”

“Lho kenapa?” aku mengerutkan dahi mendengar reaksinya yang tiba-tiba itu.

“Kalau aku sudah menikah nanti, pasti sedikit banyak suasananya akan berbeda.”

Tanpa perlu lebih lanjut ia jelaskan, aku sudah menangkap arah pembicaraannya.

“Begitulah, yang sudah-sudah malah lenyap begitu saja.” Aku seakan tersendak dengan pernyataanku sendiri.

Lengang sejenak, tidak ada chat di WhatsApp.

Ini seperti luka lama yang tergores lagi. Memang begitulah ironisnya, beberapa sahabat perempuanku yang dulunya dekat, menjadi tempat berbagi cerita. Ketika telah menikah dan diboyong suaminya, tiba-tiba mereka hilang tanpa kabar. Tanpa sapa. Entah ke mana. Dan betapa kadang-kadang aku merindukan mereka tanpa tahu harus mencarinya ke mana. Tidak menutup kemungkinan hal ini pun akan berulang lagi. Meskipun aku sudah mulai terbiasa menghadapinya. Ya mungkin itulah proses hidup. Ada yang datang, ada yang pergi.

“Tiba-tiba aku bertekad untuk tetap menulis. Akan terus menulis.” Katanya membuyarkan kenangan-kenangan yang tiba-tiba berkelebatan di kepalaku.

Aku merekahkan senyuman lega. Semoga saja untuk yang kali ini akan berbeda jalan ceritanya. Karena aku sudah tahu harus menemukan Sang Ksatria Penyihir di mana. Aku tahu harus mencari jejaknya ke mana. Semoga saja.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jejakmu akan sangat berarti dan tak akan pernah sia-sia :)