Februari 03, 2014

CERURY: Tiga Pengalih Perhatian [2]

Mari kita mencari target kita yang terakhir. Kita menuju kantin kampus. Hanya ada beberapa mahasiswa yang masih nongkrong di sana.

Di depan gerobak mamang mie ayam, ada sepasang kekasih yang minggu lalu baru melangsungkan pernikahan. Keduanya dosen muda di kampus ini. Mereka saling jatuh cinta dengan cara yang unik. Awalnya si perempuan tidak tertarik sekali dengan si lelaki. Satu karena faktor usia yang lebih muda darinya. Kedua merasa risih kalau harus berhubungan dengan orang dalam satu lingkungan. Tapi lain hal dengan si lelaki, ia cukup percaya diri jatuh cinta dengan perempuan yang diam-diam ia suka.

Mereka tidak pernah saling bicara, meski si lelaki percaya diri sudah jatuh cinta. Tapi rupanya ia tidak terlalu berani jika harus mengungkapkan isi hatinya langsung di depan orangnya. Ia menunjukkan dengan gelagat yang sayangnya malah ditangkap mencurigakan di mata si perempuan.

Si mamang mie ayam inilah saksi mata proses terjalinnya cinta di antara keduanya. Setiap habis makan mie ayam, si perempuan merasa heran karena dibilang tidak perlu membayarnya. Awalnya ia senang-senang saja, siapa juga yang tidak senang dapat makanan gratis. Ia pikir mungkin si mamang lagi ulang tahun hari ini.   

Ternyata esok harinya kejadiannya terulang. Si mamang masih tidak mau menerima uang pembayaran mie ayamnya. Ketika si perempuan menanyakan alasannya. Si mamang hanya bilang kalau mie ayamnya sudah ada yang bayar. Meski tidak memberitahukan oleh siapa. Si perempuan tidak menemukan siapa-siapa kecuali dosen laki-laki yang ia kenal tidak banyak bicara sedang makan mie ayam di bangku yang lain. Tidak mungkin pikirnya, mereka belum saling kenal. 

Begitu juga hari-hari berikutnya. Meski si perempuan mulai heran, dan bertanya-tanya siapakah yang membayar mie ayamnya, tapi ia tidak punya pilihan karena di kantin kampus hanya mie ayam satu-satunya makanan yang ia suka untuk mengganjal perutnya ketika jam istirahat mengajar.

Si perempuan mulai curiga kepada dosen laki-laki pendiam itu. Sebab setiap ia makan mie ayam hanya lelaki itu yang berada di sana. Dengan sikap tidak pedulinya.

Si perempuan itu mengambil dua lembar uang seratus ribuan dari dompetnya. Kemudian menghampiri si lelaki pendiam itu. Sambil berkata,

“Ini uang mie ayam selama dua minggu ini aku kembalikan. Sebelumnya terima kasih.” Si perempuan menyodorkan uang tersebut. Tapi si lelaki pendiam itu hanya menoleh dingin tidak mengambilnya. Si perempuan acuh saja menyimpan uang itu di meja kemudian pergi. Karena ia memang yakin lelaki itulah yang selama ini membayarkan pesanan mie ayamnya.

Dan seminggu berikutnya tetap saja kejadiannya berulang. Si mamang tetap tidak mau mengambil uang dari si perempuan. Lelaki pendiam itu tetap makan mie ayam di tempat biasa dengan sikap tidak pedulinya. Awalnya si perempuan tidak ambil pusing, yang penting ia masih bisa menikmati mie ayam kesukaannya. Biarlah mungkin memang ada orang yang dermawan. Begitu pikirnya.

Tapi lama-lama si perempuan merasa tidak enak hatinya, ia menduga jangan-jangan memang bukan lelaki itu yang selama ini membayarkan mie ayam pesanannya. Kalau memang benar bukan, pastinya ia malu karena sudah salah sangka. Atau jangan-jangan orang itu malah tersinggung.

Karena merasa tidak enak itulah akhirnya si perempuan menghampiri si lelaki pendiam itu untuk kedua kalinya.

“Maaf kalau sudah mengganggu lagi. Dan maaf untuk sikap yang waktu itu.” Si perempuan terus bicara walaupun ia tahu tidak akan ditanggapi. “Entah siapa yang sudah berbaik hati membayarkan mie ayam pesanan saya beberapa minggu ini. Mungkin mulai esok dia tidak perlu lagi melakukannya. Karena mungkin ini pesanan mie ayam saya yang terakhir. Maaf sekali lagi kalau sudah mengganggu anda.” Dan ketika baru saja si perempuan itu mau melangkah pergi, tiba-tiba lelaki pendiam itu mengeluarkan suaranya.

“Maukah menikah denganku?” entah dari mana datang keberanian itu. Sambil berdiri si lelaki mengungkapkan pertanyaan yang sudah dua minggu ini menyita pikirannya. Meskipun masih bergetar kedengarannya menahan gugup.

Si perempuan menoleh, mengerutkan dahi tidak mengerti.

“Kalau tidak keberatan uang bayaran mie ayam selama kamu makan di sini, aku ganti dengan ini.” Si Lelaki menyodorkan sepasang cincin lengkap dengan tempatnya yang cantik.

Uang bayaran mie ayam selama ini? Si perempuan masih diam saja mematung, tidak mengerti dan sedikit terkejut.

“Maaf kalau sudah membuatmu bingung. Sejujurnya semenjak kamu pertama kali memesan mie ayam di sini, aku sudah merasa nyaman melihatmu duduk dan menikmatinya. Sekalipun kita tidak ada percakapan apa-apa. Aku terlalu gugup untuk membuka obrolan dan mencoba berkenalan.” Kata lelaki itu dengan suara lebih tenang dan lancar. “Memang aku yang selama ini berinisiatif membayar pesanan mie ayammu. Meminta tolong sama si mamang. Kedengarannya memang aneh, tapi aku hanya ingin memastikan kamu setiap harinya ke sini. Duduk menikmati makananmu.”

Si perempuan menelan ludah. Sejujurnya beberapa hari kemarin ia pun mulai mencari tahu tentang si dosen lelaki yang terkenal pendiam ini. Ia sedikit tertarik dengan kepribadiannya. Dan tidak menyangka sama sekali kalau hari ini akan mendengar penuturan yang mengejutkan itu.

“Bagaimana, mau kah kamu menikah denganku? Biar esok lusa kita bisa menikmati mie ayam bersama.”

Si Perempuan hanya diam dan tersenyum. Bukankah setiap harinya begitu? kata hatinya yang mulai tumbuh cinta.

Begitulah ceritanya. Seminggu kemudian pasangan pelanggan mie ayam tetap si mamang ini menikah. Rupanya si lelaki benar-benar percaya diri dengan jatuh cinta ke pada perempuan itu, sampai dari jauh-jauh hari sudah menyiapkan semuanya.

Apa kesimpulan yang bisa kita dapat? Bahwa sama halnya dengan aktivitas membaca maupun menulis, bersama dengan seseorang yang kita cintaipun adalah dunia pribadi itu sendiri. Tempat yang nyaman berlama-lama di dalamnya. Meski sekalipun dinikmatinya dengan hanya diam. Tidak ada pembicaraan apa-apa.

Itulah tiga diantara pengalih perhatian seseorang. Dunia pribadi yang menjadi tempat yang nyaman buat mereka. Tentu masih banyak pengalih perhatian yang lain tergantung dengan kebiasaan masing-masing.    

-------------------------------------------------------------

Lalu kalian pernahkah terpikir betapa nyamannya ketika ketiga contoh pengalih perhatian itu sedang berlangsung di suasana, waktu yang bersamaan. Membaca, menulis, dan bersama yang dicintai. Betapa beruntungnya bisa mengalami semua itu. Seolah kau sedang melambung ke dunia pribadimu dengan sangat istimewa. Terhisap masuk ke dalamnya dengan begitu menakjubkan. Khusuk menikmati kesempatan itu semua. Seolah yang berada di luar lingkungan tersebut tidak lagi penting untuk ditanggapi.

Bisakah kau mengusahakan memperoleh semua itu di sepertiga malammu. Ketika waktu sedang tenang, tidak bising, nyaman dalam kesendirian. Sepi dalam kesunyian. Membaca ayat-ayatNya. Menulis doa-doa terbaik dengan air mata di atas bentangan sajadah yang kau punya. Bercakap-cakap dengan yang Maha Cinta dan mencintai makhluknya. Bisakah kau mengusahakan memperoleh kesempatan itu?
Bisakah?



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jejakmu akan sangat berarti dan tak akan pernah sia-sia :)