Maret 05, 2016

KERETA

Gerbong kereta nomor dua saat itu cukup penuh. Puluhan orang-orang dewasa berdiri berdesakan karena tidak kebagian tempat duduk. Hari biasa memang kereta menjadi transportasi yang paling diburu untuk orang-orang yang hendak ke kantor, agar lebih cepat sampai ke tempat mereka bekerja. Dan pada hari itu aku ada di antaranya, meskipun naik kereta ini tidak benar-benar ada tujuan. Bahkan aku belum memutuskan nanti akan turun di stasiun apa. Saat memesan tiket sembarang saja menyebut stasiun pemberhentian, Jakarta Kota. Tanpa bermaksud turun di sana. Ah mentok-mentok aku hanya akan menghabiskan perjalanan ini di dalam kereta.

Aku hanya ingin menikmati perjalanan itu, melihat puluhan orang-orang tidak dikenal dengan segala macam tingkah polahnya di dalam kereta. Ada yang pura-pura tidur hanya untuk mendapatkan tempat duduk sampai stasiun tujuannya. Malas benar beranjak bangun meskipun ada seorang ibu yang tengah kerepotan menggendong bayinya. Ada yang sibuk ber-chat ria dengan gagetnya. Sepintas aku lihat, ia sibuk merumpi di grup bbmnya. Berdirinya berdekatan denganku, jadi aku bisa membaca sebagian isi obrolannya. Ada yang bernyanyi-nyanyi lirih mengikuti lirik lagu yang sedang ia dengarkan, sambil kepalanya digoyang-goyangkan. Tidak peduli dengan orang-orang yang menertawakan di sekitarnya. Ada pula sepasang remaja sedang bercanda ria, saling menggoda bermesraan. Tidak peduli dengan ibu-ibu di depannya yang jengah melihat kecentilan remaja perempuannya.

Aku menyeringai benar-benar menikmati perjalanan ini yang entah apa tujuannya.

Petugas kereta menyiarkan pengumuman, sebentar lagi kereta akan tiba di stasiun berikutnya. Beberapa orang sudah siap-siap lebih mendekat ke bagian pintu kereta. Sebagian lain acuh tidak peduli karena memang bukan tujuannya. Setelah sampai di stasiun itu, pintu kereta otomatis terbuka. Enam orang keluar, termasuk dua remaja tadi. Bergantian dengan sepuluh orang yang masuk. Ikut memadati gerbong dua. Dan salah satu 'penghuni' baru gerbong dua itulah yang berhasil menarik perhatianku. Perempuan berkerudung putih, menyoren tas berwarna coklat. Sebelah tangannya menenteng sebuah novel Sherlock Holmes, Itu yang pertama kali membuatku tertarik. Selera bacaannya cukup berat.  Tingginya sekitar sebahuku, karena ia berdiri tepat di samping kananku berdiri. Mungkin mahasiswi. Pikirku.

Aku menyeringai benar-benar ingin tahu apa yang akan ia lakukan selama dalam perjalanan ini. Sibuk dengan gagetnya kah? Mendengarkan musikkah? Membaca bukukah?

Aku melirik ke arahnya, pura-pura mengedarkan pandangan ke arah luar. Ia baru saja menyimpan novelnya itu ke dalam tas. Dan mengeluarkan buku saku, yang ternyata sebuah mushaf Al-Qur'an per Juz. Tangan kirinya berpegangan ke atas, tangan kanannya memegang buku saku itu. Ia mulai membacanya. Aku berhasil melihat sepintas, mendapati nama surat yang tertera di pojok kiri atas. Surat Al-Kahfi. Oh iya ini memang hari jum'at. Amalan sunah yang aku sendiri lupa belum membacanya.

Demi melihat aktivitas perempuan berkerudung putih yang berhasil menarik perhatianku itu. Aku jadi teringat obrolanku dengan seorang teman. Di dalam kereta juga kala itu.

"Buku memang teman yang paling asyik ya dalam perjalanan." Kataku memulai obrolan. Sambil mengeluarkan salah satu buku di dalam tas yang memang sudah aku siapkan. Kebetulan kondisi kereta memang sedang kosong sehingga memungkinkan untuk duduk. Teman di sebelahku sudah lebih dulu asyik memandang gagetnya dari tadi. Entah menatapi apa.

"Jadi menurutmu, gue bukan teman yang asyik gitu?" Ia menoleh bergurau.

"Tepatnya di mata lo, gue tidak lebih asyik dibandingkan hape lo itu." Aku balas bergurau.

"Hahaha... sory... sory.... harus ngejar target bos. Lagian biasanya kan lo emang udah lengket sama buku toh."

"Target?" Aku mengerutkan dahi tidak mengerti. Urung memulai membaca.

"Iya gue belum laporan di grup ODOJ. Mumpung masih sempat dan belum sibuk ngerjain yang lain kalau kita udah turun dari kereta ini."

"Oooh... kok orang lain mah nyaman ya di keramaian seperti ini tetap tilawah? Kenapa ya kalau gue mah nggak bisa nyaman. Kalau via gaget sih oke nggak terlalu kentara lagi tilawahnya. Cuma kalau langsung pegang mushafnya gimana gitu ya. Apalagi sambil berdiri."

"Lah emang kenapa? merasa malu gitu?" 

"Lebih ke nggak nyaman nanti dibilang riya. Sok alim dan sebagainya."

"Ah tergantung niatan kali bro. Lagipula mikirin amat perasangka buruk orang lain. Mending mana dilihat publik karena terang-terangan melakukan maksiat apa karena membantu syiar agama?"

Aku mengendikkan bahu. Kembali memperhatikan buku di tangan. Temanku meneruskan tilawahnya yang tertunda.

Kembali ke aktivitas perempuan berkerudung putih di sebelahku. Lembar per lembar ia terus membacanya. Baru menutup mushaf ketika kereta berhenti lagi di stasiun Manggarai. Ia siap-siap turun. Dan seperti di komandoi, aku pun ikut melangkah membuntutinya. Tenggorokan ini agak haus, mungkin di stasiun itu aku bisa membeli minuman botol, lalu kembali menunggu kereta yang menuju arah pulang.

Yang turun di stasiun ini cukup banyak, jadi aku kehilangan jejak perempuan berkerudung putih itu. Lagian setelah dipikir-pikir untuk apa juga masih memastikan keberadaannya. Mungkin saja ia sudah naik lagi ke kereta berikutnya, jurusan tanah abang yang tidak lama diberitahukan akan jalan.

Setelah membeli minuman botol, aku duduk menunggu di peron enam. Kereta jurusan bogor belum nampak datang. Ah, perjalanan kali ini aku lupa benar membawa buku. Sehingga hanya bisa melihat-lihat aktivitas orang lain yang berseliweran di stasiun tempat transit ini.

Aku menyeringai benar-benar menikmati perjalanan yang akhirnya sudah memiliki tujuan ini. Aku hendak kembali pulang.

"Boleh ikut duduk di sini?"

Seseorang menyapaku ketika sedang membuka ponsel memastikan ada notif pemberitahuan baru.

"Oh.... sila.... kan." Jawabku agak terbata-bata. Rupanya perempuan berkerudung putih itu yang menyapaku. "Pulang ke bogor juga?" Aku berbasa-basi. Masih tidak percaya yang tadi sempat aku cari ternyata ia sendiri yang menghampiri.

"Ke depok." Jawabnya singkat.

Aku ber-O ria. Baru ingat tadi ia memang naik dari stasiun depok.

"Tadi kenapa melihatku sampai seperti itu?" 

"Eh? Maksudmu?" Lagi-lagi aku terkejut. Tidak menyangka ia menyadarinya. 

"Di kereta." Jawabnya singkat. Bukannya sudah jelas apa yang dimaksud?

"Eh...." Aku benar-benar salah tingkah dibuatnya. "Maaf.... terganggu ya?"

Perempuan berkerudung putih tidak menjawab. Tidak mengangguk, tidak juga menggeleng. Ah sudah seharusnya ia merasa terganggu ketika ada orang asing dalam jarak yang dekat terus-terusan memperhatikannya.

"Cuma sedikit iri saja. Sepertinya nyaman sekali bertilawah di tempat keramaian." Kataku berusaha menghilangkan kecanggungan,

"Hanya memanfaatkan waktu luang dengan sebaik mungkin."

Aku mengangguk pelan menghargai jawabannya. 

"Keretanya sudah datang." Ia beranjak bangun memberitahu.
  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jejakmu akan sangat berarti dan tak akan pernah sia-sia :)