Maret 19, 2016

RINTIK 6 - MASA DEPAN


Semua orang pasti pernah mengalami hal ini : 
Ada yang berusaha ia pertahankan, tiba-tiba di luar kendalinya lepas dari genggaman. Cepat sekali, begitu saja. Sepersekian detik. Tidak sempat menghitung-hitung kemungkinan
 Padahal boleh jadi sebelumnya sesuatu itu sulit sekali ia dapatkan. Mungkin sesuatu itu adalah hal yang sangat berharga. Ia sengaja memeliharanya dengan hati-hati. Ketika sesuatu itu begitu saja lepas, hilang dari genggaman, hatinya hanya mampu ber-yaaaaaah penuh penyesalan.

Adapula yang juga pasti pernah mengalami hal ini : 
Kali ini sesuatu itu adalah yang sama sekali tidak ingin ia genggam. Tidak merasa perlu untuk dipertahankan. Tapi entah kenapa sulit sekali untuk melepaskannya. Seperti ada simpul kuat yang mengikatnya. Seperti ada lem yang super canggih merekatkannya. Ada sesuatu kekuatan dahsyat yang mencengkram hebat. Butuh usaha lebih giat lagi untuk melepaskannya.
Padahal sungguh ia sudah tidak menginginkannya. Sangat menjengkelkan. Membuat hatinya ber-aduuuuh kelelahan.

Sesuatu itu kadang berbentuk rupa menjadi : Cinta.


Sore itu salah satu toko buku terbesar di Kota Depok, seperti biasa dipenuhi oleh pengunjung. Suasananya ramai oleh orang-orang yang sibuk memilah-milah buku. Atau sekedar menunggu……. Entah apa. Bukankah terkadang kita memang tidak pernah menunggu apa-apa. Tapi terlanjur biasa berlama-lama diam di tempat yang sama.
 “Sudah kuduga kamu lagi di sini.” Deras menyapa Rinai yang sedang duduk memegang buku di salah satu pojok toko. Paling dekat dengan kaca. Hanya memegang buku. Tidak benar-benar membacanya.
Rinai hanya menoleh. Tersenyum sekedarnya. Tidak heran Deras bisa menemukan dirinya di sini. Tempat biasanya menghabiskan waktu untuk menunggu.
“Masih terusik dengan masa lalu?” Deras basa-basi.
“Kamu percaya, hati selalu tahu jalan pulang?”
“Mungkin.” Deras tidak selera menjawab.
“Lalu kenapa harus ada hati yang tiba-tiba mengaku ingin pulang. Padahal ia yang dulu meninggalkan.” Rinai menghembuskan napas. “Kenapa ada hati yang tiba-tiba kembali, dan kita selalu siap sedia menyambut kedatangannya lagi.”
“Aku nggak tahu. Dan nggak mau tahu soal masa lalumu. Yang aku tahu, hal-hal yang perlu kita genggam ataupun lepas. Semua memang butuh kesiapan.”
Rinai menelan ludah. Terusik dengan perkataan Deras yang terus terang.
“Kalau membicarakan masa depan, baru aku mau.” Deras menyeringai jahil.
Rinai mengerutkan dahi. Maksudmu?
“Coba deh perhatikan cermin besar itu.” Deras menunjuk sebuah cermin yang tergantung di salah satu rak buku. Entah kenapa ada cermin terletak di sana. Deras tidak peduli. Setidaknya ia jadi punya ide untuk menegaskan masa depannya di hadapan Rinai.
Mata Rinai mencari cermin yang dibicarakan Deras. Sama tidak mengertinya kenapa ada cermin di sana.
“Cermin. Ketika kamu memandangnya, sejauh mata bisa melihat, sejauh itulah titik masa depanmu. Tentu saja yang nampak jelas adalah sosok dirimu sendiri, karena masa depanmu tergantung bagaimana cara kamu memandangnya. Bagaimana cara kamu mengusahakannya agar tetap terlihat. Gapailah, sampai kamu bisa melihat jelas bayanganmu sendiri.”
"Dan coba balikan badanmu. Kini cermin itu bagaikan masa lalumu, masa lalu yang tertinggal di belakangmu. Ingatlah satu hal, sekuat apapun usahamu tuk melihatnya, niscaya kamu tidak akan pernah bisa melihat masa lalumu secara utuh."
Rinai terkesiap. Semua yang dikatakan Deras barusan masuk di akal.
“Jika kamu bercermin sekarang ini. Aku yakin di sana bukan hanya bayangan dirimu yang nampak. Tapi ada aku juga di sebelahnya. Bukankah masa depan kita berdua nampak di sana?”
“Gombal.” Rinai mulai bisa tersenyum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jejakmu akan sangat berarti dan tak akan pernah sia-sia :)