Maret 30, 2016

RINTIK 16 - ADA KEPENTINGAN MASING-MASING



Kota Jakarta sedang diguyur hujan siang itu. Tanpa hujan pun, pengguna jalan raya sudah berdesak-desakan. Titik kemacetan berada di mana-mana. Hujan dan genangan air menambah ‘drama’ itu semua.

Berteduh di bawah kolong flyover menjadi pilihan yang paling diminati para pengguna roda dua. Tidak ada genangan air. Bebas dari tampias. Dan cukup ‘lega’ tempatnya. Ketika hujan reda, bisa langsung melanjutkan perjalanan.
            Satu persatu penggendara motor mulai merapat. Parkir sembarangan. Tidak searah. Menghabiskan hampir separuh bahu jalan. Dan sayangnya hal itu justru menambah titik kemacetan. Tapi siapa yang peduli. Sejauh ada tempat berteduh agar tidak kebasahan akan jadi sah-sah saja. Termasuk aku ikut-ikutan menjadi ‘penghuni’ sementara di bawah flyover itu.
            Meskipun banyak orang senasib sepenanggungan. Sama-sama menunggu hujan sedikit reda karena tidak punya atau lupa membawa mantel. Kami sibuk dengan kepentingan masing-masing. Ada yang sibuk dengan gagetnya. Asyik mengobrol berdua saja dengan pasangan seperjalanannya. Banyak juga yang asyik benar mengepulkan rokok. Mendengarkan musik mp3. Dan beberapa orang terlihat basa-basi menyinggung Jakarta yang semakin panas blablabla…..    
Sebenarnya aku membawa mantel di dalam jok motor. Cuma kadang malas saja memakainya. Lagi pula aku sedang tidak terburu-buru. Jadi aku memilih ikut ‘berkumpul’ di sana. Sambil berharap hujannya kali ini tidak akan lama.
Dan ketika aku sibuk bermain games di hp untuk mengusir kebosanan. Suasanya tempat kami ‘menongkrong’ semakin gaduh. Mobil-mobil yang melaju tidak sabaran. Membunyikan klakson gandeng sekali. Ah… sudah biasa aku tidak peduli. Menyumpal telinga dengan hedset.
Saat itulah beberapa kepala menoleh. ‘keributan’ yang ini tidak lah biasa. Aku menduga, mungkin ada pengendara yang tidak sengaja menyenggol pengendara lain. Kemudian marah-marah tidak terima. Bukankah hal seperti itu sudah tidak asing lagi di Negara ini?
Tapi dugaanku ternyata salah. Suara keributan itu semakin mendekati tempatku memarkirkan motor. Ini bukan suara marah-marah biasa. Ini seperti orang yang sedang orasi dengan geram karena tidak ada yang mau mendengarkan dia bicara.
Semua kepala ‘penghuni’ sementara flyover ini mulai menoleh. Semua bertanya-tanya sebenarnya ada apa. Suara ‘orasi’ itu semakin lantang bertenaga.
“APA KALIAN SEMUA TAKUT SAKIT KARENA AIR HUJAN?”
“APA KALIAN PIKIR AKAN LANGSUNG MATI GARA-GARA HUJAN? ADUUUH BAPAK-BAPAK, SAUDARA-SAUDARA URUSAN SAKIT, URUSAN MATI BISA DI MANA SAJA.”
Aku mengerutkan dahi. Bertanya-tanya apaan sih maksudnya? Apa tiba-tiba digelar siraman rohani di ‘komplek’ peneduh ini? Aku membenak.
 Saat itulah seorang laki-laki berusia sekitar empat puluhan. Dalam keadaan basah kuyup, berjalan sambil teriak-teriak menyampaikan keluhannya. Seolah ingin memberitahukan kepentingannya.
“BAPAK-BAPAK NGGAK TAHU WAKTU PADA BERHENTI DI SINI. MEMBUAT MACET JALANAN. BAPAK-BAPAK NGGAK TAHU ADA YANG HARUS SEGERA DI KUBURKAN. BAPAK-BAPAK NGGAK LIHAT ADA YANG HARUS SEGERA DI BAWA KE KELUARGANYA.” Seorang laki-laki yang ‘berorasi’ itu memandang tegas wajah-wajah ‘penghuni’ sementara flyover satu persatu.
Demi menyaksikan itu semua. Aku menelan ludah. Aku mengerti apa yang sedang terjadi. Ketika melihat sebuah iringan mobil jenazah melewati kami semua. Lengkap dengan bendera kuningnya yang sudah lusuh terkena air hujan.
Ternyata seorang laki-laki yang tadi ‘berorasi’ putus asa melihat kemacetan Jakarta. Ditambah muak dengan orang-orang yang berteduh sembarangan. Menghambat iringan-iringan. Termasuk aku.
Sungguh aku tahu, kala hujan turun. Benar-benar ada kepentingan masing-masing. Kepentingan yang boleh jadi menghambat kepentingan orang lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jejakmu akan sangat berarti dan tak akan pernah sia-sia :)